Podcast Rukun Beragama

Video

Thursday, March 31, 2022

Sekilas Lahirnya NKRI




  Sekilas Lahirnya Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Hari lahirnya NKRI jatuh pada tanggal 17 Agustus 1945, hari dimana proklamasi kemerdekaan Indonesia dikumandangkan.

 Kemerdekaan yang di raih oleh bangsa Indonesia itu bukanlah hadiah dari bangsa Jepang, terlebih lagi Belanda yang tidak pernah ingin melepaskan cengkeramannya atas Indonesia. 

Jika mungkin, Belanda ingin terus menguasai Indonesia sebagai negara jajahan. Pasalnya, bagi Belanda, Indonesia mempunyai arti yang sangat penting. 

Setidaknya, selama berabad-abad Indonesia telah menjadi sumber penghasilan yang amat besar untuk Belanda. Terbukti, setelah kemenangan tentara sekutu atas Jepang, Belanda kembali ingin menancapkan taringnya di Indonesia. 

Pada akhirnya  Belanda mengakui kedaulatan NKRI, namun itu dilakukan setelah melewati peperangan-peperangan yang amat melelahkan dengan mengorbankan nyawa, harta yang tidak sedikit.  

Tekad dan perjuangan rakyat Indonesia lahir dari kesadaran bahwa kemerdekaan adalah hak segala bangsa dan penjajahan di muka bumi harus dihapuskan karena tidak sesuai dengan peri kemanusiaan dan peri keadilan. Pernyataan perjuangan kemerdekaan Indonesia tersebut dituangkan dalam Pembukaan UUD 1945.   

Perjuangan kemerdekaan Indonesia diraih dengan susah payah dan dibayar dengan harga yang mahal, yaitu darah para pejuang di seluruh pelosok tanah air. Oleh karena itu, tidak boleh ada individu atau kelompok yang mengatakan bahwa kemerdekaan Indonesia tersebut semata-mata karena peran individu atau kelompok tertentu.

Lahirnya NKRI dapat pula disebut sebagai lahirnya Nusantara ketiga.  Hal ini didasari dengan pandangan bahwa NKRI yang diproklamasikan pada 17 Agustus 1945 adalah “negara ketiga” yang ada di bumi Nusantara. 

Ada pun negara pertama yang pernah berjaya di Nusantara adalah Sriwijaya yang bertahan lebih kurang selama empat abad. Negara kedua adalah Majapahit yang berjaya selama hampir tiga abad. Dapat pula dikatakan bahwa wilayah Majapahit lebih-kurang sama dengan NKRI saat ini. 

Berdasarkan fakta-fakta sejarah tersebut, tidak salah jika dikatakan bahwa NKRI adalah Nusantara ketiga yang bersatu. Oleh sebab itu pula, maka seharusnya warga etnis Tionghoa dimasukkan sebagai salah satu suku di Indonesia, karena kehadirannya telah ada sejak tahun 1415. 

Pada waktu itu di Gunung Jati Cirebon telah ada pemukiman Tionghoa. Sehingga, warga etnis Tionghoa ini harus diperlakukan sama sebagaimana suku-suku pribumi lain di Indonesia, apalagi mereka juga ikut serta dalam perjuangan merebut kemerdekaan. 

 Bedanya, jika negara Nusantara pertama dan kedua disatukan dengan kekuatan senjata, maka negara Nusantara ketiga ini bersatu berdasarkan konsensus bersama. 

Dengan kata lain, persatuan tersebut tercipta tidak dengan kekuatan senjata, walaupun harus menghadapi perlawanan bersenjata dari pihak penjajah. 

Meski demikian, NKRI ini bukanlah kelanjutan dari Kerajaan Sriwijaya atau pun Majapahit. Pernyataan bahwa rakyat yang berdiam di wilayah Nusantara ketiga sebagai bangsa yang bersatu, telah dicetuskan jauh sebelum proklamasi kemerdekaan. 

Hal ini tertuang dalam pernyataan Sumpah Pemuda 28 Oktober 1928, yang mengakui bahwa bangsa Indonesia adalah satu tumpah darah, satu bangsa, dan satu bahasa yakni Indonesia. 

