Friday, May 6, 2022

Menulis dan Mengarang Itu Beda

 




Menulis dan Mengarang Itu Beda

Menulis artikel ilmiah berbeda dengan mengarang. Menulis artinya, penulis sudah mengetahui apa yang akan ditulis dan kemudian baru menuangkannya dalam bentuk tulisan. Sedang mengarang, biasanya pengarang langsung menuliskan apa yang terlintas di benak pengarang atau dalam imajinasi pengarang. Pada awal membuat karangan, pengarang belum tahu keseluruhan yang akan dituangkan dalam karangannya. 

Mengarang lebih bergantung pada imajinasi pengarang yang terus bergerak maju. Meskipun tetap karangan itu perlu memiliki relasi dengan realitas agar dipahami pembaca.

Menulis perlu riset

Untuk membuat sebuah tulisan ilmiah, penulis harus terlebih dulu memahami apa yang akan ditulis dengan terlebih dulu melakukan penelitian.

Setelah persoalan yang telah diteliti itu dipahami dengan baik, barulah hasil penelitian itu dituangkan dalam bentuk tulisan. Model tulisan tentu saja bergantung pada target pembacanya. 

Untuk skripsi, Tesis, atau disertasi target pembacanya adalah  dosen pembimbing serta dosen penguji, pemilihan kata atau diksi perlu memerhatikan target pembaca.

 Semua orang bisa menulis

Menulis artikel ilmiah untuk Jurnal, Skripsi, tesis, atau disertasi tidak memerlukan bakat seperti untuk menjadi seorang pengarang. Menurut saya semua orang bisa menulis karya ilmiah, asalkan memiliki ketekunan, dan terus belajar meningkatkan kemampuan menulisnya.

Peningkatan kemampuan menulis setidaknya terkait dengan pengetahuan tentang penalaran dan pengetahuan bahasa tulis. Kemampuan penalaran dapat ditingkatkan dengan banyak membaca. Demikian juga perihal ide atau gagasan sebagai syarat utama menulis, itu di dapat melalui membaca.

Karena itu, jangan duduk-duduk mencari ilham untuk mempersiapkan menulis sebuah karya ilmiah. Pergilah ke perpustakaan, bacalah jurnal-jurnal ilmiah. Pahami baik-baik  teori-teori yang akan menjadi alat analisis masalah. Dan pahami baik-baik masalah yang akan diteliti sebelum menulis proposal penelitian.

Menulis adalah merekam, menyimpan dan mendokumentasikan apa yang kita baca, mengonstruksinya, menata kembali, kemudian memproduksi sesuatu yang bermanfaat. 

Kita tentu setuju bahwa bahasa mempengaruhi pikiran, dan demikian juga pikiran mempengaruhi bahasa. Karena itu untuk menghasilkan karya tulis yang baik, dibutuhkan kemampuan bernalar, dan juga kemampuan bahasa tulis. Keduanya itu di dapat melalui membaca dan menuliskan apa yang telah dibaca.


Perhatikan Proses Penulisan

Banyak mahasiswa gagal menghasilkan skripsi, tesis, disertasi yang baik, karena belum mampu membedakan menulis dan mengarang. Tidak jarang saya jumpai, mahasiswa langsung saja menulis skripsi sambil mengumpukan bahan atau data, utamanya mereka yang menulis karya ilmiah, skripsi, tesis atau disertasi berupa sebuah kajian teori.

Sambil membaca buku, mereka menuliskan langsung apa yang mereka baca. Itulah sebabnya struktur tulisan biasanya kurang bagus. Bahkan tidak jarang sulit memahami isi tulisan itu. Dan mungkin mahasiswa itu sendiri pun tidak memahami apa yang ditulisnya, sehingga tidak heran ketika sidang skripsi, atau tesis banyak diantara mereka yang gagal.

Untuk menulis sebuah karya ilmiah seorang mahasiswa sebaiknya mempunyai catatan penelitian yang tersimpan baik, dan kemudian menyusun catatan tersebut dengan cara yang sistematis. Setelah memahami hasil penelitian itu, barulah disusun menjadi sebuah draft tulisan.

Setelah selesai membuat draft tulisan, lakukanlah  revisi, pada revisi ini jangan ragu untuk merombak struktur tulisan jika dianggap urutannya tidak logis. Sebaiknya struktur tulisan dianalisis dengan baik, secara berulang-ulang sampai sungguh-sungguh yakin bahwa urutannya sudah logis, dan sistematis.

Setelah melakukan revisi, barulah dilakukan editing. Pada fase editing ini penulis perlu fokus pada analisis kata dan kalimat yang digunakan, dengan memperhatikan pemilihan kata atau diksi yang sesuai dengan target pembaca. Setelah itu barulah tulisan itu diserahkan kepada dosen sebagai pembaca.

