Podcast Rukun Beragama

Video

Thursday, May 27, 2021

Covid 19 Bukan Tindakan Tuhan




 Sains menemukan bahwa covid-19 merupakan akibat tindakan manusia yang menghancurkan bumi secara global dan menciptakan ketidakseimbangan alam. Virus yang asalnya dari kelelawar itu menyerang manusia secara luas.


Kita mungkin setuju bahwa bahwa pandemi bukan tidakan Tuhan, tetapi sesuatu yang diijinkan Tuhan, oleh karena tindakan manusia yang  menghancurkan bumi secara global. Karena itu, Gereja perlu membuat terobosan-terobosan penting untuk tetap mewujudkan panggilan Gereja di tengah Covid-19.


Pada satu sisi, kita setuju bahwa banyak penderitaan dan kesusahan dialami umat manusia diseantero dunia ini tanpa kecuali. Tapi pada sisi lain gereja juga perlu introspeksi diri untuk mengevaluasi apa yang telah gereja kerjakan, termasuk gereja di Indonesia, dan kemudian berusaha memahami apa yang menjadi kehendak Tuhan, atau rencana Misi Allah untuk gereja pada masa sulit ini.


Topik yang menjadi pokok bahasan saya adalah Mewujudkan Panggilan gereja di tengah covid-19. Secara khusus saya mencoba mengevaluasi respon gereja di Indonesia dalam menghadapi badai covid-19. Pertama-tama saya akan membahas sekilas tentang kondisi gereja dan pendidikan tinggi teologi di Indonesia, untuk kemudian memberikan jawaban terhadap pertanyaan, bagaimanakah gereja dapat melaksanakan panggilannya di tengah covid-19?  


Gereja dan Pelestarian Doktrin Denominasi


Saat awal merebaknya covid-19 di Indonesia, saya terkesima dengan perang doktrin denominasi yang disuguhkan media-media sosial. Gereja yang dibentengi tembok-tembok gereja yang tinggi itu harus keluar dunia nyamannya dan terlihat gagap bergaul dengan sesama saudaranya sendiri. 


Ibadah online yang awalnya dapat diakses secara bebas pada saat ini makin dibatasi dengan teknologi mutakhir. Itu terjadi karena dunia maya telah menjadi arena pertempuran doktrin gereja yang gagap ketika harus saling berbagi informasi eksklusif denominasi. Banyak hal-hal yang tak masuk akal kita dengar dari pertempuran pada dunia maya itu,  mulai dari kata-kata tak patut yang dilontarkan, sampai pada hardikan kasar yang sepertinya sengaja dilontarkan untuk membungkam sesama saudaranya.


Perpecahan gereja melahirkan banyak denominasi

Denominasi gereja di Indonesia menurut saya terlalu banyak, dan salah satu penyebanya adalah perpecahan gereja. Ironisnya gereja yang terpecah itu bukan karena doktrin utama, atau doktrin dasar, tetapi lebih kepada dukungan terhadap tokoh. 


Alasan perpecahan karena pengaruh tokoh tertentuitu jelas  tidak bisa menjadi alasan pendirian denominasi baru. Apalagi tata ibadah denominasi yang terpecah itu seringkali tak banyak perbedaan. 


Penelitian saya menunjukkan bahwa sikap intoleransi antaragama, demikian juga antar denominasi banyak dipengaruhi oleh sikap intoleran tokoh agama. Berdasarkan temuan itu dapat dipahami bahwa ketika terjadi perjumpaan tokoh-tokoh gereja dalam bentuk ibadah online, sikap intoleransi tokoh agama terlihat jelas. 


Pengamatan saya sementara gereja-gereja di Indonesia lebih berpusat kepada pembangunan kerajaan “denominasi gereja.” Menurt pengamatan saya, yang terjadi di Indonesia bukan pertumbuhan gereja, tetapi perpindahan anggota jemaat. 


