Saturday, September 18, 2021

Ringkasan dan Ikhtisar

Ringkasan dan Ikhtisar






Baik ringkasan maupun ikhtisar harus disampaikan dalam kalimat-kalimat penulis. Sehingga pembaca mengetahui inti sebuah buku, atau tulisan melalui ringkasan atau ikhtisar tersebut. Karena ringkasan dan ikhtisar adalah tugas dari dosen kepada mahasiswa, maka ringkasan dan ikhtisar berguna bagi dosen untuk mengukur penguasaan materi yang diberikan kepada mahasiswa.
 

 

Beda Ringkasan dan Ikhtisar

Ringkasan dan Ikhtisar perlu dibedakan. Ringkasan adalah sebuah penyajian singkat dari suatu karya tulis tetapi dengan tetap mempertahankan urutan isi dan sudut pandang penulis. Bagian bab dari buku yang diringkas dipertahankan dalam bentuk penyajian singkat. 

Sedang ikhtisar tidak perlu mempertahankan urutan tulisan atau karangan dalam buku asli. Penulis dapat langsung mengemukakan inti masalah yang diapaparkan dalam buku yang diringkas. Penulis ikhtisar dapat mengabaikan bagian-bagian yang dianggap kurang penting.

Untuk membuat sebuah ringkasan, penulis ringkasan dapat langsung menulis ringkasan dalam bentuk kalimat-kalimat atau alinea-alinea, bagian-bagian dari buku yang diringkas. Karena itu untuk menyajikan sebuah ringkasan yang baik dibutuhkan waktu untuk meneliti tulisan atau buku yang yang akan diringkas. Jadi, meringkas adalah sebuah reproduksi, dan juga suatu cara untuk mengetahui apakah seseorang benar-benar memahami isi sebuah buku.

 Membuat Ringkasan

Membuat ringkasan berarti mempelajari bagaimana seorang penulis menyusun tulisan-tulisannya , menyampaikan gagasan, dalam bahasa dan susunan yang baik, bagaimana penulis memecahkan suatu masalah. Karena itu untuk membuat sebuah ringkasan diperlukan kecermatan membaca buku yang akan diringkas.

 

Tahapan menyusun ringkasan yang baik:

1. Penulis ringkasan perlu membaca buku beberapa kali buku yang akan diringkas. Pada tahap awal usahakan membaca buku secara keseluruhan untuk memahami maksud penulis, jika perlu beberapa kali untuk mengetahui kesan umum buku itu, maksud dan tujuan penulisan, serta sudut pandang penulis buku itu.

2. Membaca keseluruhan buku. Setelah membaca keseluruhan buku, bacalah bagian-bagian buku dengan mencatat gagasan utama atau gagasan penting dari buku yang akan diringkas, bisa diberi garis bawah, atau langsung saja kedalam sebuah template draft ringkasan.

3. Membuat reproduksi. Berdasarkan data-data yang dikumpulkan penulis, maka dibuatlah draft ringkasan berdasarkan gagasan-gagasan utama yang telah dicatat penulis. Karena ringkasan adalah sebuah reproduksi, maka penulis harus menyusun kalimat-kalimat baru sehingga inti buku itu dapat tetap tampak dalam ringkasan yang dibuat. Penulis ringkasan tidak boleh menggunakan kalimat asli dari penulis buku, kecuali jika gagasan-gagasan itu penting sekali, atau karya pemikiran penulis buku tersebut.

 

Membuat ringkasan merupakan tugas yang umum diberikan dosen kepada mahasiswa, tujuannya adalah jelas agar dosen mengetahu apakah mahasiswa buku yang dibaca, yang menjadi materi kuliah yang diberikan seorang dosen.

Mahasiswa perlu mengerjakan tugas meringkas buku dengan serius untuk menjadi materi kuliah sebagai pengetahuan, yang akhirnya mewujud dalam kompetensi lulusan.  