Banyak tulisan paper mahasiswa memiliki hasil yang buruk, karena penulisan tidak didahului  penelitian, dan proses penulisan tidak memenuhi urutan penulisan yang baik, untuk dapat menghasilkan naskah yang baik.

Menulis itu sendiri sebenarnya tidak sulit, dan dapat dipelajari. Tapi, persoalannya adalah, tidak ada karya besar yang dapat dihasilkan dengan cara mudah, semua itu membutuhkan kerja keras. Demikian juga hal nya dengan mengarang, untuk menghasilkan karya besar, pengarang-pengarang tersohor itu perlu kerja keras. Baik dalam hal melatih imajinasi mereka, dengan tetap mengikuti persoalan-persoalan terkini yang menjadi kebutuhan pembaca masa kini.


 Kontak: 

 Email: antonihutabarat@gmail.com

Dr. Binsar Antoni Hutabarat

https://www.binsarhutabarat.com/2022/03/menulis-dan-mengarang-itu-beda.html

Wednesday, May 4, 2022

Sumpah Pemuda Indonesia Masa Kini




 Sumpah Pemuda Indonesia Masa Kini

 

Pemuda masa kini menghadapi tantangan yang jauh lebih berat dibandingkan masa-masa sebelumnya. Pemuda menghadapi tantangan kemiskinan, pengangguran, buta aksara, hingga terinfeksi HIV/AIDS. Jumlah pemuda mencapai 18 persen dari total penduduk dunia. Namun sekitar 200 juta pemuda dunia hidup miskin, 88 juta menganggur, dan 160 juta pemuda mengalami masalah gizi. Selain itu, 130 juta pemuda masih buta aksara dan 10 juta anak muda hidup dengan HIV AIDS.

 

Kondisi pemuda yang memilukan tersebut ada di Indonesia. Berdasarkan hasil sensus dari Badan Pusat Statistik (BPS) populasi pemuda (usia 18-35 tahun) di Indonesia mencapai 80.659.718 atau sekitar 37,2 % dari jumlah populasi penduduk Indonesia secara keseluruhan, dan kebanyakan pemuda Indonesia menghadapai tantangan yang amat berat.

 

Bambang Trijoko, Asisten Deputi Pemberdayaan Lembaga Kepemudaan Deputi Bidang Pemberdayaan Pemuda Kementerian Negara Pemuda dan Olahraga (Kemenpora), di Jakarta, Selasa (2/6). Pada Temu Konsultasi Organisasi Kepemudaan Tingkat Nasional 2009 yang bertajuk Paparan Life Skill melalui lembaga kepemudaan  melaporkan pemuda Indonesia masih banyak yang menganggur dan dibelit kemiskinan. Tingkat partisipasi angka kerja pemuda masih rendah termasuk pula akses kesempatan memperoleh pendidikan.

 

Laporan Komisi Penanggulangan AIDS (KPA) melengkapi tantangan berat yang kini dihadapi pemuda Indonesia karena jumlah terbesar penderita HIV/AIDS di Indonesia adalah pemuda.

 

Bonus Demografi

 

Pemuda adalah penduduk usia produktif, populasi pemuda yang besar tersebut sesungguhnya merupakan bonus demografi yang dapat membawa Indonesia untuk menjadi lebih sejahtera. Penduduk usia produktif (usia 15-64 tahun) Indonesia pada tahun 2015-2020 diproyeksikan mencapai 180 juta jiwa. Jika saat ini angka kelahiran (TFR ) 2,3  dengan jumlah penduduk 231 juta, dan setiap tahun bertambah 3,9 juta, sehingga dalam periode 2015-2020 penduduk Indonesia mencapai 250,5 juta, maka penduduk usia produktif pada saat itu 71,85 %.

 

Pemerintah wajib mempersiapkan generasi muda bagi kesinambungan Indonesia, populasi pemuda yang besar  menuntut tersedianya biaya pendidikan yang tinggi, namun itu bukanlah pemborosan karena investasi untuk pendidikan merupakan kunci utama untuk dapat memanfaatkan bonus demografi yang Indonesia miliki secara optimal.

 

Jauh-jauh hari Plato telah mengingatkan, manusia adalah mahkluk yang paling lemah lembut dan ilahi bila ia dijadikan demikian oleh pendidikan yang benar, tetapi dialah manusia yang degil di dunia ini, kalau tidak dididik baik atau sebaliknya dididik salah.