Saya kuatir “jangan-jangan” gereja telah menjadikan keunikan denominasi gereja sebagai “produk kebijakan” untuk menarik jemaat lain masuk dalam denominasi gereja tertentu. Ini tentu bukan salah satu usaha untuk mewujudkan panggilan gereja.


Kita kerap mendengar gereja tertentu menawarkan produk “doktrin paling benar,””Hidup paling kudus,”serta “paling disertai Tuhan” dengan “karunia-karunia spektakuler.”Kita tentu perlu bertanya, apakah dalam promosi produk-produk denominasi itu tidak terselip keinginan untuk sekadar memperbesar jumlah anggota jemaat gereja tertentu?


Menurut saya penekanan pada “produk kebijakan,”untuk istilah yang saya berikan, itulah yang kemudian membuat gereja berjuang keras untuk melestarikan dirinya untuk tetap punya keunikan ditengah derasnya arus informasi. 


Strategi itu biasanya diungkus dengan propaganda sebagai  usaha untuk melindungi diri dari serangan keragaman doktrin yang melanda sampai pada ruang-ruang privat kita. Dengan alasan melindungi jemaat dari penyesatan, gereja yang saling bertempur itu telah melupakan alam demokrasi dinegeri ini, apalagi semangat bhineka tunggal ika yang menjadi dasar bersama negeri ini.


Bahaya fundamentalisme, yaitu gereja merasa diri tahu segala sesuatu, merasa memiliki doktrin yang absolud, sehingga melupakan keterbatasannya, dan kemudian mengangkat doktrin denominasi itu menjadi setara dengan Alkitab, mungkin tanpa disadari, dan kemudian ironisnya lagi dengan bernapsu, “napsu ilahi”menurut mereka, denominasi itu berusaha menghabisi siapapun yang berbeda dengan mereka. 


Realitas itu telah menjadi persoalan serius bagi gereja dan juga agama-agama di Indonesia. Ambil contoh Gerakan “pemurnian” bukan hanya dilakukan radikalisme agama-agama, tetapi juga telah menerobos masuk kedalam gereja, apalagi ketika sikap kritis anggota jemaat seakan terkubur oleh penampilan tokoh-tokoh idola mereka. Jemaat, bahkan teolog tak berani menguji pandangan-pandangan tokoh berkharisma itu.


Bagaimana dengan peran Teologi Akademis.


Pengamatan saya, pada umumnya pendidikan tinggi teologi yang didirikan oleh gereja, hanya menjadikan pendidikan tinggi teologi itu sebagai barisan pelestari doktrin gereja. Produk kebijakan gereja dipaksakan diterima pendidikan tinggi teologi. Menolak produk kebijkan itu berarti harus menyingkir, dan masih bersyukur tidak disebut bidat. Itulah sebabnya, Sulit ditemukan kebebasan akademik dalam pendidikan tinggi teologi yang didirikan gereja.


Sayangnya, perguruan tinggi teologi yang didirikan yayasan atas visi seorang tokoh Kristen juga mengikuti jejak yang sama. Adalah tabu untuk mengkaji doktrin tokoh pendiri perguruan tinggi teologi. Perguruan tinggi teologi seperti layaknya program “Vokasi”yang dihadirkan karena kebutuhan tenaga pengerja gereja.


Parahnya lagi, karya-karya akademis yang digelontorkan dosen-dosen teologi bisa dikatakan sangat langka. Mereka yang tamat doktor-doktor teologi menghabisi waktu mereka untuk mengajar, dan seakan lupa tugas panggilan mereka untuk mengembangkan pemikiran-pemikiran teologi konteks Indonesia melalui penelitian untuk pengabdian masyarakat gereja.


Saya sempat terkesima ketika banyak perguruan tinggi teologi memaksakan tamatannya hanya menghasilkan karya akhir dalam bentuk penelitian kuantitatif, tragisnya lagi mereka tak pernah belajar statistik. Teologi dijadikan sama dengan sains. Sedang pada sisi lain terjadi pendangkalan kajian-kajian teologis. 