 

Dr. Binsar Antoni Hutabarat


https://www.binsarhutabarat.com/2020/09/ringkasan-dan-ikhtisar.html

Thursday, September 9, 2021

Bijak Memaknai Etika Global

TEMPAT MENULIS KARYA ILMIAH, JURNAL AKADEMIK, KLIK DISINI!


 



 

Bijak memaknai "Etika Global" adalah sebuah kebutuhan penting untuk tidak membawa kita jatuh pada mimpi mewujudnya sebuah dunia tanpa persoalan

 

Hidup bersama selalu saja menghadirkan persoalan, meski pada saat bersamaan juga menghadirkan kebaikan bersama. Bagaimanakah dalam keterbatasan manusia, relasi antar sesama itu bisa menghadirkan kebaikan, dan kedamaian bersama. Mungkinkah sebuah etika global dapat mewujud dalam hidup bersama manusia yang terbatas itu?

 

Berbicara terkait etika global, bisa jadi kita hanya akan terjebak pada sebuah mimpi indah, yaitu mimpi tentang kedamaian antarsesama manusia yang tak mungkin mewujud. Kita hanya berandai-andai, jika ada aturan bersama, dan semua individu mengikuti aturan itu, surga tentu akan hadir di bumi ini.

 

Mimpi indah itu juga diutarakan kaum yang percaya akan keadilan pasar. Pemerintah tidak boleh campur pada urusan pasar, dan pasar akan punya keadilan pasar, Seperti kata John Adam Smith, ada tangan Tuhan yang mengendalikan pasar.

 

Nyatanya, negara maju terus maju, dan negara miskin tetap merana. Mereka yang  kaya bisa lebih mudah menumpuk kekayaan yang jauh lebih besar lagi, sedang mereka yang miskin terseok-seok keluar dari kemiskinan. Pasar sesungguhnya tak memiliki keadilan. Pasar tak mungkin mewujudkan etika global yang dapat diaati bersama.

 

Dunia bisnis tak pernah menghadirkan keadilan, mesti ada aturan yang berada di atasnya untuk mengatur, tapi, dunia bisnia tak akan peduli dengan aturan itu, kecuali aturan itu bisa mempertahankan dan mengembangkan para pebisnis itu. Istilah “win-win solution”sebenarnya hanya sebatas ungkapan kosong, seperti candu untuk membungkam mereka yang miskin.

 

Bagaimana dengan pemerintahan bangsa-bangsa?

Lihat saja Myanmar, mereka yang berambisi untuk berkuasa tak pernah peduli dengan nasib rakyat. Berapa banyak nyawa rakyat yang dikorbankan untuk sebuah kekuasaan.

 

Janji kesejahteraan untuk rakyat hanya slogan, politik hanya bisa dipuaskan dengan kekuasaan. Adakah etika bersama yang bisa mengaturnya?

 

Paradoks Global dan Lokal

 

Global dan lokal itu suatu paradoks, mendamaikannya tentu saja tidak mudah. Soekarno pernah berusaha mendamaikan internasionalisme dan nasionalisme, dengan kalimatnya yang tersohor, “Nasionalisme Indonesia harus bertumbuh dalam taman sarinya internasionalisme.”Maksudnya adalah jangan buang “Nasionalisme” dan jangan tidak peduli dengan “Internasionalisme.” jangan jadi metropolitanisme dan jangan jadi chauvinisme.

 

Menurut saya etika global dan lokal adalah sebuah paradoks, etika global tidak boleh menelan etika pada komunitas tertentu, demikian juga etika komunitas tertentu jangan tidak peduli dengan etika global. Berarti etika global mestinya suatu meta etika, yang mengacu pada prinsip-prinsip universal.

 

Persoalannya, dalam teori kebijakan dipahami bahwa batasan publik dan privat itu tidak memiliki batasan yang tegas. Artinya nilai-nilai privat bisa menjadi nilai-nilai publik, demikian juga nilai-nilai publik bisa jadi hanya sekadar nilai privat.

