Thursday, June 3, 2021

Save Pancasila





 #SavePancasila#

 

 

Sejarah melaporkan kepada kita, Pancasila bukan hanya memersatukan Indonesia, tapi juga kerap digunakan oleh mereka yang berkuasa untuk melatenkan kekuasaannya. 

Tiga puluhan tahun lebih Pancasila dibekukan, meminjam istilah Syafei Maarif, Pancasila sekadar dijadikan Etalase politik.

 

Menafsirkan Pancasila

 

Pancasila adalah nilai-nilai yang diam dalam sanubarinya rakyat Indonesia. Jadi, tepatlah ketika Presiden Soekarno mengatakan, beliau hanya menggali nilai-nilai Pancasila. Pancasila bukan produk pemikiran Soekarno semata, tapi seluruh rakyat Indonesia.

 

Karena nilai-nilai yang tertuang dalam Pancasila itu diam dengan rukun dalam sanubarinya rakyat Indonesia, maka menafsirkan  sila-sila Pancasila sederhananya tidak boleh menegasikan nilai-nilai yang ada pada sila-sila yang lain.

 

Sila ketuhanan yang maha esa menyatakan bahwa rakyat Indonesia adalah rakyat yang ber-Tuhan, Tuhan yang dikenal dalam agama-agama dan kepercayaan-kepercayaan dalam agama-agama suku. Itu berarti, Pancasila tidak boleh menggusur agama atau kepercayaan apapun yang ada di indonesia.

 

Pancasila sejatinya memersatukan semua agama-agama yang ada di Indonesia, yang diwujudkan dalam kesepakatan bahwa semua manusia Indonesia adalah manusia yang bermartabat.

 Manusia adalah ciptaan Tuhan yang mulia, dan wajib hidup saling menghargai. Itulah yang dituangkan dalam sila kemanusiaan yang adil dan beradab.

 

Manusia Indonesia yang ber-ketuhanan yang maha esa itu juga mengakui bahwa manusia itu terbatas, manusia itu memiliki keunikan masing-masing.

Manusia yang beradab itu wajib hidup dalam persatuan untuk membangun hidup bersama yang baik. Itulah yang dituangkan dalam sila ketiga, Persatuan Indonesia.

 

Manusia Indonesia yang ber-ketuhanan yang maha esa itu bukan hanya mengakui bahwa manusia itu manusia yang beradab, perlu hidup dalam persatuan.

Dalam membangun hidup bersama demi kebahagiaan bersama, manusia Indonesia yang beradab itu juga mengakui keberadaan manusia Indonesia yang tidak sempurna.


Ketidaksempurnaan memungkinkan adanya perbedaan dan konflik. Tetapi itu semua dapat diselesaikan dengan menjunjung persatuan untuk kepentingan bersama.


Perbedaan pendapat, konflik dalam kehidupan bangsa indonesia itu harus diselesaikan dengan jalan musyawarah dan mufakat. Itulah yang dituangkan dalam sila ke empat, Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyahwaratan perwakilan.  

 

Sila pertama. Kedua, ketiga dan keempat jelas telah  menyatukan tekad rakyat Indonesia untuk merdeka dengan cita-cita kemerdekaan untuk menghadirkan masyarakat Indonesia yang adil dan makmur. Itulah yang dituangkan dalam sila kelima, Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.

 

Pancasila melawan korupsi

 

Korupsi adalah musuh masyarakat Pancasila. Korupsi melemahkan pemerintah untuk mensejahterakan rakyat Indonesia. 

Korupsi dana bencana makin menyengsarakan masyarakat Indonesia yang berada dalam kesusahan akibat bencana yang banyak melanda masyarakat Indonesia.

 

Salah satu lembaga yang menjadi harapan rakyat Indonesia untuk memberantas korupsi adalah KPK. Tapi, sayangnya orang-orang yang berprestasi di KPK digusur justru dengan alasan tidak lolos test wawasan kebangsaan.

 

Kontroversi TWK yang belum selesai itu kemudian membuat banyak orang bergetar, apa yang terjadi dengan Pancasila, mengapa tanggal 1 Juni yang merupakan hari lahirnya Pancasila itu dijadikan hari proklamasi penggusuran mereka yang berprestasi di KPK dengan alasan tidak lolos TWK.

