Podcast Rukun Beragama

Video

Saturday, November 11, 2023

Menakar Visi, Misi Anies

 Sewaktu mendengar paparan awal Visi, Misi calon Presiden Anies Baswedan saya sempat terkagum-kagum, tapi ketika Visi, Misi itu berusaha di operasional kan saya berpikir ulang, Program yang diturunkan dari Visi, Misi itu menurut saya masih berada pada tataran ide, atau janji-janji kampanye yang tak menjamin mewujud.






Pemaparan Visi, Misi Anies Baswedan  disertai tanya jawab di lembaga riset CSIS baru-baru ini yang disiarkan melalui Televisi memang indah, apalagi pada awal pemaparannya. Tentu saja sebagai seorang yang pernah menjabat rektor di sebuah universitas Anies paham betul bagaimana mekanisme merumuskan Visi,Misi.

Rumusan Visi, Misi Anies bagi saya keren, secara khusus peran internasional Indonesia baik pada Perserikatan bangsa-Bangsa (PBB), maupun dalam hubungan antar negara, seperti peran yang bisa dimainkan Indonesia dalam mengusahakan damai di Palestina.

Sayangnya, ketika Visi,Misi itu dioperaional kan, saya kecewa karena masih berada pada tataran ide. Tentu saja saya menghargai ide kreatifnya, misalnya menjadikan warga Indonesia tamu yang baik di negeri orang untuk mempromosikan Indonesia, atau untuk Indonesia dapat menancapkan pengaruhnya pada negara-negara lain.

Mengapa saya kecewa dengan operasionalisasi Visi,Misi Anies? Visi, Misi Anies layaknya Visi Misi banyak perguruan tinggi yang hanya berada pada tataran dokumen. Tidak diturunkan secara baik dalam program yang meyakinkan dan dapat dilakukan,  tentunya berdasarkan evaluasi program-program terkait, yang kemudian menjadi program pengembangan. Artinya program itu mestinya juga memiliki kaitan dengan program-program yang telah dikembangkan Indonesia, atau juga pada negara-negara lain yang tentunya membutuhkan penyesuaian konteks.

Ide menjadikan warga Indonesia tamu di luar negeri untuk memajukan Indonesia, serta peran Indonesia pada dunia internasional perlu didasari pada evaluasi terhadap persoalan-persoalan yang relevan dengan program yang akan dikembangkan. Jangan seperti perubahan kurikulum yang merepotkan pendidikan tinggi, dan tanpa evaluasi memadai. Itulah sebabnya kebijakan kurikulum yang seharusnyaa sudah bisa diterapkan tiga tahun setelah dikeluarkan, hingga belasan tahun belum juga sukses.

Bisa saja ide kreatif Anies itu muncul dari pengalaman keluarga besarnya, yang dianggap menjadi tamu yang baik di Indonesia, bahkan orang tua Anies berperan penting dalam pengakuan kedaulatan kemerdekaan Indonesia secara internasional, tapi itu belum bisa digenaralisasi memiliki dampak perubahan besar bagi Indonesia, meski Anies menyebut kiprah Sri Mulyani dll. 

Saya percaya negeri ini menunggu program-progrma Capres yang bukan hanya janji-janji, tapi bisa memajukan Indonesia.

Friday, November 10, 2023

Demokrasi Indonesia Tersandera Opini Publik

 

 Demokrasi Indonesia Tersandera Opini Publik

 


Opini publik sukses memenjarakan Ahok, Yessica dan kini menelan korban baru, Panglima penjaga konstitusi Indonesia, ketua Mahkamah Konstitusi Anwar Usman.

Keputusan MK yang dibacakan Anwar Usman selaku ketua MK yang memutuskan bahwa calon presiden dan wakil presiden minimal berusia 40 tahun atau pernah dan sedang menjabat jabatan publik secara cepat membentuk opini yang menuduh Anwar Usman terlibat konflik kepentingan ketika MK menetapkan keputusan itu. Lucunya yang menjadi sasaran hanyalah Anwar Usman.

Opini publik yang menghakimi bahwa Anwar Usman terlibat konflik kepentingan itu beredar liar, entah siapa yang menciptakannya, padahal tuduhan-tuduhan itu minim bukti kecuali memang Anwar Usman memiliki hubungan keluarga dengan Gibran, meski keputusan itu tidak hanya menguntungkan Gibran.