 

Deklarasi universal HAM yang diagungkan sebagai piagam mulia, saat ini menjadi polemik, dan tidak semua negara bisa menerimanya, ambil contoh, instrumen hak-hak azasi universal itu yang turunannya ada pada konvensi-konvensi, tidak semua negara meratifikasinya, artinya tidak semua negara bisa menerapkan etika global itu pada batas-batas negara mereka.

 

Menurut saya, etika global itu bukan suatu kondisi tertentu, tapi sebuah pencapaian yang terus menerus berlangsung, etika global itu tidak pernah berhenti pada titik tertentu. Karena etika berbicara relasi antar manusia, maka sejatinya ketika global itu harus memanusiakan manusia.

 

Manakala ada aturan yang tidak memanusiakan mansia, maka aturan itu perlu diperbaiki. Etika global itu bukan kitab suci, bukan sebuah standar absolut, meski etika global itu mesti mengacu pada yang absolud, dan yang basolut itu hanya Tuhan.

 

Memaknai Etika Global secara benar.

 

Sebuah etika global, adalah sebuah pencapaian umat manusia dalam bersama-sama mengambil keputusan bersama untuk kebaikan bersama.

 

Etika global bukan produk orang cerdik pandai, meski keterlibatannya diperlukan, tapi kaum cerdik pandai itu tidak bisa menghasilkan etika global dari kepala mereka yang terbatas.

 

Para cerdik pandai itu, juga tokoh-tokoh agama, jangan pernah merasa memiliki solusi tunggal untuk semua persoalan umat manusia. Sebaliknya, para cerdik pandai, tokoh agama perlu mengakui keterbatasannya, untuk saling mendengarkan dan kemudian menghasilkan aturan yang lebih baik untuk semua.

 

Jadi, Merumuskan sebuah etika global, seperti juga sebuah kebijakan publik perlu melibatkan semua pemangku kepentingan, dan tidak boleh seorangpun merasa paling tahu yang terbaik untuk semua.

 

Karena itu saling mendengarkan dan menghargai keragaman pandangan perlu terus didengungkan untuk hadirnya sebuah etika yang menjadi jawaban bagi semua, meski itu sendiri tak pernah mencapai titik akhir.

 

Dr. Binsar Antoni Hutabarat

https://amzn.to/3v50VlM

https://www.binsarhutabarat.com/2021/04/bijak-memaknai-etika-global.html

Friday, September 3, 2021

Ini Rahasia Terbebas Dari Hukuman Kekal

  


 

Ini Rahasia Terbebas Dari Hukuman Kekal

 

Lihatlah hidup pemberita kabar baik itu, perkataan dan perbuatanya saling mengokohkan. Ini rahasia kebesarannya!
 

 

Sebab aku mempunyai keyakinan yang kokoh dalam Injil, karena Injil adalah kekuatan Allah yang menyelamatkan setiap orang percaya, pertama-tama orang Yahudi, tetapi juga orang Yunani. Sebab di dalamnya nyata kebenaran Allah, yang bertolak dari iman, seperti ada tertulis, “Orang benar akan hidup oleh iman.” (Roma 1:16-17)

 

Apakah yang membuat Paulus tidak malu memberitakan kematian seorang anak tukang kayu, yang mati dengan cara hina, mati di salib?

 

Hal yang luar biasa lainnya lagi adalah, mengapa Paulus yang berasal dari bangsa kecil, tidak malu dan berani datang dan ingin menyaksikan Injil di kota yang penuh kemegahan, kebesaran seperti Roma pada waktu itu?

 

Pada forum pakar, siapakah yang berani bicara tanpa menguasai teori-teori pakar mutakhir? Meski Roma bukan gudangnya para filsuf, tapi kejayaan militer Roma yang menguasai dunia pada waktu itu pastilah akan menyepelekan bangsa-bangsa jajahannya, juga kehadiran orang seperti Paulus yang berasal dari bangsa jajahan Roma.

 

Injil Kekuatan Allah

 

Berita Injil berpusat pada Kristus. Yesus mati di salib untuk menggenapi rencanaAllah Bapa. Kematian Yesus di salib sekaligus merupakan berita kemenangan.