 

Mungkin benar apa yang dikatakan Syafei Maarif, Pancasila hanya dijadikan etalase politik, bahkan dijadikan alat untuk melatenkan kekuasaan mereka yang berkuasa, termasuk melatenkan koruptor.

 Bagaimana dengan masa depan bangsa ini jika Pancasila terus sekadar dijadikan etalase politik, apalagi jadi instrumen memecah belah persatuan dan kesatuan bangsa?

Save KPK!

 

Dr. Binsar Antoni Hutabarat


https://www.binsarhutabarat.com/2021/06/save-pancasila.html

Wednesday, June 2, 2021

Pencegahan dan Penanggulangan Ekstremisme

 




 

Peraturan Presiden tentang Pencegahan dan Penanggulangan Ekstremisme Berbasis Kekerasan Yang mengarah Pada Terorisme dibawah ini penting dipahami oleh semua elemen bangsa untuk mengatasi persoalan kekerasan di negeri ini .








Menimbang : a.

 

b.

C.

bahwa seiring dengan semakin meningkatnya ancaman ekstremisme berbasis kekerasan yang mengarah pada terorisme di Indonesia, telah menciptakan kondisi rawan yang mengancam  hak atas rasa aman dan stabilitas keamanan nasional; bahwa dalam upaya pencegahan dan penanggularigan   ekstremisme berbasis kekerasan yang mengarah pada terorisme, diperlukan suatu strategi komprehensif, untuk memastikan langkah yang   sistematis, terencana, dan terpadu dengan melibatkan peran aktif seluruh pemangku kepentingan;

bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b, perlu menetapkan Peraturan Presiden tentang Rencana Aksi Nasional Pencegahan dan Penanggulangan Ekstremisme Berbasis Kekerasari yang Mengarah pada Terorisme Tahun 2020-2024;

 

Mengingat

-2-

1. Pasal 4 ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;

2. Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2003 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang- Undang Nomor 1 Tahun 2002  tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme Menjadi Undang-Undang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 45, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4284) sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor S Tahun 2018 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2003 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang- Undang Nomor 1 Tahun 2002  tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme Menjadi Undang-Undang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2018 Nomor 92, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 62 16);

 

MEMUTUSKAN:


Menetapkan : PERATURAN  PRESIDEN  TENTANG  RENCANA  AKSI NASIONAL PENCEGAHAN DAN PENANGGULANGAN EKSTREMISME BERBASIS KEKERASAN YANG MENGARAH PADA TERORISME TAHUN 2020-2024.


Pasal 1

Dalam Peraturan Presiden ini yang dimaksud dengan:

1. Pencegahan  dan  Penanggulangan   Ekstremisme Berbasis Kekerasan yang Mengarah pada Terorisme yang selanjutnya disebut PE adalah upaya yang dilakukan secara sistematis, terencana, dan terpadu dalam rangka mencegah dan menanggulangi ekstremisme berbasis  kekerasan  yang  mengarah pada terorisme.

2. Ekstremisme Berbasis Kekerasan yang Mengarah pada Terorisme adalah keyakinan dan/ atau tindakan yang menggunakan cara-cara kekerasan atau ancaman kekerasan  ekstrem dengan tujuan mendukung atau melakukan aksi terorisme.

3. Terorisme adalah perbuatan yang menggunakan kekerasan atau ancaman kekerasan yang menimbulkan suasana teror atau rasa takut secara meluas, yang dapat menimbulkan korban yang bersifat massal, dan/ atau menimbulkan kerusakan atau kehancuran terhadap objek vital yang strategis, lingkungan hidup, fasilitas publik, atau fasilitas internasional dengan motif ideologi, politik, atau gangguan keamanan.

4. Rencana Aksi Nasional Pencegahan dan Penanggulangan Ekstremisme Berbasis Kekerasan yang Mengarah pada Terorisme yang selanjutnya disebut RAN PE adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan secara sistematis dan terencana untuk mencegah dan menanggulangi Ekstremisme Berbasis Kekerasan yang Mengarah pada Terorisme yang digunakan sebagai acuan  bagi kementerian, lembaga, dan pemerintah daerah dalam melakukan pencegahan dan penanggulangan Ekstremisme Berbasis Kekerasan yang Mengarah pada Terorisme.


