https://www.binsarinstitute.id/2025/01/bergabung-dengan-channel-ini-untuk.html Bergabung dengan channel ini untuk mendapatkan akses ke berbagai keuntungan:
https://www.youtube.com/channel/UC3CMOaIY3a-cDwEwi5VmzkA/join
Channel
Youtube https://www.youtube.com/BinsarAntoniHutabarat @BinsarAntoniHutabarat dengan judul Indonesia Tanpa Korupsi,
Dialog Agama Melawan Korupsi Politik merupakan sebuah gerakan baru yang
melibatlam seluruh rakyat Indonesia untuk berdiri menhadirkan Indonesia
bebas korupsi, melawan korupsi politik yang membuat pemerintah tak mampu
memberikan kesejahteraan bagi rakyat Indonesi.
aktivisme komunitas,
gerakan akar rumput, keterlibatan warga, perubahan sosial, bergabunglah
dalam gerakan, reformasi, melawan korupsi, reformasi politik, persatuan,
keadilan sosial, kepemimpinan etis, demokrasi, korupsi, akuntabilitas,
kesadaran, aktivisme, protes, mengubah dunia, transparansi
Deklarasi Universal HAM
yang juga disebut “Magna Carta” adalah suatu pernyataan dari
berjuta-juta manusia di bumi yang merindukan adanya proteksi HAM.
Deklarasi Universal Ham (DUHAM) yang tidak mengikat itu kemudian
diturunkan dalam konvensi-konvensi Ham
yang bersifat mengikat. Ratifikasi Konvensi Hak-hak asasi manusia,
seperti konvensi Hak-hak sipil dan ekonomi yang bersifat mengikat itu
untuk Indonesia salah satunya dengan hadirnya undang-undang tentang Hak
Asasi manusia.
Deklarasi
HAM itu dapat disebut sebagai ideologi internasional untuk HAM, karena
telah dijadikan pedoman bagi pelaksanaan HAM dalam dunia internasional.
Nilai-nilai universal HAM pertama kali dikumandangkan dalam deklarasi
tersebut. Meski implementasi dari HAM tersebut masih memerlukan
perjuangan panjang yang menuntut perhatian semua umat manusia, tetapi
adanya pedoman bagi penilaian terhadap penghormatan HAM itu merupakan
suatu prestasi penting. Tidaklah berlebihan jika Deklarasi Universal HAM kemudian disebut sebagai Piagam Mulia.
Karena sejak itu, semua manusia mengerti apakah tindakan atas sesamanya
merupakan sesuatu yang melanggar HAM atau tidak, dan ketika deklarasi
tersebut dijadikan pedoman bagi pembuatan Undang-Undang Dasar dalam
suatu negara, maka HAM kemudian mempunyai kekuatan hukum untuk
ditegakkan dalam suatu negara. Deklarasi HAM itu juga telah membuat
negara-negara di dunia bertanggung jawab untuk menjaga implementasi HAM
di negara tempat mereka memerintah.
Kedudukan Deklarasi Universal HAM
menjadi penting bagi suatu Negara karena mempengaruhi hubungan luar
negeri negara tersebut. Deklarasi universal memang tidak mempunyai
kekuatan hukum dan juga tidak memiliki polisi internasional untuk
mengawasi pelaksanaan hak-hak tersebut, juga untuk mengadili pelanggar
HAM di suatu negara. Namun, laporan mengenai keadaan suatu negara yang
tidak mengadakan proteksi terhadap HAM akan membuat banyak kesulitan
bagi negara tersebut dalam menjalin hubungan internasionalnya.
Sejak diterimanya Deklarasi Universal HAM oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB)
pada tanggal 10 Desember 1948, deklarasi itu telah banyak mempengaruhi
banyak negara di dunia untuk melaksanakannya, hal tersebut nyata dengan
digunakannya deklarasi tersebut dalam penyusunan dan perbaikan UUD
negara-negara yang ada, demikian juga yang terjadi dengan Indonesia,
terlebih setelah tumbangnya rejim yang otoriter.
