Podcast Rukun Beragama

Video

Friday, November 18, 2022

Soal Hubungan Agama dan Negara

 




Soal Hubungan Agama dan Negara


Hubungan agama dan negara perlu tidak saling menaklukkan, negar tidak boleh menegasikan agama pada ruang publik, seperti doktrin sekuler. Demikian juga agama tidak boleh menjadi agama negara, negara agama yang mendeskriminasikan agama-aagama lain.


 Otonomi Agama

Negara perlu mengakui adanya otonomi agama, jadi negara tidak perlu mengurusi persoalan agama, karena itu domainnya tokoh-tokoh agama.

Tapi, agama perlu juga mengakui otonomi negara, dan agama tidak perlu menguasai negara dengan memaksakan doktrin-doktrin eksklusif agama untuk dipaksakan kepada semua warganegara.

Negara dan agama perlu bekoordinasi dan menjaga domain mereka masing-masing , dialog untuk merumuskan nilai-nilai publik tidak boleh dikuasai agama tertentu, tapi sebaliknya agam yang hadir dalam ruang publik iti di doronguntuk berkontribusi memberikan nilai-nilai inklusifnya untuk menjadi pijakan bersama semua warga negara yang ditetapkan dalam kebijakan publik suatu negara.

Hubungan agama dan negara

 Aga dan negara, keduanya terdapat keterkaitan fungsional. Negara tidak perlu mencampuri secara langsung urusan-urusan internal keagamaan, meski negara mempunyai tanggung jawab keagamaan yaitu melindungi dan membantu agar semua agama hidup dan berkembang, dan menjamin baik kebebasan beragama maupun kerukunan hidup beragama. 

Di pihak lain, tanpa mencampuri secara langsung urusan-urusan kenegaraan (termasuk di sini pemaksaan kehendak dengan melalui kekuatan massa), agama mempunyai tanggung jawab kenegaraan. Tanggung jawab itu adalah meletakkan kerangka landasan moral, etik dan spiritual bagi, pembangunan nasional sebagai pengamalan Pancasila. 

Tanggung jawab agama dan negara itu  harus dilaksanakan secara terus menerus dan bersama-sama, artinya, kerangka landasan moral etik dan spiritual itu tidak hanya kontribusi satu agama saja.

Hubungan antara negara dan agama juga akan terus menjadi persoalan jika sistem pemerintahan sebuah negara bukan merupakan konsensus bersama agama-agama.

Salah satu konsensus bersama agama-agama  adalah sistem pemerintahan demokrasi, karena itu sistem ini tidak boleh diklaim milik agama tertentu. Apalagi pada awalnya demokrasi sekuler adalah perlawanan terhadap negara absolutis yang didasarkan agama tertentu. 



Dr. Binsar A. Hutabarat


Hubungan Agama dan Negara

Thursday, November 17, 2022

Sakit Bukan Karena Dosa


Sakit Bukan Karena Dosa, Namun untuk Kemuliaan Tuhan


Waktu Yesus sedang lewat, Ia melihat seorang yang buta sejak lahirnya. Murid-murid-Nya bertanya kepada-Nya: “Rabi, Siapakah yang berbuat dosa, orang ini sendiri atau orang tuanya, sehingga ia dilahirkan buta?”Jawab Yesus: “Bukan, dia dan bukan juga orang tuanya, tetapi pekerjaan-pekerjaan Allah harus dinyatakan di dalam dia. (Yohanes 9:1-3)

 

Sakit bukan karena dosa

Bukan hanya pada masa murid-murid Yesus, tetapi juga pada masa kini masih banyk orang yang berpikir bahwa sakit atau lahir dengan tubuh cacat kerap dikaitkan dengan dosa, baik dosa orang yang cacat itu, atau dosa orang tua yang melahirkannya.

Menariknya, Tuhan Yesus tidak mengatakan orang yang buta sejak lahir dalam kitab Injil Yohanes itu diakibatkan oleh dosa orang itu sendiri atau orang tuanya. Tapi, Yesus mengatakan bahwa itu terjadi agar kemuliaan Tuhan dinyatakan.

Ada banyak orang buta pada masa Yesus, tapi tidak semua orang buta disembuhkan Yesus. Dan Yesus menyembuhkan orang dengan berbagai cara untuk memuliakan diri-Nya. 

Pada peristiwa orang buta yang sejak lahir itu, Tuhan Yesus menggunakan media berupa tanah, dan mengoleskannya kepada orang buta itu, dan kemudian memerintahkan orang buta itu membasuh diri di kolam Siloam. Dan kemudian, Orang buta itu mengalami kesembuhan.