Mewujudkan panggilan Gereja di tengah covid-19.

Menurut saya sudah tidak waktunya lagi antar denominasi gereja itu saling bertempur, apalagi hanya demi mempromosikan “produk kebijakan”gereja yang belum tentu sesuai dengan rencana misi Allah untuk denominasi itu, dan juga untuk denominasi gereja lain. Gereja di Indonesia perlu menyadari keterbatasannya, dan perlu saling belajar. Apalagi dalam alam demokrasi saat ini. 


Apabila gereja-gereja dengan bantuan teolog-teolog yang bermarkas pada pendidikan tinggi teologi mampu bekerjasama, maka gereja akan tetap dapat memahami rencana misi Allah untuk gereja saat ini.  


Kita bersyukur ada para teolog bersama para ahli kesehatan yang membuat pedoman bersama bagaimana gereja tetap menjalankan panggilannya di tengah covid-19. mulai dari penyelanggaraan ibadah-ibadah fisik terbatas, penggunaan media digital, gereja digital, penerapan protokol kesehatan sesuai dengan konteks ibadah gereja, dan juga pelayanan-pelayana gereja baik dalam hal pelaksanaan koinonia, diakonia, dan marturia.


Saya setuju dengan usaha “mainstreaming”pendidikan tinggi teologi. Karena pendidikan tinggi teologi di Indonesia, secara khusus Injili kehilangan percaya diri. Luaran perguruan tinggi teologi sekadar untuk memenuhi kebutuhan pengerja gereja, dan perlu taat total pada doktrin gereja. Lebih parah lagi mereka hanya menjadi barisan pengaman doktrin gereja.



Sebagai seorang peneliti, pada Dies Natalis STT Providensia ini saya mengusulkan agar pendidikan tinggi teologi mengembangkan pemikiran-pemikiran teologi mutakhir, dan juga penerapan doktrin teologis yang kontekstual, seperti saat covid-19 ini. Berarti, Pendidikan tinggi teologi bukan hanya mengembangkan studi multi disiplin dan interdisiplin, mencari integrasi antar disiplin yang berbeda untuk menjawab persoalan yang ada, seperti ketika akan membuat panduan pelayanan ditengah covid-19.


Pendidikan tinggi teologi juga perlu mengembangkan pendekatan “transdisiplin”untuk menghasilkan temuan-temuan baru. STT Providensi jangan menjadi benteng pelestari doktrin tokoh tertentu, tapi berusaha maju untuk menemukan penarapan-penerapan baru, jika mungkin pengembangan doktrin gereja, dalam mewujudkan panggilan gereja ditengah covid-19.   


Soli Deo Gloria


Dr. Binsar Antoni Hutabarat


Dr. Binsar Antoni Hutabarat lahir di Jakarta, 19 November 1963. Menyelesaikan pendidikan SMA di Jakarta, kemudian melanjutkan di   Akademi Pimpinan Perusahaan Departemen perindustrian RI tahun 1983-1986. Terpanggil menjadi Hamba Tuhan, menyelesaikan pendidikan Sarjana Teologi di I-3 Batu, Jawa Timur. Menyelesaikan Magister Christian Studies di Institut Reformed Jakarta. Mendapatkan gelar Magister Teologi (M.Th.) di STT Reformed Injili Internasional. Meraih gelar doktor pada Universitas Negeri Jakarta prodi Penelitian dan Evaluasi pendidikan (PEP). Saat ini menjabat sebagai Pendiri dan direktur Binsar Hutabarat Institute. Asesor Kepangkatan dosen pada Dirjen Bimas Kristen, Kementerian Agama RI. Ketua bidang penelitian Perkumpulan Dosen dan Perguruan Tinggi Keagamaan Kristen Indonesia(PDPTKI), Ketua umum regional 3 Jakarta-Banten PDPTKI. Ketua asosiasi jurnal perguruan tinggi keagamaan Kristen Indonesia. Ketua Litbang STT Lintas Budaya Jakarta. Ketua Tim Akeditasi STT Siarnauli, Sibolga, Sumatera Utara. Ketua Pendiri Institute Harsen Nias. Reviewer Buku Guru dan Buku PAK dan Budi Pekerti Siswa SMA Kelas X. Reviewer tujuh (7) Jurnal ilmiah.  