 

Yesus mati disalib untuk mengalahkan maut, membebaskan manusia berdosa dari hukuman kekal. Mereka yang percaya pada kematian dan kebangkitan Yesus tidak lagi berada dalam hukuman.

 

Berita Injil adalah berita dari Allah. Mereka yang percaya pada kematian dan kebangkitan Yesus untuk menebus dosa manusia mendapatkan tugas misi Allah untuk memberitakan kabar sukacita tentang penebusan manusia dari dosa, membebaskan manusia berdosa dari hukuman kekal.

 

Menjalankan misi Allah, menjadi duta-duta Kristus adalah tugas mulia, tugas besar dari Yesus yang memiliki kuasa di sorga dan di bumi.

 

Pantaslah jika Paulus tidak malu menghadapi kesombongan Roma,meskipun pada waktu itu pada umumnya orang-orang Kristen adalah penduduk biasa, bahkan banyak dari mereka yang menjadi Kristen itu adalah budak-budak yang diremehkan Penduduk Roma.

 

 

Injil yang menyelamatkan

 

Paulus tidak malu menyampaikan berita Injil, karena berita injil adalah kebutuhan semua manusia untuk terbebas dari hukuman kekal.

 

Semua orang dari segala lapisan masyarakat, termasuk penduduk Roma yang penuh kebanggaan sebagai rakyat negara besar, tetap saja membutuhkan berita Injil. Tanpa menerima korban Kristus di kayu salib tidak ada orang yang dapat dibenarkan, dan diselamatkan.

 

Paulus tidak malu membawa berita Injil karena luaran mereka yang menerima berita Injil itu jelas, yaitu mendapatkan keselamatan yang juga mewujud dalam pembaruan hidup.

 

Tanpa hidup di dalam Allah, di damaikan dengan Allah melalui korban Kristus di salib, tidak ada orang yang dapat dibenarkan dan hidup benar.

 

Luaran mereka yang menerima injil itu berlaku pada setiap orang yang menerima Injil. Karya Roh Kudus kemudian menerapkan karya keselamatan yang dikerjakan Kristus di Salib menjadi pengalaman hidup.

 

Mereka yang menerima Injil mengalami pertobatan dan menyerahkan hidup kepada Allah. Hidup dalam iman kepada Allah, hidup bergantung pada Allah, hidup dalam Allah.

 

 

Hidup pemberita Injil

 

Paulus sangat yakin terhadap Injil, dan tidak malu memberitakan injil kepada pembesar-pembesar di Roma sekalipun karena Injil yang dibawanya adalah dari Allah, Sang penguasa di bumi dan di sorga.

 

Paulus bukan hanya mendengar kabar tentang kuasa Injil, tetapi mengalami secara pribadi bagaiman kuasa Injil itu telah merubah hidupnya. Luaran mereka yang menerima Injil itu jelas. Dan semua orang membutuhkan injil.

 

Itulah sebabnya dalam Roma 12 dan pasal-pasal selanjutnya Paulus menjelaskan pentingnya hidup dalam iman. Bukan hanya percaya dalam arti memiliki pengetahuan kognitif, tetapi Paulus juga mendedikasikan hidupnya untuk kemuliaan Injil.

 

Kemuliaan Injil perlu diwujudlan dalam komitmen hidup dalam ketaatan pada firman Allah. Komitmen hidup dalam keluarga, ketaatan pada pemerintah untuk mewujudkan kehidupan publik yang damai dan sejahtera.

 

Hidup harmoni dengan sesama orang percaya. Menghadirkan damai Allah dalam seantero kehidupan adalah hidup sang pemberita Injil.

Tuhan dimuliakan.

 

Dr. Binsar Antoni Hutabarat  

 

 https://www.binsarhutabarat.com/2021/05/ini-rahasia-terbebas-dari-hukuman-kekal.html

 

Pelarangan ibadah tak boleh terjadi di Indonesia

http://dlvr.it/T6tpgz