Peristiwa mujizat yang dilakukan Yesus menunjuk kepada Kemahakusaan Yesus. Yesus adalah Allah sejati dan manusia sejati. Tapi, mujizat yang terbesar adalah perubahan hati manusia, dari hati yang mencintai dosa karena menjadi budak dosa, menjadi hati yang tertuju kepada Allah melalui penebusan Kristus di salib, yang memindahkan manusia menjadi budak Allah.

Manusia yang terlahir dalam kondisi apapun sejatinya patut memuliakan Allah, karena Kristus sudah mati di kayu salib untuk menebus dosa manusia dan segala kesakitan manusia.


Bagaimana orang yang sakit tak tersembuhkan?

Beberapa hari ini saya berdoa untuk saudara, dan juga teman-teman yang mengalami kesakitan karena menderita sakit yang menurut dokter tidak tersembuhkan.

Sekitar sebulan lalu saya juga menghadiri acara penghiburan seorang pembina rohani yang meninggal karena penyakit yang lama tidak tersembuhkan. Mengapa itu terjadi?

Jujur saja, setiap kali saya harus berdoa untuk mereka, saya kerap berkata, Tuhan aku tak tahu bagaimana perasaan mereka ketika menanggung sakit itu. Bahkan, aku sering kali tak paham ketika aku menyaksikan secara langsung jeritan mereka ketika menahan sakit.

Ada keinginanan yang dalam untuk mereka semua mengalami kesembuhan. Untuk itu tidak jarang setelah pulang mendoakan mereka, saya berdoa secara pribadi agar Tuhan menyembuhkan mereka.

Secara akal budi aku tak paham dan tak mampu menjawab mengapa itu terjadi. Tapi, aku juga tak mau menuduh mereka yang sakit itu karena dosa yang mereka lakukan, ataupun dosa orang tua mereka. Apalagi menyalahkan nenek moyang mereka.

Alkitab jelas mengatakan anak tidak menanggung dosa orang tua. Tapi, akibat dosa yang dilakukan Adam semua manusia menjadi budak dosa, dan kehilangan kemuliaan Allah.


Sakit Yang Memuliakan Allah

Saya percaya apa yang dikatakan Tuhan Yesus dalam kitab Yohanes itu bukan hanya untuk orang yang lahir cacat sejak lahir, tetapi juga untuk semua orang yang menderita sakit, secara khusus sakit yang tak tersembuhkan, bahkan yang terasa sakit itu, juga mereka yang terpapar virus corona, dan mungkin harus mengahdap Tuhan dengan cara itu.

Kalau orang cacat sejak lahir itu terjadi agar kemuliaan Allah dinyatakan, maka mereka yang sakit tak kunjung sembuh pun untuk kemuliaan Allah. Demikian juga mereka yang terpapar corona tanpa disadari.

Mereka yang sakit, dan melalui rasa sakit itu dengan bergantung dengan Allah itu telah menyaksikan bahwa Allah berdaulat untuk melakukan apapun menurut kehendak-Nya. Dan yang Allah lakukan dengan mengijinkan penyakit tetap ada, seperti pada peristiwa Ayub itu bertujuan agar Tuhan dimuliakan.

Saya memang tidak paham bagaimana Allah bisa melakukan keajaiban yang luar biasa, dimana seorang yang sakit itu masih bisa menjerit kepada Tuhan memohon pertolongan. Seperti Ayub yang tak pernah memaki Tuhan, meski menderita sakit. Karena itu adalah kemahakuasaan Allah.

Kebenaran Allah itu membuat saya terhibur dan mendorong mereka yang sakit untuk tetap bergantung dengan Tuhan. Saya kerap berdoa, Tuhan biarlah damai sejahtera-Mu yang melampaui segala akal itu turun pada mereka yang sakit tak tersembuhkan. 

Tuhan, kuasa-Mu menguasai mereka melampaui rasa sakit mereka. Dan kalau boleh, biarlah Tuhan menyembuhkannya untuk kemuliaan Tuhan. 

Untuk teman-teman, saudara-sudaraku yang sedang sakit. Lihatlah Tuhan yang maha Kasih itu berteriak keras, 

“ Aku telah menebusmu dari kutuk dosa dan hukuman maut.” 

Jadilah saksi-saksi Iman. Tuhan dimuliakan.


Dr. Binsar Antoni Hutabarat  


Sakit Bukan Karena Dosa

Cara Membuat Ringkasan Buku

 



Cara Membuat Ringkasan Buku yang Bermutu

Beda Ringkasan dan Ikhtisar

Ringkasan dan Ikhtisar perlu dibedakan. Ringkasan adalah sebuah penyajian singkat dari suatu karya tulis tetapi dengan tetap mempertahankan urutan isi dan sudut pandang penulis. Bagian bab dari buku yang diringkas dipertahankan dalam bentuk penyajian singkat.