Pengakuan tersebut lahir dari kesadaran bahwa rakyat Indonesia sejak dahulu memang telah hidup dalam kesatuan, baik pada jaman Sriwijaya maupun Majapahit.  

Pada masa penjajahan Belanda maupun Jepang, rakyat yang tinggal di bumi Nusantara sama-sama merasa senasib dan sepenanggungan sebagai bangsa yang terjajah. 

Rasa senasib dan sependeritaan tersebutlah yang mendorong rakyat Nusantara membuat kesepakatan bersama untuk mendirikan suatu negara merdeka dan berdaulat penuh. 

Para pemimpin yang mewakili mereka pada waktu itu kemudian disebut sebagai “The founding fathers” Indonesia. Hanya dengan bersatu padu maka Indonesia dapat menjadi negara merdeka dan berdaulat penuh. 

Persatuan Indonesia  tersebut merupakan reaksi terhadap kolononialisme Barat yang melahirkan nasionalisme. Perjuangan rakyat Indonesia pada mulanya dilakukan secara tradisonal, secara kedaerahan. Sehingga selalu mengalami kegagalan. 

Dalam proses modernisasi Indonesia belajar dari Barat, sehingga nasionalisme yang terbentuk di Indonesia adalah sesuatu yang dihasilkan dari proses belajar dari Barat, dan secara bersamaan merupakan reaksi terhadap kolonialisme Barat.  

Kemudian rasa satu bangsa itu terus bertumbuh dalam perjuangan kemerdekaan, sehingga dapat dimengerti mengapa bangsa Indonesia yang sangat beragam tersebut akhirnya dapat menjadi bangsa yang bersatu. Dan tentunya untuk memelihara persatuan tersebut merupakan suatu usaha yang seharusnya di usahakan terus menerus. 

Mengenai tumbuhnya perasaan sebagai bangsa yang bersatu tersebut, T.B. Simatupang menjelaskan seperti berikut:

Negeri saya telah melalui perang kemerdekaan belum terlampau lama berselang. Dalam kehidupan bangsa-bangsa, perang semacam itu – bila berbentuk perang gerilya – merupakan pengalaman yang amat menentukan. Ia mendobrak banyak hal yang lama dan sekaligus memantapkan tali-temali baru, solidaritas-solidaritas baru. Ia membuka cakrawala-cakrawala baru, harapan-harapan baru. Negeri saya benar-benar lahir ditengah-tengah perang kemerdekaan tersebut. Sekiranya peperangan itu tidak ada, sekiranya kemerdekaan itu adalah hasil perundingan seperti misalnya terjadi dengan India, bangsa saya tak akan mungkin sebersatu seperti halnya sekarang ini. 


Nasionalisme Indonesia yang bertumbuh sebagai reaksi atas kolonialisme Barat terus bertumbuh dalam perjuangan revolusi, itulah yang menyebabkan Indonesia tidak terpecah-pecah seperti negara-negara lain yang beragam, seperti perpecahan yang terjadi di India. 

Jadi tidaklah mengherankan jika rakyat Indonesia tidak menyadari keberadaan dirinya yang sangat beragam tersebut, maka disintegrasi bangsa merupakan ancaman yang sangat serius, karena banyak daerah di Indonesia berusaha untuk memisahkan diri dari negara Republik Indonesia. 

Sejarah perjuangan bangsa Indonesia membuktikan bahwa sejak permulaan revolusi hingga Indonesia mencapai kedaulatan penuh, setiap warga negara yang terdiri dari berbagai suku dan agama telah menjalankan kewajibannya untuk berjuang mempertahankan kemerdekaan yang telah diproklamirkan. 

Pengakuan bahwa bangsa Indonesia telah ada sejak lama tercermin dengan diakuinya pahlawan-pahlawan pejuang kemerdekaan dari berbagai pelosok tanah air. Mereka itu antara lain Pangeran Diponegoro dari Jawa Tengah, Sultan Hasanuddin dari Sulawesi Selatan, Pattimura dari Maluku, Raja Singamangaraja XII dari Tanah Batak, Teuku Umar dari Aceh, dan lain-lain. 