5. Aksi Pencegahan dan Penanggulangan Ekstremisme Berbasis Kekerasan yang Mengarah pada Terorisme yang selanjutnya disebut Aksi PE adalah kegiatan atau program sebagai penjabaran lebih lanjut dari RAN PE untuk dilakukan oleh kementerian, lembaga, dan pemerintah daerah.

6. Sekretariat Bersama RAN PE adalah unit Pelaksana RAN PE yang dibentuk untuk mengoordinasikan, memantau, dan mengevaluasi pelaksanaan RAN PE di kementerian, lembaga, dan pemerintah daerah.

 

Pasal 2

(1) Dengan Peraturan Presiden ini ditetapkan RAN PE Tahun 2020-2024.

(2) RAN PE bertujuan untuk meningkatkan pelindungan hak atas rasa aman warga negara dari Ekstremisme Berbasis Kekerasan yang Mengarah pada Terorisme, sebagai bagian dari pelaksanaan kewajiban negara terhadap hak asasi manusia dalam  rangka memelihara stabilitas keamanan  nasional berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

 

Pasal 3

(1) RAN PE sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 memuat:

a. pendahuluan; dan

b. strategi RAN PE Tahun 2020-2024.

(2) RAN PE sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tercantum dalam Lampiran yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Presiden ini.

 


-  5 -

 

    Strategi RAN PE sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b dilengkapi dengan Aksi PE.

(4) RAN PE Tahun 2020 telah dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

 

Pasal 4

(1) Menteri dan pimpinan lembaga, bertanggung jawab atas pelaksanaan RAN PE  sesuai  dengan kewenangan masing-masing berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan.

(2) Gubernur dan bupati/walikota, bertanggung jawab atas pelaksanaan RAN PE di daerahnya masing- masing dengan koordinasi kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan dalam negeri sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

 

Pasal S

(1) Dengan Peraturan Presiden ini dibentuk Sekretariat

Bersama RAN PE.

    Sekretariat Bersama RAN PE sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri atas unsur:

a. kementerian yang menyelenggarakan koordinasi, sinkronisasi, dan pengendalian urusan kementerian dalam penyelenggaraan pemerintahan bidang politik, hukum, dan keamanan;

b. kementerian yang menyelenggarakan koordinasi, sinkronisasi, dan pengendalian urusan kementerian dalam penyelenggaraan pemerintahan bidang pembangunan manusia dan kebudayaan;

C. kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang perencanaan pembangunan nasional;


d. kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan dalam negeri;

e. kementerian yang menyelenggarakan urusan

pemerintahan di bidang luar negeri; dan

f. badan yang menyelenggarakan urusan di bidang

penanggulangan terorisme.

(3) Sekretariat Bersama RAN PE sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dipimpin dan dikoordinasikan kepala badan yang menyelenggarakan urusan di bidang penanggulangan terorisme.

 

Pasal 6

Dalam pelaksanaan Aksi PE sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (3) Sekretariat Bersama RAN PE dapat menambah dan/ atau melakukan penyesuaian Aksi PE sesuai dengan kondisi dan kebutuhan, yang ditetapkan melalui peraturan badan yang menyelenggarakan urusan di bidang penanggulangan terorisme.

 

Pasal 7

(1) Sekretariat Bersama RAN PE sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 bertugas:

a. mengoordinasikan, memantau, dan mengevaluasi

pelaksanaan RAN PE di kementerianJ lembaga;

b. mengompilasi laporan-laporan yang disampaikan oleh kementerian/1embaga dan pemerintah daerah dalam pelaksanaan RAN PE; dan

C. merumuskan dan menyiapkan laporan capaian pelaksanaan dan evaluasi pelaksanaan RAN PE.


(2) Laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c disampaikan oleh kepala badan yang menyelenggarakan urusan di bidang penanggulangan terorisme kepada Presiden paling sedikit 1 (satu) tahun sekali dan/atau sewaktu-waktu jika diperlukan.

(3) Laporan capaian pelaksanaan dan hasil evaluasi pelaksanaan RAN PE sebagaimana dimaksud pada ayat (l) dipublikasikan sebagai wujud akuntabilitas publik.

 

Pasal 8

Dalam melaksanakan RAN PE, kementerian, lembaga, dan pemerintah daerah dapat bekerja sama  dan melibatkan peran serta masyarakat.