 

Yohanes Amos Comenius (Komensky), bapak pendidikan modern berujar, pengetahuan yang luas dapat menghalangi terjadinya banyak kesalahan dari pihak manusia. Manusia tidak boleh hanya mengumpulkan fragmen pengetahuan secara dangkal karena itu bisa berdampak buruk bagi sesamanya. Pengetahuan yang luas tesebut hanya bisa di dapat melalui pendidikan yang berkualitas. Jadi pemuda tidak hanya diperlengkapi dengan ilmu pengetahuan tertentu, tetapi juga tujuan dari ilmu pengetahuan yang adalah untuk kesejahteraan manusia, yaitu suatu pendidikan yang terintegrasi.

 

Apabila pemerintah mampu memfasilitasi penduduk produktif itu dengan pendidikan berkualitas, bonus demografi akan menjadi peluang untuk membawa Idonesia menjadi lebih sejahtera.

 

Peluang bencana

 

Berdasarkan standar nasional pendidikan 65 % pendidikan di Indonesia masih berada dibawah standar, hanya 35 persen pendidikan di Indonesia yang memenuhi standar tersebut. Rendahnya kualitas pendidikan di Indonesia juga terlihat dari masih buruknya fasilitas perpustakaan sekolah.

 

Dari sekitar 250.000 sekolah, mulai tingkat sekolah dasar hingga sekolah menengah atas dan sederajat, hanya sekitar 16.000 sekolah atau tak sampai 7 % yang memiliki perpustakaan sekolah. Sekolah yang memiliki perpustakaan itu sebagian besar sekolah menengah atas dan sekolah menengah pertama. Itulah sebabnya minat baca pelajar Indonesia masih rendah, dan berdampak sampai pada perguruan tinggi.

 

Penyediaan pendidikan berkualitas dan murah kalau tidak ingin dikatakan gratis, karena sampai saat ini belum ada pendidikan gratis, yang ada hanya SPP gratis, mustahil dipenuhi secara cepat dengan 20 % anggaran pendidikan sesuai yang ditetapkan dalam UU Sisdiknas.  Undang-Undang  No 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (sisdiknas) serta kesepakatan antara DPR dan pemerintah menetapkan gaji pendidik tidak termasuk dalam lingkup anggaran pendidikan sebesar 20% APBN.

 

Dengan alokasi pendidikan saat ini yang memasukan gaji guru dalam lingkup anggaran pendidikan berdasarkan keputusan Mahkama Konstitusi. Pendidikan Indonesia tentu tidak  akan mengalami perubahan berarti. Ironisnya, pemerintah justru menurunkan anggaran pendidikan pada tahun 2010. Dalam RAPBN 2010, Presiden menyebutkan anggaran pendidikan mencapai Rp. 201, 93 triliun dari total RAPBN Rp. 1.009,5 triliun, dari jumlah tersebut Depdiknas tinggal mengelola Rp. 51,5 triliun atau berkurang 10 triliun dibanding tahun sebelumnya.

 

Menurut data  UNDP hampir  55% dari  laki-laki berumur 12 – 17 tahun di Indonesia hanya mengecap pendidikan sampai SMP,  dan  30% hanya menikmati sampai dengan SD, itupun pada sekolah dengan mutu rendah .  Jumlah guru dengan  standar mutu  competence, untuk Indonesia  kira-kira tidak lebih dari 20% , selebihnya adalah tidak memadai untuk era globalisasi pada saat ini.

 

Lemahnya kompetensi pemuda karena tidak memiliki akses pendidikan berkualitas menyebabkan pengangguran terus bertambah, kemiskinan dan pengangguran inilah yang membuat pemuda mudah tergoda untuk melakukan tindak kriminal dan jatuh pada kehidupan seks bebas serta narkoba yang menjadi pintu masuk HIV/AIDS.

 

Pada sisi lain, pemuda yang dididik salah telah merepotkan banyak orang di Indonesia, karena bisa menjadi alat terorisme yang dampak mengahancurkannya sangat luar biasa. Pelaku Bom bunuh diri  J.W. Marriot dan Ritz Carlton adalah anak-anak muda yang dididik  salah.

 

Rakyat bersalah jika tidak mau memperoleh pendidikan yang berkualitas dan benar, namun, pemerintah yang  ber-lambat lambat menyediakan pendidikan yang berkualitas juga patut dipersalahkan

 

Pemuda Indonesia menghadapi tantangan yang berat untuk memajukan bangsa, mengambil tongkat estafet kepemimpinan, jika pemerintah tidak mau berinvestasi secara serius dalam pendidikan yang berkualitas. Bahkan, peluang bencana akan terbuka lebar-lebar jika pemerintah tidak segera membenahi pendidikan Indonesia yang menyedihkan itu.

 

Binsar Antioni Hutabarat


https://www.binsarhutabarat.com/2022/05/sumpah-pemuda-indonesia-masa-kini.html

Pelarangan ibadah tak boleh terjadi di Indonesia

http://dlvr.it/T6tpgz