Pahlawan-pahlawan tersebut telah berjuang memimpin rakyat Indonesia di daerahnya masing-masing untuk mengusir penjajah sebelum proklamasi kemerdekaan dinyatakan. 

Pengakuan bahwa masyarakat Indonesia sebagai suatu kesatuan politik telah ada sejak lama, kemudian diwujudkan dengan menerima Pancasila sebagai dasar negara Republik Indonesia. 

Keberadaan Pancasila sebagai dasar negara, juga merupakan pencerminan bahwa rakyat Indonesia tetap sebagai satu kesatuan meskipun terdiri dari berbagai suku bangsa (bhinneka tunggal ika). 

https://www.binsarhutabarat.com/2022/03/sekilas-lahirnya-nkri.html


Monday, March 28, 2022

Masyarakat adil dan makmur

 



Masyarakat adil dan makmur


Konstitusi negeri ini menetapkan, demi keadilan sosial, fakir miskin dan anak-anak telantar dipelihara negara, dan tanggung jawab menyediakan lapangan pekerjaan bagi rakyat yang menganggur ada pada negara. 

Karena itu, kuasa negara atas bumi, air, udara dan kekayaan alam yang terkandung didalamnya harus diusahakan sebesar-besarnya untuk kesejahteraan rakyat. 


Konstitusi juga menetapkan, pemerintah harus mewujudkan cita-cita kemerdekaan mensejahterakan rakyat Indonesia, dan membawa rakyat Indonesia pada kehidupan yang adil dan makmur. Maka,  pemerintah bisa dituduh bertindak tidak adil jika membiarkan rakyat Indonesia terus hidup dalam kemiskinan. 


Masyarakat adil dan makmur sebagaimana tertuang dalam UUD 45 merupakan cita-cita yang dilontarkan para pendiri Indonesia yang ingin menghapuskan kesusahan dan kesengsaraan masyarakat Indonesia sebagai bangsa terjajah. Memang tak mudah untuk melukiskan, seperti apakah masyarakat yang adil dan makmur itu. Tapi,  itu adalah sebuah keinginan luhur yang patut dihargai. 


Kita tentu setuju dengan apa yang dikatakan Babari, Masyarakat adil dan makmur dapat dibandingkan  dengan masyarakat gemah ripah dalam cerita pewayangan. “Nagari kang luwih gedhe, obore padhang, jagadhe kondang kaonang-onang kajana priya. Nagara ingkang panjang-punjung, pasir wukir, gemah ripah loh jinawi, kerta tentrem tur raharja. Dalam bahasa Indonesia bisa dikatakan: Negara yang besar ternama, dikaruniai kekayaan alam yang melimpah, baik di daratan maupun di lautan. Masyarakatnya sejahtera, tertib, dan damai. Rakyatnya mempunyai daya beli untuk memenuhi kebutuhannya. Pertanian, perindustrian, dan perdagangan maju.”(Ensiklopedi nasional Indonesia:2004


Keadilan sebagai sebuah “fairness,” meminjam istilah John Rawls, adalah sebuah gagasan kontrak. Selanjutnya ia menjelaskan, yang disebut adil adalah: 1. Setiap orang punya hak yang sama untuk mendapatkan kebebasan mendasar dengan sistem kebebasan yang serupa. 2. Ketimpangan sosial dan ekonomi mesti ditata sedemikian rupa sehingga keduanya: (a) memberi manfaat terbesar bagi yang paling kurang diuntungkan (b) dikaitkan dengan posisi yang terbuka untuk semua orang di dalam.


https://www.binsarhutabarat.com/2022/03/masyarakat-adil-dan-makmur.html

Saturday, March 26, 2022

Makna Solidaritas Sosial

 



Makna Solidaritas Sosial

Solidaritas  jamak diartikan sebagai semangat kepedulian seseorang, suatu kelompok atau masyarakat, atas nasib orang lain. 

Dalam sejarah perjuangan kemerdekaan Indonesia semangat ini telah menumbuhkan sikap-sikap kepahlawanan, kerelaan berkorban, dan kesediaan untuk ikut merasakan dan membantu mengatasi kesulitan orang lain. Solidaritas, bagi bangsa Indonesia merupakan unsur penting yang memberi warna sejarah perjuangan kebangsaan. 