Sedang ikhtisar tidak perlu mempertahankan urutan tulisan atau karangan dalam buku asli. Penulis dapat langsung mengemukakan inti masalah yang diapaparkan dalam buku yang diringkas. Penulis ikhtisar dapat mengabaikan bagian-bagian yang dianggap kurang penting.

Kecermatan Membaca Buku

Penulis ringkasan dapat langsung menulis ringkasan dalam bentuk kalimat-kalimat atau alinea-alinea, bagian-bagian dari buku yang diringkas. Karena itu untuk menyajikan sebuah ringkasan penulis membutuhkan waktu untuk meneliti tulisan atau buku yang yang akan diringkas. 

Meringkas adalah sebuah reproduksi, melalui hasil ringkasan juga kita paham apakah seseorang benar-benar memahami isi sebuah buku.Membuat ringkasan berarti mempelajari bagaimana seorang penulis menyusun tulisan-tulisannya , menyampaikan gagasan dalam bahasa dan susunan yang baik, dan bagaimana penulis memecahkan suatu masalah. Karena itu untuk membuat sebuah ringkasan diperlukan kecermatan membaca buku yang akan diringkas.


Tahapan menyusun ringkasan yang baik:

1. Penulis ringkasan perlu membaca buku beberapa kali buku yang akan diringkas. 

Pada tahap awal usahakan membaca buku secara keseluruhan untuk memahami maksud penulis, jika perlu beberapa kali untuk mengetahui kesan umum buku itu, maksud dan tujuan penulisan, serta sudut pandang penulis buku itu.

2. Mencatat Gagsan Utama.

Setelah membaca keseluruhan buku, bacalah bagian-bagian buku dengan mencatat gagasan utama atau gagasan penting dari buku yang akan diringkas, bisa diberi garis bawah, atau langsung saja kedalam sebuah template draft ringkasan.

3. Membuat reproduksi. 

Berdasarkan data-data yang dikumpulkan penulis, maka dibuatlah draft ringkasan berdasarkan gagasan-gagasan utama yang telah dicatat penulis. Karena ringkasan adalah sebuah reproduksi, maka penulis harus menyusun kalimat-kalimat baru sehingga inti buku itu dapat tetap tampak dalam ringkasan yang dibuat. Penulis ringkasan tidak boleh menggunakan kalimat asli dari penulis buku, kecuali jika gagasan-gagasan itu penting sekali, atau karya pemikiran penulis buku tersebut.

Membuat ringkasan merupakan tugas yang umum diberikan dosen kepada mahasiswa, tujuannya adalah jelas agar dosen mengetahu apakah mahasiswa membaca buku dengan teliti,kritis yang menjadi materi kuliah yang diberikan seorang dosen. Karena itu, mahasiswa perlu mengerjakan tugas meringkas buku dengan serius untuk agar materi kuliah dapat dipahami dan menjadi pengetahuan, yang akhirnya mewujud dalam kompetensi lulusan.  


Dr. Binsar Antoni Hutabarat

https://www.binsarhutabarat.com/2022/11/cara-membuat-ringkasan-buku.html

Tanggung Jawab Guru

 


Tanggung Jawab Guru

Saudara-saudaraku, janganlah banyak orang di antara kamu mau menjadi guru, sebab kita tahu, bahwa sebagai guru kita akan dihakimi menurut ukuran yang lebih berat. Sebab kita semua bersalah dalam banyak hal; barang siapa tidak bersalah dalam perkataannya, ia adalah orang yang sempurna yang dapat juga mengendalikan seluruh tubuhnya. (Yakobus 3:1-2)
 

Dosa Karena Lidah

Salah satu tanda kedewasaan Kristen adalah kemampuan untuk mengendalikan lidah. Barang siapa bisa mengendalikan lidahnya, maka dia bisa mengendalikan tubuhnya.

Lidah atau perkataan yang keluar dari mulut kita seharusnya memberikan kebaikan, kontribusi positif bagi kehidupan bersama, menghibur, menguatkan, menegur, memperbaiki kesalahan. Tetapi pada saat yang bersamaan kita tahu tak ada yang bebas dari kesalahan

Bagaimanapun kuatnya kita menjaga perkataan kita, selalu saja ada kesalahan yang keluar ketika kita mengucapkan sesuatu. Perkataan kita bukannya menghiburkan, memberkati tapi menimbulkan kepedihan, kemarahan, dan pertengkaran. Lidah seperti api neraka yang menimbulkan konflik antar manusia.

Kita kerap mendengar banyak konflik karena ada perkataan-perkataan yang membangkitkn kemarahan orang lain. Bahkan di negeri ini tidak sedikit koflik besar meledak hanya karena perkataan-perkataan yang tidak tepat. Apalagi berita hoax telah benyak menyulut konflik kecil maupun besar.