Deklarasi
Universal HAM yang dijadikan sebagai pedoman bagi pelaksanaan HAM dalam
dunia internasional dibangun di atas dasar pemahaman bahwa HAM adalah
hak yang dimiliki oleh manusia dan melekat pada manusia, sehingga tidak
seorangpun berhak mencabutnya. Hak tersebut dimiliki oleh manusia karena
ia terlahir sebagai manusia, hal ini secara eksplisit dituangkan dalam
mukadimah Deklarasi Universal HAM yang berbunyi demikian, “bahwa
pengakuan atas martabat alamiah serta atas hak-hak yang sama dan tidak
dapat dicabut dari seluruh anggota umat manusia merupakan landasan bagi
kebebasan, keadilan dan perdamaian didunia.” Pandangan tersebut
dianggap sebagai sesuatu yang didasari oleh hukum kodrat yang dicetuskan
oleh John Locke. Sehingga Rhoda seorang pengamat tentang hak-hak asasi manusia mengatakan :
Hak
asasi manusia adalah masalah sekuler: hak ini berasal dari pemikiran
manusia tentang hakikat keadilan, bukan keputusan Ilahi. Meskipun hak
asasi manusia dalam prakteknya akan lebih terjamin kalau didasarkan pada
keyakinan agama, dasar keagamaan ini tidak mutlak. Hak asasi manusia
tidak lebih dari deklarasi umat manusia tentang bagaimana mereka
seharusnya. Hak asasi manusia bersifat universal dalam arti harus
universal, tanpa memandang apakah agama-agama besar menerimanya sebagai
prinsip. Prinsip-prinsip hak asasi manusia bukan didasarkan pada agama,
melainkan pada masyarakat sekuler, pada pandangan kaum sekuler tentang
hak yang diperlukan semua orang untuk hidup bermartabat
Pandangan
Rhoda tersebut lahir untuk menanggapi pandangan yang menolak
universalitas dari HAM. Agama-agama yang berbeda ternyata menghasilkan
konsep HAM yang berbeda sehingga universalitas HAM mengalami gugatan
dari kaum relativisme HAM, karena itu bagi Rhoda seorang penganut
universal HAM, tidak penting apakah agama-agama setuju atau tidak, dan
HAM harus bersifat universal. Pemahaman Rhoda tentang HAM yang bersifat
universal merupakan penelusuran konsep HAM modern yang memang dipelopori
oleh para filsuf, secara khusus John Locke. Namun sayangnya Rhoda tidak
mencoba untuk menganalisa darimanakah asalnya pikiran masyarakat
sekuler tersebut. Tentulah dipengaruhi oleh pemikiran-pemikiran
keagamaan juga.
Klaim
bahwa manusia dilahirkan dalam kebebasan dan memiliki martabat yang
sama sebagaimana dikatakan dalam Deklarasi Universal HAM yang
dipengaruhi oleh pikiran Locke, sebenarnya merupakan sesuatu yang
berasal dari pengaruh Yahudi dan Kristen. Yaitu diatas pengakuan manusia
yang diciptakan sebagai gambar Allah. Memang pemahaman bahwa manusia
dikarunia akal serta hati nurani dan harus bergaul dalam semangat
persaudaraan berasal dari pikiran pencerahan.
HAM
memang harus bersifat universal berdasarkan hukum kodrat, namun tidak
berarti bahwa HAM merupakan buah pikiran manusia sekuler semata-mata.
Karena apa yang dinyatakan dalam hukum kodrat John Locke telah ada jauh
sebelum dinyatakan oleh Locke.