Kalau saja solidaritas sosial yang oleh Nurcholish Madjid dimaknai sebagai “sikap yang mengutamakan manfaat-manfaat bagi orang lain” ini terus dibumikan, maka jurang antara yang kaya dan yang miskin di negeri ini dapat makin menyempit, meski mustahil dihapuskan sama sekali, karena setiap orang tentu memiliki kompetensi yang berbeda-beda, sehingga kemampuan untuk meraup kekayaan pun jelas berbeda-beda.

Pembangunan yang berkeadilan sosial tidak akan meninggalkan mereka yang miskin begitu saja, tetapi mengajak mereka untuk menciptakan kondisi ekonomi dan sosial yang lebih baik. 

Bentuk solidaritas sosial menurut Hollenbach, akan memampukan mereka yang miskin untuk berpartisipasi menciptakan kesejahteraan bagi mereka. John Rawls menjelaskan melalui prinsip keadilannya, “ketidaksamaan-ketidaksamaan sosial dan ekonomi harus diatur sehingga ketidaksamaan-ketidaksamaan itu: (a) untuk kebaikan terbesar bagi yang paling kurang beruntung. (b) diletakkan pada jabatan-jabatan dan posisi-posisi yang terbuka bagi semua orang dengan syarat-syarat kesempatan yang sama dan adil. 

Memperlakukan mereka yang miskin sama dengan mereka yang kaya adalah tidak adil. Sebaliknya, adalah adil jika mereka yang kaya dan mereka yang miskin diperlakukan secara berbeda, tanpa mengabaikan prinsip kesamaan. Keberpihakan pada yang miskin yang didasarkan pada prinsip “kesamaa” adalah sebuah sikap yang adil. Ketidaksamaan di dalam distribusinya dibenarkan asalkan bisa memperbaiki posisi yang paling kurang beruntung di dalam masyarakat. Sehingga melalui ketidaksamaan-ketidaksamaan di dalam distribusinya ini, diharapkan orang-orang dengan keberuntungan yang tidak sama benar-benar akan menikmati kesamaan (equal liberty).

Prinsip “kesamaan” sesungguhnya tidak sama bobotnya dengan “prinsip perbedaan.” John Rawls berpendapat dalam “tatanan leksikal”, prinsip “kesamaan” lebih dulu daripada prinsip yang mengatur ketidaksamaan-ketidaksamaan ekonomi dan sosial. Kebebasan bisa dibatasi hanya demi kebebasan, dan bukan demi keuntungan-keuntungan sosio-ekonomi. Maka, ketidaksamaan-ketidaksamaan di dalam distribusinya, harus dilaksanakan di dalam arti positif, yaitu menopang yang lemah, dan bukan di dalam arti negatif yaitu melemahkan yang kuat. Singkatnya, keadilan, seperti dikatakan oleh Samuel Butler, “meskipun digambarkan buta tetapi berpihak kepada yang lemah.”



Friday, March 18, 2022

Mewujudkan Keesaan Gereja





 
Mewujudkan Keesaan Gereja

Menurut saya, sudah tidak waktunya  antar denominasi gereja di negeri ini berhenti saling bertempur, apalagi hanya demi mempromosikan “produk kebijakan”gereja.

Produk kebijakan gereja yang jadi sumber pertentangan itu belum tentu sesuai dengan rencana misi Allah untuk denominasi itu, dan juga untuk denominasi gereja lain. 

Gereja di Indonesia perlu menyadari keterbatasannya, dan perlu saling belajar. Apalagi dalam alam demokrasi saat ini. 


Apabila gereja-gereja dengan bantuan teolog-teolog yang bermarkas pada pendidikan tinggi teologi mampu bekerjasama, maka gereja akan tetap dapat memahami rencana misi Allah untuk gereja saat ini.  


Kita bersyukur ada para teolog bersama para ahli kesehatan yang membuat pedoman bersama bagaimana gereja tetap menjalankan panggilannya di tengah covid-19. mulai dari penyelanggaraan ibadah-ibadah fisik terbatas, penggunaan media digital, gereja digital, penerapan protokol kesehatan sesuai dengan konteks ibadah gereja, dan juga pelayanan-pelayana gereja baik dalam hal pelaksanaan koinonia, diakonia, dan marturia.