 

Pasal 9

(l) Menteri dan pimpinan  lembaga  sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) menyampaikan perkembangan capaian pelaksanaan RAN PE kepada Sekretariat Bersama RAN PE secara periodik setiap 6 (enam) bulan sekali.

(2) Gubernur dan  bupati/walikota  sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (2) menyampaikan perkembangan capaian pelaksanaan RAN PE melalui kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan dalam negeri secara periodik setiap 6

{enam) bulan sekali.

(3) Kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan   dalam   negeri   menyampaikan kompilasi capaian pelaksanaan RAN PE di daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (2) kepada Sekretariat Bersama RAN PE secara periodik setiap 6 (enam) bulan sekali.

 

(4) Sekretariat Bersama RAN PE menghimpun capaian perkembangan pelaksanaan RAN PE sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) sebagai bahan perumusan dan penyiapan laporan capaian pelaksanaan RAN PE.

 

Pasal 10

(1) Dalam mengoordinasikan pelaksanaan RAN PE, Sekretariat Bersama RAN PE melakukan pertemuan paling sedikit 6 (enam) bulan sekali.

(2) Tata cara koordinasi, pemantauan, evaluasi, dan pelaporan pelaksanaan RAN PE disusun oleh Sekretariat Bersama RAN PE yang ditetapkan oleh kepala badan yang menyelenggarakan urusan di bidang penanggulangan terorisme.

 

Pasal 11

Pendanaan RAN PE bersumber dari:

a. Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara;

b. anggaran pendapatan dan belanja daerah; dan/ atau

c. sumber lain yang sah dan tidak mengikat sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

 

Pasal 12

Peraturan Presiden ini mulai berlaku pada tanggal 

diundangkan.

 



Januari 2021
Diundangkan di Jakarta pada tanggal 7 

MENTERI 1-HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA,

 

ttd.

 

YASONNA H. LAOLY

 

 

 https://www.binsarhutabarat.com/2021/01/pencegahan-dan-penanggulangan-ekstremisme.html


Pengalaman Buruk Perancis Menguburkan Doktrin Sekularisisasi

  








 

Konflik bisa disebabkan banyak hal, dan bisa terjadi dalam kelompok agama, suku, budaya, dan antar kelompok. Artinya konflik bukan eksklusif milik agama, karena itu tak ada alasan mengatakan bahwa agama merupakan sumber konflik.

Negara-negara Eropa yang sekuler , seperti Perancis kerap gamang bersikap terhadap agama. Pada sisi lain Barat yang sekuler, jika tidak ingin dikatakan anti agama, kerap tidak mengijinkan agama untuk hadir dalam ruang publik. Ada anggapan ruang publik yang steril dari agama menjanjikan kedamaian untuk semua orang.

Keyakinan itu sebenarnya perlu dikubur, karena bagaimana pun kuatnya negara-negara sekuler menyingkirkan agama untuk hadir di ruang publik, eksistensi agama tak pernah tergusur. 

Mungkin itu masih menjadi mimpi buruk negara-negara sekuler yang awalnya adalah negara agama, dan mereka yang menganut paham sekuler itu mengalami deskriminasi dalam negara agama.

Apabila negara-negara Eropa seperti Perancis dapat arif dalam mengamati perjalanan sejarah, maka mereka yang menganut paham sekuler itu tak perlu anti agama, apalagi berusaha mendeskriminasikan agama-agama untuk melindungi eksistensi mereka.


Pengalaman buruk Perancis

Perancis perlu Belajar dari Presiden Jeques Chirac yang menanggapi postif protes negara islam terhadap provokasi terang-terangan Tabloid Charlie Hebdo yang mengatakan, “Apapun yang dapat melukai keyakinan orang lain, khususnya keyakinan beragama harus dihindari.”

Pengabaian Nasihat Bijak Chirac yang dilakukan Emmanuel Macron terlihat dengan pemberian dukungan terhadap Sekularisme Perancis yang secara bersamaan juga menumbuhkan islamofobia di Eropa. Apalagi dengan pernyataan macron yang deskriminatif yang akan memberlakukan undang-undang lebih ketat terhada minoritas Muslim di Perancis.