https://www.binsarhutabarat.com/2021/02/covid-19-bukan-tindakan-tuhan.html


Monday, May 24, 2021

Situs Keagamaan Kristen









 

Situs keagamaan Kristen adalah lokasi, tempat, kedudukan temuan benda-benda purbakala yang memiliki nilai penting bagi keagamaan Kristen, atau yang menyimpan informasi kegiatan nilai-nilai keagamaan Kristen.


Situs dalam kamus Bahasa Indonesia diartikan:

Daerah temuan benda-benda purbakala. Situs artinya lokasi, posisi, letak, kedudukan, tempat temuan benda-benda purbakala.

 

Keagamaan artinya yang berhubungan dengan agama (KBBI). Keagamaan adalah sifat yang terdapat dalam agama yang berhubungan dengan nilai-nilai keagamaan.

 


Situs keagamaan Kristen adalah lokasi, tempat, kedudukan temuan benda-benda purbakala yang memiliki nilai penting bagi keagamaan Kristen, atau yang menyimpan informasi kegiatan nilai-nilai keagamaan Kristen

 

SITUS KEAGAMAAN KRISTEN DALAM UU TENTANG CAGAR BUDAYA
 

Pengertian cagar budaya.

Cagar Budaya adalah warisan budaya bersifat kebendaan berupa Benda Cagar Budaya, Bangunan Cagar Budaya, Struktur Cagar Budaya, Situs Cagar Budaya, dan Kawasan Cagar Budaya di darat dan/atau di air yang perlu dilestarikan keberadaannya karena memiliki nilai penting bagi sejarah, ilmu pengetahuan, pendidikan, agama, dan/atau kebudayaan melalui proses penetapan.

SITUS KEAGAMAAN KRISTEN ADALAH LOKASI DI DARAT DAN/ATAU DI LAUT YANG MENYIMPAN INFORMASI KEGIATAN MANUSIA PADA MASA LALU YANG BERISI NILAI-NILAI KEAGAMAAN KRISTEN

 

Situs Cagar Budaya adalah lokasi yang berada di darat dan/atau di air yang mengandung Benda Cagar Budaya, Bangunan Cagar Budaya, dan/atau Struktur Cagar Budaya sebagai hasil kegiatan manusia atau
bukti kejadian pada masa lalu.

 

Pasal 9 UU Cagar Budaya mengatakan, Lokasi dapat ditetapkan sebagai Situs Cagar Budaya apabila:
a. mengandung Benda Cagar Budaya, Bangunan Cagar Budaya, dan/atau Struktur Cagar Budaya; dan
b. menyimpan informasi kegiatan pada masa lalu.

 

Maka yang dimaksud dengan Situs keagamaan Kristen adalah, Lokasi yang menyimpan informasi kegiatan manusia pada masa lalu yang terkait dengan nilai-nilai keagamaan Kristen. Jadi konten situs keagamaan Kristen berisi nilai-nilai penting dalam kekristenan.

Berdasarkan pemaparan di atas menurut saya,

 

PENETAPAN SITUS KEAGAMAAN KRISTEN DIPERLUKAN UNTUK MENAMBAH KECINTAAN MASYARAKAT KRISTEN INDONESIA DALAM MEMBERIKAN KONTRIBUSI POSITIPNYA BAGI PEMBANGUNAN BANGSA INDONESIA.