Untuk
memahami pengaruh kekristenan dan Yahudi dalam pembentukan pemikiran
hukum kodrat John Lock, dapat ditelusuri dengan mempelajari sejarah
pembentukan pemikiran Barat. Baik di Inggris maupun Amerika, tempat
dimana pemikiran HAM yang modern dikembangkan. Pengaruh kekristenan terhadap institusi legal nyata ketika agama Kristen menjadi agama negara
pada waktu pertobatan Konstantinus. Pada waktu itu, undang-undang
negara dipengaruhi oleh pemikiran kekristenan, seperti undang-undang
yang ditetapkan dalam lembaga pernikahan: pernikahan merupakan
pernikahan monogami, heterosexual dan seumur hidup.
Demikian
juga pada masa Reformasi Protestan yang mengajak untuk kembali kepada
pemahaman manusia sebagai gambar Allah. Reformasi mengakui bahwa semua
manusia memiliki martabat yang sama. Pengakuan itu kemudian melahirkan
suatu kesadaran bahwa semua manusia memiliki kesamaan dihadapan hukum
dan negara.
Pemahaman
manusia memiliki martabat yang mulia dan kesederajatan tersebut
memiliki pengaruh yang besar terhadap Deklarasi Amerika dan Perancis.
Munculnya dasar lain selain agama dalam pembentukan sistem
perundang-undangan negara baru terjadi setelah terjadi konflik sektarian
yang melahirkan perang berdarah, Namun tidak berarti nilai-nilai
kebenaran Kristen tidak lebih baik dari standar sekuler yang kemudian
melahirkan HAM dalam perspektif masyarakat modern, karena pikiran
sekuler tersebut juga berisi pemikiran-pemikiran agama yang telah
mengalami sekularisasi.
Harus
diakui, perkembangan HAM tidak terikat semata-mata dengan tahapan
perkembangan pemikiran Barat, namun tanpa memahami perkembangan tahapan
itu, maka HAM tidak dapat dimengerti dengan baik. Pemikiran HAM akan
memiliki bentuk yang terpotong-potong, yang berakibat lahirnya pemikiran
HAM yang bersifat relative (relativisme HAM).
Pikiran
Rhoda yang ingin mengabaikan agama dengan menganggap HAM adalah buah
karya masyarakat sekuler dengan tidak mempertimbangkan pentingnya
pengaruh agama juga akan mengakibatkan terciptanya jurang antara Barat
dan non Barat. Karena bagi orang-orang yang beragama Islam, Kristen,
Hindu dan Kongfucu
hukum dan agama memiliki kesatuan yang dalam, sehingga menganggap HAM
hanyalah buah manusia sekuler dan tidak mempertimbangkan aspek agama
dalam pembentukan HAM justru akan melahirkan penolakan terhadap HAM yang
bersifat universal. Apalagi apa yang dinyatakan dalam hukum kodrat
sebagai dasar HAM modern dapat dimengerti lebih baik justru dengan
melihat sejarah lahirnya pemahaman hukum kodrat yang telah diakui sejak
lama dalam kekristenan.
Pengaruh pikiran Locke sangat kental pada Deklarasi Kemerdekaan Amerika Serikat.
Karena pernyataan Deklarasi Kemerdekaan Amerika Serikat dianggap
sebagai penetapan yang paling awal dari HAM secara konstitusional, Maka
Locke dianggap sebagai peletak dasar dari HAM jaman modern. Sehingga
lahirnya HAM dalam konsep modern tidak dapat dianggap sebagai buah
karya masyarakat sekuler semata-mata (produk Barat), karena pernyataan
Deklarasi Kemerdekaan Amerika Serikat sarat dengan pemikiran Kristen,
dan itu ada dalam pikiran John Locke, dan karena John Locke seorang
pemeluk agama Kristen dan seorang anggota jemaat dari Church of England.