 
Lidah Seorang Guru

Mengapa Alkitab mengatakan janganlah banyak orang mau menjadi guru? Menjadi guru wajib mememiliki lidah seorang guru. Teladan seorang guru adalah Yesus Sang Guru Agung. Yesus tak bersalah dalam perkataan dan perbuatan, karena itu patut mendapat sebutan guru agung.

Mereka yang mau menjadi guru perlu meneladani kehidupan Yesus, baik dalam perkataan maupun perbuatan. Repotnya, tak ada seorangpun dari kita yang bebas dari salah dalam perkataan dan perbuatan.

Tapi, apakah kita tidak boleh menjadi guru? Padahal guru adalah jabatan mulia. Guru perlu hadir menjadi teladan dalam perkataan dan perbuatan?

Tanggung Jawab Guru

Mereka yang telah berjuang keras mengendalikan perkataan dan perbuatan yang berdasarkan kebenaran dengan meneladani Yesus perlu memegang jabatan guru yang penting itu.

Pada sisi lain, tanda kedewasaan seorang Kristen adalah kemampuannya menguasai lidah, berarti juga menguasai seluruh tindakannya. Meski tidak sempurna seperti Yesus, mereka yang telah berjuang mengendalikan perkataan dan perbuatannya dengan meneladani Yesus bisa menduduki jabatan guru, namun perlu dengan perasaan takut dan gentar, karena sesungguhnya seorang guru tidak bebs dari salah dalam perkataan dan perbuatan.

Seorang guru perlu terus menerus belajar agara tidak mengucapkan perkataan yang salah, demikian juga hidup dalam kebenaran firman Tuhan.

Hanya dengan bergantung pada Allah dan hidup mengikuti teladan Sang guru Agung, guru-guru pada saat ini dapat melaksanakan tugasnya dengan baik.

Menghadirkan generasi yang memuliakan Tuhan dan mengusahakan perdamaian dan menegakkan keadilan dalam hidup bersama merupakan tanggung jawab guru.

 

Dr. BinsarAntoni Hutabarat


https://www.binsarhutabarat.com/2022/11/tanggung-jawab-guru.html

Wednesday, November 16, 2022

Menulis Pengalaman Pribadi




Menulis Pengalaman Pribadi

 Pertama kali mendengar perkataan, apa yang diucapkan akan lenyap, dan apa yang dituliskan akan abadi, perkataan itu langsung saja menyadarkan bahwa saya harus berlatih menulis dan terus menulis secara khusus menulis pengalaman pribadi jika ingin mengabadikan jejak dan karya yang telah saya ukir.

Tekad Untuk Menulis

Menulis itu butuh latihan, untuk trampil menulis, kita perlu banyak berlatih, dan tidak bosan-bosannya berlatih menulis dan memperbaiki tulisan kita. Syukurlah saya terdorong dengan ungkapan yang mengatakan, "Apa yang dikatakan akan lenyap, dan apa yang dituliskan akan abadi!"

Sejak mendengar kalimat itu, saya berjuang untuk terus menulis, untuk mewariskan jejak sejarah perjuangan, Jejak perjuangan yang ditulis itu tak akan lenyap, dan generasi demi generasi akan menikmati karya tulis saya terkait pengalaman pribadi yang tentu saja penting.

Dengan menuliskan karya kita, karya pribadi itu bukan sekadar jadi monumen, tapi menjadi pendorong, pemberi pencerahan untuk menghadirkan temuan karya yang terus berkelanjutan. Sebuah monumen yang bisa jadi mercusuar untuk mengawasi hadirnya monumen-monument baru yang jauh lebih berkualitas.

Jejajk-jejak perjuangan, raihan bidang keilmuan kita itu perlu diketahui generasi penerus, agar jangan melangkah pada jejak yang sama, atau sekadar menikmati tenda tempat peristirahatan kita saat berpikir untuk berkarya lebih lanjut .

Memperindah monument

Generasi penerus itu perlu melanjutkan jejak-jejak yang merupakan kelanjutan perjuangan kita. jejak itu bisa berupa pengalaman hidup dalam keluarga, berelasi dengan sesama, tetapi khususnya terkait jejak perjuangan seorang ilmuwan, untuk pengembangan keilmuan, memperindah monumen yang kita warisi.

Teori dan pengembangan teori perlu untuk dapat melihat realitas lebih jelas, dari mana kita berada, mengapa kita ada pada kondisi dan situasi seperti saat ini, untuk kemudian melangkah maju mencapai Visi, Misi yang telah kita tetapkan.


Kebebsan beragama (Bab 3)

     BAB III. Kebebasan Beragama Dalam Pandangan Kristiani by binsar antoni hutabarat    https://www.binsarinstitute.id/2025/08/kebebsa...