Sebenarnya cemooh kaum sekuler Eropa bukan hanya ditujukan kepada Islam, tetapi juga agama-agama lain. Perancis sebagai negara sekuler, juga negara-negara Eropa sekuler lainnya, kerap melakukan cemooh terhadap agama-agama yang mereka anggap tidak patut hadir di ruang publik. Bagi negara-negara sekuler seperti Perancis agama hanya boleh ada dalam ruang privat agama, dan tidak perlu terlibat untuk membangun kehidupan publik yang aman dan sejahtera.

Tesis negara sekuler terhadap agama

Tesis kematian pelan-pelan dan bertahap dari agama dalam dunia modern dikumandangkan jauh sejak Zaman Pencerahan. Mereka yang mendeklarasikan kematian agama itu bukan hanya tokoh-tokoh filsafat yang anti agama, tapi juga tokoh-tokoh antropologi, dan psikologi, bahwa khayalan-khayalan teologis, ritual liturgis simbolis, dan praktik-praktik sakral adalah produk masa lalu  yang akan memudar dalam masa modern.

Pippa Norris dan Ronald Inglehart menjelaskan: Matinya agama merupakan keyakinan yang luas diterima dalam ilmu-ilmu sosial selama sebagian besar abad ke-20; tak diragukan, hal itu telah dianggap sebagai model utama dari penelitian sosiologis, di mana sekularisasi disejajarkan dengan birokratisasi, rasionalisasi, dan urbanisasi sebagai revolusi-revolusi historis utama yang mengubah masyarakat agraris lama menjadi masyarakat industri modern.

Senada dengan hal itu, C. Wright Mills menjelaskan mengenai proses kematian agama ini seperti berikut: “Dunia pernah dipenuhi dengan yang-sakral-dalam pemikiran praktik, dan bentuk kelembagaan. Setelah Reformasi dan Renaisans kekuatan-kekuatan modernisasi menyapu dunia, dan sekularisasi, sebagai proses historis yang mengikutinya, memperlemah dominasi dari yang sakral. Pada waktunya, yang sakral sepenuhnya menghilang, kecuali mungkin dalam wilayah pribadi”.

Berpijak pada tesis kematian agama itulah ketika perang dingin berakhir Francis Fukuyama mendeklarasikan, bahwa demokrasi liberal sekular merupakan sistem politik terbaik yang bisa dicapai manusia.

 

Menguburkan Doktrin Sekularisasi

Tesis kematian pelan-pelan dan bertahap dari agama tersebut ternyata tidak didukung bukti yang kuat. Munculnya spiritualitas New Age yang melanda dunia hingga ke Indonesia. Kebangkitan gerakan fundamentalisme agama, hingga munculnya kembali partai-partai keagamaan demikian juga di Indonesia membuktikan bahwa agama tidak pernah mati.

Peter L Berger, salah seorang pendukung teori sekularisasi selama 19660-an, secara dramatis menarik kembali klaim-klaim awalnya: “Dunia sekarang ini dengan beberapa pengecualian, … amat sangat religius sebagaimana sebelumnya, dan di beberapa wilayah bahkan lebih religius ketimbang sebelumnya. Hal ini berarti bahwa keseluruhan kepustakaan oleh para sejarawan dan ilmuwan sosial yang secara longgar disebut teori sekularisasi pada dasarnya salah.”

Selaras dengan Berger, Rodney Stark dan Roger Finke berujar, “Setelah hampir tiga abad melakukan ramalan yang sama sekali salah dan salah menafsirkan baik masa kini dan masa lalu, sekaranglah saatnya untuk menguburkan doktrin sekularisasi dalam makam teori-teori yang salah, dan mendoakannya agar doktrin itu “beristirahat dengan tenang.”

 

Negara-negara sekuler patut menyadari bahwa kebebasan tanpa batas bukanlah kebebasan. Kebebasan perlu dilaksanakan dengan memerhatikan kebebasan orang lain. Kebebasan tanpa batas bukanlah kebebasan, tapi keliaran, karena itu sudah sepatutnya kelompok-kelompok sekuler juga mengakui keberadaan agama-agama dan mencontoh tindakan bijak Chrirac untuk tidak melukai perasaan siapapun dalam menjalankan kebebasan. Untuk itu perlu aturan atau undang-undang yang non deskriminatif.

 

Dr. Binsar Antoni Hutabarat


https://www.binsarhutabarat.com/2020/11/pengalaman-buruk-perancis-menguburkan.html






Pelarangan ibadah tak boleh terjadi di Indonesia

http://dlvr.it/T6tpgz