Saya tidak tahu siapa yang menciptakan opini publik itu, sayangnya opini public yang liar itu dan hanya menyasar Anwar Usman kemudian menyandra Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK). Keputusan MKMK yang menyatakan Anwar Usaman melakukan pelanggaran etik berat, tapi tidak dipecat sebagai anggota MK mengindikasikan adanya tekanan opini publik. Data media yang menjadi dasar keputusan MKMK, serta kekuatiran konon akan ada chaos pada pemilu 2024 telah menyandra MKMK.

Anehnya lagi, publik seakan terpuaskan dengan pelengseran Anwar Usman yang mendapatkan hukuman berat dibandingkan rekan-rekannya sesama anggota MK. Yang tak masuk nalar adalah Anwar Usman dinyatakan terbukti melakukan lobi-lobi memengaruhi keputusan MK.

Apakah betul anggota MK itu begitu lemahnya sehingga terbius nyanyian Anwar Usman untuk mendukung keputusannya? Bukankah  mahkamah konstitusi itu bersifat kolegial, dan mereka semua adalah pendekar hukum di negeri ini?

Anehnya lagi, kenapa Anwar Usman bukan hanya tidak diberhentikan sebagai ketua MK, bukan sebagai anggota MK sebagaimana dissenting opinion Bintan Saragih. Alasan Jimly bahwa MKMK kuatir Anwar Usman melakukan banding dan mengakibatkan keputusan MKMK tidak memiliki kekuatan hukum, menunjukkan bahwa hukum, aturan tidak bisa memuaskan semua. Pertanyaannya kemudian, siapa yang dipuaskan dengan keputusan MKMK?

Publik ternyata juga tidak peduli mengapa hakim MK lainnya tidak mendapatkan hukuman yang setimpal dengan Anwar Usman, padahal menurut MKMK semua hakim konstitusi terbukti melakukan pelanggaran etik. Suara publik ini suara siapa?

Apakah ini mengindikasikan rakyat Indonesia sudah kuat, dan negara kian lemah? Jika demikian suara rakyat itu suara siapa? Apakah mayoritas diam di negeri ini yang mengidolakan Jokowi telah beralih secara diam-diam?

Menurut saya tuduhan liar yang hanya menyasar Anwar Usman itu mendapatkan tempatnya pada opini yang beredar liar bahwa telah hadir politik dinasti Jokowi yang menghadirkan Gibran sebagai Calon wakil Presiden. Padahal, tidak ada politik dinasti di negeri ini.

Kita mengakui ada dinasti Megawati, dinasti Susilo Bambang Yudoyono, dan dinasti Jokowi, tapi tak ada pemerintahan bentuk kerajaan di negeri ini. Opini publik terkait politik dinasti Jokowi bergerak liar, seakan itu sungguh terjadi dengan beragam cerita dan keudian menyandera keputusan MKMK.

Benarlah ungkapan yang mengatakan barang siapa menguasai informasi akan menguasai dunia, siapa yang mampu menciptakan keinginannya menjadi opini publik akan mampu memaksakan kehendaknya pada ruang publik.

Demokrasi adalah sebuah perjalanan, demokrasi ibarat sebuah permaianan, Tarik menarik antara para pemain untuk memenangkan permainan kerap terjadi. Repotnya aturan atau hukum yang adil itu sendiri tak pernah ada. Aturan permaianan kerap dikuasai kelompok yang kuat. Demokrasi di Indonesia saat ini dikuasai oleh mereka yang memainkan opini publik. Demokrasi Indonesia saat ini sedang tersandra opini publik, rakyat perlu waspada terhadap mereka yang memainkan opini public untuk memaksakan kehendaknya, termasuk media-media asing yang saat ini seakan mempropagandakan telah hadir politik dinasti di Indonesia.

https://www.binsarinstitute.id/2023/11/demokrasi-indonesia-tersandera-opini.html


Kebebsan beragama (Bab 3)

     BAB III. Kebebasan Beragama Dalam Pandangan Kristiani by binsar antoni hutabarat    https://www.binsarinstitute.id/2025/08/kebebsa...