Mengenai pengaruh pikiran John Locke dalam isi Deklarasi Kemerdekaan Amerika Serikat David Weissbrodt menjelaskan sebagai berikut:
Deklarasi Kemerdekaan Amerika Serikat 4 Juli tahun 1776
menyatakan hak-hak yang tidak dapat dihilangkan dari semua orang untuk
hidup, untuk bebas, dan mencari kebahagiaan. Hak-hak ini diturunkan dari
teori-teori Eropa pada abad ke-18 yang mengatakan bahwa individu itu
pada kodratnya otonom. Begitu masuk ke dalam masyarakat, otonomi setiap
individu bergabung membentuk kedaulatan rakyat. Maka secara prinsip hak
rakyat yang tidak dapat dihilangkan itu telah berubah menjadi hak untuk
memerintah diri sendiri (self government) termasuk hak untuk menentukan
dan mengubah pemerintahnya. Namun masing-masing individu juga masih
tetap memiliki beberapa otonominya yang asli dalam bentuk hak-hak yang
bahkan pemerintah sendiri tidak boleh melanggarnya. Kepercayaan terhadap
hak-hak yang masih dimiliki itu telah menyebabkan masing-masing negara
bagian bersikeras mengenai perlunya tambahan Bill Of Rights kepada Konstitusi Amerika Serikat tahun 1789.
Pandangan
David Weissbrodt di atas merupakan hasil dari analisis kritis dari isi
Deklarasi Kemerdekaan Amerika Serikat yang menjelaskan mengenai alasan
mengapa masyarakat membentuk suatu pemerintahan. Secara eksplisit
pengaruh pikiran Locke mengenai hukum kodrat yang terkait erat dengan
pemikiran Kristen dan Yahudi tersebut tertuang dalam pernyataan
Deklarasi Kemerdekaan Amerika Serikat yang ditulis oleh Thomas Jefferson seperti berikut:
Kami
menganggap kebenaran-kebenaran ini sudah jelas dengan sendirinya: bahwa
semua manusia diciptakan sama; bahwa penciptanya telah menganugerahi
mereka hak-hak tertentu yang tidak dapat dicabut; bahwa di antara
hak-hak ini adalah hak untuk hidup bebas dan mengejar kebahagiaan- bahwa
untuk menjamin hak-hak ini, orang-orang mendirikan pemerintahan, yang
memperoleh kekuasaannya yang benar berdasarkan persetujuan (kawula) yang
diperintahnya. Bahwa kapan saja suatu bentuk pemerintahan merusak
tujuan-tujuan ini, rakyat berhak untuk mengubah atau menyingkirkannya.
Pemahaman
tentang manusia yang diciptakan oleh Allah dengan martabat yang mulia
dan dalam kesamaan merupakan pikiran yang berdasarkan keagamaan, bukan
sekuler, jadi Pengakuan HAM tidak dapat dilepaskan dengan pengaruh
kekristenan.
Pengakuan
akan hak-hak Asasi manusia sebagaimana tertuang dalam Deklarasi
Kemerdekaan Amerika Serikat juga ada dalam Deklarasi Perancis tentang
hak-hak manusia dan warga Perancis tahun 1789. Naskah Deklarasi
Perancis ini diberi judul Deklarasi Hak Manusia dan Warga negara. Karena
dalam deklarasi ini bukan hanya menyatakan hak-hak, tetapi juga
menyatakan hukuman terhadap penyelewengan, sebagaimana terjadi dalam
rejim yang ditumbangkan pada revolusi tersebut. Dalam deklarasi itu
dinyatakan bahwa manusia memiliki hak yang “kodrati” yang melekat pada
manusia dan tak dapat dicabut, pernyatan tersebut terdapat dalam pasal 1
Deklarasi Hak Manusia dan Warga Negara tertanggal 26 Agustus 1789, yang
mengatakan bahwa: “Semua manusia terlahir dan tetap selalu dalam
kebebasan dan persamaan hak. Perbedaan kedudukan dalam masyarakat hanya
dapat didasari oleh kemanfaatan manusia.” Kemudian dalam pasal 4
dinyatakan bahwa: “Kebebasan adalah hak untuk melakukan segala sesuatu
yang tidak merugikan orang lain: dengan demikian batas-batas pelaksanaan
hak kodrati setiap manusia hanyalah dibatasi oleh jaminan pelaksanaan
hak kodrati bagi anggota lain masyarakat. Batas-batas tersebut hanya
dapat ditentukan oleh hukum”. Perbedaannya adalah, jika Amerika Serikat
berjuang untuk merdeka, maka Perancis berjuang menghancurkan sistem
pemerintahan yang absolut dan mendirikan negara demokrasi.