 

SITUS –SITUS KEAGAMAAN KRISTEN YANG MELAMBANGKAN PERSATUAN, KESATUAN, TOLERANSI YANG JUGA MENJADI KONSENSUS BERSAMA BANGSA INDONESIA YAKNI PANCASILA, UUD 45, BHINEKA TUNGGAL IKA, SERTA NKRI PERLU DI SOSIALISASIKAN KEPADA SEGENAP RAKYAT INDONESIA.

 

 

Dr. Binsar Antoni Hutabarat

https://www.binsarhutabarat.com/2020/08/situs-keagamaan-kristen.html

Sunday, May 23, 2021

Selamat hari Pentakosta!

 




Selamat hari Pentakosta!

 

 

Jikalau kamu mengasihi Aku, kamu akan menuruti segala perintah-Ku. Aku akan minta kepada Bapa, dan Ia akan memberikan kepadamu seorang Penolong yang lain, supaya Ia menyertai kamu selama-lamanya, yaitu Roh Kebenaran. Dunia tidak dapat menerima Dia, sebab dunia tidak melihat Dia dan tidak mengenal Dia. Tetapi kamu mengenal Dia, sebab Ia menyertai kamu dan akan diam di dalam kamu.”( Yohanes 14:15-17)

 

Janji Yesus memberikan Penolong yang lain, Roh Kudus kepada murid-murid-Nya untuk dapat menjalankan Misi Allah, yaitu menjadikan semua bangsa murid Yesus telah digenapi pada peristiwa Pentakosta.

 

Janji tentang penyertaan Roh Kudus itu bukan hanya berlaku untuk para rasul dan murid-murid yang percaya terhadap pemberitaan para rasul, tetapi juga untuk semua orang percaya masa kini.

 

Selamat mengalami Kuasa Allah.

Roh Kudus yang dijanjikan oleh Yesus telah diberikan kepada murid-murid dengan cara yang luar biasa, dan dengan tanda-tanda yang luar biasa. Tetapi, tetap saja orang yang tidak menerima Roh Kudus, karena tidak dapat melihat dan mengenal Roh Kudus, tidak akan memercayai janji Yesus Kristus yang telah digenapi itu.

 

Umat Kristen tidak perlu mengharapkan tanda-tanda kehadiran Roh Kudus yang sama seperti pada  peristiwa Pentakosta, Kehadiran Roh Kudus itu nyata dalam kehidupan mereka yang hidup mentaati Allah. Tanpa pertolongan Roh Kudus tidak ada orang yang dapat hidup mentaati firman Allah.

Umat Kristen juga tidak perlu mengatur Roh Kudus untuk menunjukkan mujiza-mujizat melalui dirinya agar banyak orang yang melihat mujizat-mujizat itu menjadi percaya.

 

Roh Kudus yang adalah Allah itu bersama-sama dengan firman Allah akan menginsyafkan manusia akan dosa dan hidup menerima korban Kristus di kayu salib untuk  hidup sebagai warga kerajaan Allah dengan cara Allah sendiri. Bahkan sering kali dengan cara-cara yang tidak kita pahami.Selamat mengalami kuasa Allah!

 

 

Selamat Menjalankan Misi Allah.

Roh Kudus yang dijanjikan Yesus diberikan untuk menolong orang percaya menaati perintah Allah, yaitu untuk melaksanakan Misi Allah.

 

Yesus kristus telah menggenapi rencana Allah dengan mati di kayu salib untuk menebus dosa-dosa manusia. Sedangkan mereka yang percaya kepada Yesus, mendapatkan tugas dari Yesus  untuk memberitakan berita sukacita tentang penggenapan janji Allah melalui kematian Kristus di Salib.

 

Mereka yang menjalankan Misi Allah akan tahu bahwa Roh Kudus yang memungkinkan manusia dapat hidup memuliakan Allah, menghasilkan buah-buah Roh, hidup meneladani Yesus dalam ketaatan pada firman Allah, untuk menjadi teladan, dan menjadikan semua bangsa murid Yesus.