Saya setuju dengan usaha “mainstreaming”pendidikan tinggi teologi. Karena pendidikan tinggi teologi di Indonesia kehilangan percaya diri. 

Luaran perguruan tinggi teologi sekadar untuk memenuhi kebutuhan pengerja gereja, dan perlu taat total pada doktrin gereja. Lebih parah lagi mereka hanya menjadi barisan pengaman doktrin gereja.


Sebagai seorang peneliti,  saya mengusulkan agar pendidikan tinggi teologi mengembangkan pemikiran-pemikiran teologi mutakhir, dan juga penerapan doktrin teologis yang kontekstual.


https://www.binsarhutabarat.com/2022/03/mewujudkan-keesaan-gereja.html


Thursday, March 17, 2022

Tetaplah Mengucap Syukur

  



Tetaplah Mengucap Syukur

 

Tetap mengucap syukur pada masa pandemi covid-19 memang tidak mudah. Tapi, tanpa tetap mengucap syukur melewati masa sulit covid-19, kita akan kehilangan kontrol atas diri kita, dan juga dalam menjaga jarak fisik. 

Merebaknya cluster cluster baru penyebaran virus corona tampaknya mengindikasikan kurangnya penguasaan kita untuk menjaga diri agar tidak terpapar virus corona, dan juga ketidak mampuan kita untuk tetap waspada untuk tidak menjadi media penyebaran virus corona. Karena itu, tetaplah mengucap syukur. Video youtube dalam lampiran ini berb icara tentang hal mengucap syukur senantiasa.

 

 

orang-orang Kristen di Tesalonika bersyukur kepada Allah untuk surat Paulus yang pertama. Tapi, surat itu tidak segera memecahkan persoalan mereka . Faktanya, penganiayaan bertambah buruk. Beberapa orang percaya di Tesalonika berpikir bahwa mereka hidup dalam penganiayaan. Kemudian sebuah surat tiba yang yang mengklaim berasal dari Paulus, yang menjelaskan hari Tuhan sudah tiba. Jemaat bingung dan takut dengan kemungkinan kedatangan Tuhan,

 

Beberapa orang percaya menyimpulkan bahwa kedatangan Tuhan sudah dekat, memutuskan mereka harus berhenti bekerja dan menanti kedatangan Tuhan. Ini berarti anggota jemaat yang lain mesti bekerja keras untuk memelihara mereka yang tidak bekerja dan hanya menantikan kedatangan Tuhan.

 

Setan senantiasa menipu orang percaya (I petrus 5:7-8) serahkanlah segala kekuatiranmu kepada-Nya, sebab Ia yang memelihara kamu Sadarlah dan berjaga-jagalah! Lawanmu, si Iblis, berjalan keliling sama seperti singa yang mengaum-aum dan mencari orang yang dapat ditelannya.

 

Mengucap Syukur dalam segala hal

 

Untuk merespon pergumulan jemaat di Tesalonika Paulus kemudian menulis surat Tesalonika yang kedua.  Paulus memberikan tiga hal penting untuk mendorong jemaat Tesalonika Tetap tekun dalam penderitaan, salh satunya adalah mengucap syukur dalam segala sesuatu.

 

Setelah memberi salam kepada Jemaat di Tesonika, Paulus memberikan pujian kepada Tuhan untuk apa yang Tuhan telah selesaikan dalam hidupnya. Paulus mempraktekkan apa yang menjadi doronganya kepada jemaat di Tesalonika, I Tes 5: 18, Mengucap syukurlah dalam segala hal…) Paulus mengulangi ucapan syukur itu dalam dua suratnya , I Tesalonika 1:2, 2;13 3:9;22 Tesonika 1:3; 2;3.

 

Salah satu alat setan untuk mengalahkan orang Kristen adalah penderitaan, kasus Ayub menunjukkan ,Setan bisa menempatkan orang percaya pada kondisi yang sulit.

 

Satu senjata yang menakutkan setan adalah pujian. Ayub dalam penderitaan memuji Tuhan. Bersabarlah dalam penderitaan dan ucaplah syukur kepada Allah.