Sebelum
konsep HAM modern ditetapkan secara konstitusional dalam Deklarasi
Kemerdekaan Amerika Serikat dan Perancis pada abad XVII di Eropa sudah
banyak orang berpikir tentang masalah HAM. Hal ini tidak mengherankan
karena pada tahun 1215, di Inggris, lahir Piagam Mulia (Magna Charta)
hasil perjuangan kaum bangsawan melawan kekuasaan Raja John.
Piagam tersebut berisi batasan yang jelas dan tegas terhadap kekuasaan
raja yang absolut. Piagam Mulia ini menjadi induk bagi perumusan HAM
yang dikenal dengan konsep modern. Apabila HAM dipahami sebagai hasil
dari pemikiran masyarakat sekuler semata-mata, maka secara bersamaan HAM
akan dianggap sebagai sesuatu yang dilahirkan oleh budaya Barat dan
tidak harus diterima oleh non Barat. Namun sebagaimana telah dijelaskan
di atas, pemikiran HAM yang bersifat mutilasi tersebut (Tidak melihat
sejarah perkembangan pemikiran Barat) akan mengakibatkan lahirnya HAM
yang relative dan tidak sesuai dengan Deklarasi Universal HAM. Pemahaman
tentang HAM yang menyeluruh merupakan sesuatu yang amat penting dalam
memahami sifat HAM yang bersifat universal.
Percakapan
dan penghormatan HAM sebenarnya juga sudah ada sejak sebelum Masehi.
Pada jaman Yunani kuno, abad kedua sebelum Masehi, seorang ahli hukum Romawi kuno bernama Cicero
mencetuskan pernyataan yang terkenal sebagai inti HAM demikian:
“Manusia adalah sama dan semua manusia dilahirkan bebas”. Tetapi
apabila ditarik lebih jauh lagi keyakinan bahwa manusia dilahirkan dalam
kesamaan dan kebebasan sudah ada sejak adanya manusia. Alkitab
Perjanjian Lama melaporkan bahwa manusia diciptakan mulia sebagai gambar
Allah (Kejadian 1: 26). Jadi, martabat manusia yang mulia bukan ada
dengan sendirinya tetapi merupakan sesuatu yang dikaruniai oleh Allah.
Tidak seorang pun berhak mencabut hak-hak manusia kecuali pencipta itu
sendiri. Karena itu semua manusia harus hidup dalam penghormatan
terhadap sesamanya, karena ia diciptakan sederajat adanya. Walaupun pada
abad XIX Gereja Katolik secara organisasi (tindakan gereja secara
organisasi belum tentu sesuai dengan pandangan Alkitab) merupakan
pendukung pemerintahan monarkhi dan menolak HAM, sikap gereja tersebut
disebabkan trauma yang dialami gereja pada waktu Revolusi Perancis di
mana dalam revolusi tersebut ribuan imam Katolik dihukum mati karena
tidak mau mengucapkan sumpah pada konstitusi. Puncak penolakan
kebebasan beragama dalam gereja Katolik terjadi pada tahun 1964 di mana
kebebasan beragama dan toleransi dikutuk sebagai kesesatan. Sikap
gereja yang melakukan pelanggaran HAM juga nyata dalam perang-perang
salib serta pertikaian antara gereja Katolik dan aliran Protestan yang
dianggap bidat. Namun tindakan-tindakan salah gereja tidak boleh
diartikan bahwa Alkitab menyetujui tindakan tersebut. Karena pada
waktu-waktu selanjutnya gereja mendukung penegakan HAM sebagaimana
dikatakan oleh Paus Johanes Paulus II yang
memuji Deklarasi Universal HAM sebagai inspirasi dan sendi yang
mendasar dari Perserikatan Bangsa-Bangsa. Demikian juga Calvin seorang
tokoh reformator Protestan pernah mendapat pujian sebagai pioner
kebebasan hati nurani dan HAM.