 

Orang-orang di Tesonika memang tidak merasa rohani ketika sedang berada dalm penderitaan, tetapi Paulus, mengungkapkan Allah sedang bekerja diantara jemaat Tesalonika. Kita kerap buruk dalam menilai kerohanian kita. Tapi, orang lain dapat melihat peningkatan kerohanian kita. Dorongan Paulus untuk jemaat Tesalonika mengucap syukur kepada Allah sesunggguhnya telah memberkati jemaat Tesalonika.

 

Mengapa kita mengucap syukur kepada Allah dalam penderitaan?

 

1. Penderitaan membuat orang Kristen mengalami pertumbuhan iman.

Iman Jemaat Tesalonika sedang bertumbuh, Iman yang tidak mengalami ujian, adalah iman yang tidak dapat dipercaya. Dengan cara itu Allah membuktikan apakah iman kita murni atau tidak. Iman ibarat otot yang perlu dilatih untuk bertumbuh lebih kuat.Penderitaan dan penganiayaan adalah cara Allah untuk menguatkan iman kita.

 

Kehidupan yang mudah dapat memimpin kepada iman yang dangkal. Ibrani 11 melaporkan semua orang beriman menghadapi banyak tantangan agar iman mereka dapat bertumbuh. Paulus berdoa agar iman Jemaat Tesalonika  menjadi sempurna (ITesalonika 3:10).

 

2. Penderitaan Membuat orang Percaya Melimpah dengan Kasih

 

Penderitaan dapat membuat kita cinta diri. Namun, dengan anugerah dan iman penderitaan dapat menghasilkan kasih.Iman yang bekerja oleh kasih. Ketika orang percaya menderita, orang percaya bergantung pada Allah, dan kasih mereka menjangkau saudara-saudara mereka. Kasihilah satu dengan yang lain, penderitaan tidak membatasi kita membagikan kasih.

 

3. Tekun Dalam Tuhan

 

Kita bisa menjadi sabar dengan penderitaan. Penderitaan akan mengahasilkan kesabaran dan kematangan hidup. Jika kita tidak tekun dalam penderitaan yang diijinkan Tuhan, kita akan menolak kesabaran dan kematangan hidup Kristen.

 

4. Kesaksian bagi orang percaya lain

 

Penderitaan bukan hanya menolong kita bertumbuh dalam Tuhan, tetapi juga menolong saudara lain. Allah mendorong kita agar kita mendorong orang percaya lainnya untuk bertumbuh menjadi seperti Kristus.

 

Kita mengungkapkan iman kita dalam Allah melalui kesetian kita . Orang-orang percaya di Tesalonika setia kepada Tuhan dan setia satu dengan yang lain.

 

Penderitaan akan memurnikan kehidupan kita. Iman, Pengharapan dan kasih merupakan karakteristis orang percaya dari awal (ITesalonika 1:3, Sebab kami selalu mengingat pekerjaan imanmu, usaha kasihmu, dan ketekunan pengharapanmu kepada Tuhan Kita yesus Kristus dihadapan Allah Bapa kita.

 

Paulus mengatakan, Sehingga dalam jemaat -jemaat Allah kami sendiri bermegah tentang kamu karena ketabahanmu dan iman mu dalam segala penganiayaan dan penindasan yang kamu derita.Dalam surat ini Paulus ingin mendorong jemaat di Tesalonika untuk tetap memiliki pengharapan kepada Tuhan pada masa penderitaan.

 

Demikian juga kita yang saat ini sedang menghadapi pandemi Covid-19, bersyukurlah kepada Allah, karena Tuhan tetap berdaulat, Tuhan akan mebuat kita bertumbuh dalam Tuhan, dewasa rohani, melimpah dengan kasih, tekun dalam Tuhan, dan menjadi Kesaksian kepada semua orang.

 

 

Dr. Binsar A. Hutabarat


https://www.binsarhutabarat.com/2022/03/tetaplah-mengucap-syukur.html


Metode Penelitian (1)

Metode Penelitian kualitatif by binsar antoni hutabarat https://www.binsarinstitute.id/2025/08/metode-penelitian-1.html