Harus
diakui bahwa dalam sejarah Gereja baik Katolik maupun Protestan
terdapat banyak pelanggaran HAM, namun tidak dapat diartikan bahwa
kekristenan tidak menghargai HAM. Pemahaman mengenai aspek keberadaan
manusia yang telah jatuh dalam dosa serta tidak lagi mampu mentaati
Allah secara sempurna harus menjadi dasar dalam memahami kegagalan
gereja dalam mengadakan proteksi terhadap HAM, tetapi hal itu tidak
hanya terjadi pada agama Kristen, tetapi juga pada semua agama.
Dalam
sejarah agama-agama terlihat bahwa semua agama besar di dunia ini
pernah melakukan tindakan kekerasan terhadap agama-agama lain, tetapi
tidak dapat diartikan bahwa di dalam agama tersebut melekat kekerasan.
Biasanya kekerasan-kekerasan yang dilakukan umat beragama terhadap umat
agama yang berbeda dilatarbelakangi oleh hal lain seperti politik atau
ekonomi yang bukan berasal dari isi agama itu sendiri.
Pada
mulanya proteksi HAM hanya bersifat lokal, namun setelah perang dunia
pertama dan kedua di mana dunia mengalami trauma yang dalam akibat
perang yang membawa korban bagi jutaan manusia, serta perlakuan yang
tidak manusiawi dalam peperangan, sejak itu promosi dan proteksi HAM
tidak lagi bersifat domestik. Perjuangan HAM yang bersifat mendunia
tersebut nyata setelah didirikannya organisasi Perserikatan
Bangsa-Bangsa (PBB) pada tahun 1945. Dalam pembukaan Piagam PBB
dijelaskan bahwa PBB telah sepakat untuk menegaskan kepercayaannya akan
HAM. Perjuangan HAM yang bersifat internasional tersebut akhirnya
menghasilkan Deklarasi Universal HAM yang lahir tanggal 10 Desember
1948. Dan piagam tersebut oleh majelis PBB ditetapkan sebagai standar
umum untuk semua rakyat dan negara. Dua puluh pasal pertama deklarasi
tersebut memiliki kesamaan dengan Bill Of Rights Amerika Serikat.
Karena itu tidaklah mengherankan jika Deklarasi Universal HAM tersebut
dianggap dipengaruhi oleh Deklarasi Kemerdekaan Amerika Serikat dan
Deklarasi Perancis, di mana keduanya dipengaruhi oleh pikiran Locke
tentang hukum kodrati. Konsep HAM dianggap dipengaruhi oleh konsep Locke
tentang hukum kodrati tersebut tidak boleh dianggap menjadi buah karya
masyarakat sekuler, karena peran kekristenan sangat nyata, dimana hukum
kodrati itu sendiri sudah ada sebelum dicetuskan oleh Locke, dan hukum
kodrati merupakan sesuatu yang berasal dari kekristenan.
Deklarasi Universal HAM
yang ditetapkan PBB sebagai standar umum bersifat tidak mengikat,
karena itu dalam usaha untuk menegakkan HAM yang bersifat universal
lahirlah konvensi-konvensi yang bersifat mengikat.
https://www.binsarinstitute.id/p/hak-asasi-manusia.html