 

Roh Kudus bekerja di dalam dan melalui orang percaya sejak peristiwa Pentakosta. Maka seperti murid-murid Yesus pada peristiwa Pentakosta, Roh Kudus tetap bekerja hingga saat ini, yaitu melalui dan dalam hidup orang yang percaya kepada Yesus.

 

Karunia-karunia Roh kudus yang diberikan kepada orang percaya bukan milik orang percaya, tetapi itu adalah tanda bahwa Roh Kudus diam dalam kehidupan orang percaya dan bekerja melalui orang percaya.

 

Karya Roh Kudus  yang memungkinkan murid-murid Yesus bekerja sekuat-kuatnya untuk memberitakan kabar sukacita, injil tentang pengampunan dosa yang dikerjakan oleh Yesus.

 

Didalam pertolongan Roh Kudus, didalam Allah, didalam Firman orang percaya melihat kehadiran Allah Tritunggal yang setia menyertai murid-murid yang melaksanakan Misi Allah untuk membawa berita injil. Selamat hari Pentakosta!

 

Dr. Binsar Antoni Hutabarat

https://www.binsarhutabarat.com/2021/05/selamat-hari-pentakosta.html


Saturday, May 22, 2021

Perdamaian Abadi Palestina Dan Israel

 



Perdamaian Abadi Palestina dan Israel

 

Kita bersyukur gencatan senjata antara Palestina dan Israel dapat terwujud, itu artinya korban jiwa dapat dihentikan untuk sementara waktu. 

Betapa indahnya jika Perdamaian Israel dan Palestina dapat terwujud, demikian juga perdamaian antar bangsa-bangsa di seluruh dunia.

 

Tanggung jawab memelihara kehidupan

Tak ada seorang pun yang bisa menolak untuk dilahirkan di bumi ciptaan Tuhan, dengan dasar itu pula kita semua harus memelihara kehidupan.

 Kehidupan bukan milik kita, tetapi milik sang pencipta, maka tanggung jawab memelihara kehidupan menjadi tanggung jawab semua yang hidup dan memiliki kehidupan yang terberi.

 

Keburukan perang

Perang, pembunuhan, kejahatan dan segala sesuatu yang merampas kehidupan dari seorang individu akan berhadapan dengan sang pemilik kehidupan. 

Mengobarkan perang sama saja dengan merampas kehidupan yang terberi, maka siapapun yang mengobarkan perang sama saja dengan menyediakan diri untuk diperangi. Perang tidak pernah dapat dihentikan dengan perang.


Tentang pembalasan dendam 

Pembalasan dendam juga tak pernah berhenti dengan pembalasan dendam. Sebaliknya dendam hanya akan padam jika mereka yang bertikai saling mengampuni, karena pertikaian terjadi karena kesalahan kedua belah pihak.


Penghentian gencatan senjata yang disepakati Palestina dan Israel mestinya didasari bahwa perang, pembalasan dendam tak akan pernah berhenti. 

Sebaliknya, membatasi diri untuk tidak berperang, malakukan pembalasan dendam adalah jalan bijaksana untuk dapat memahami  akibat perang yang mengerikan. 

Dengan perenungan dan pemahaman akibat perang yang buruk, kedua belah pihak yang berperang  perlu berdamai untuk menghentikan peperangan.

Damai itu membahagiakan

Lihatlah sorak sorai masyarakat Palestina dan Israel yang menyambut kesepakatan gencatan senjata. Damai itu membahagiakan semua pihak.

 Perang hanya akan menimbulkan penderitaan, secara khusus rakyat yang tak tahu menahu ambisi para pemimpin negara yang gemar berperang.

 Kegembiraan rakyat menyambut gencatan senjata harusnya menyadarkan kedua pimpinan negara bahwa rakyat merindukan perdamaian.

 

Perdamaian Abadi

Perang sangat mudah terjadi, karena itu mengusahakan perdamaian adalah perjuangan bersama untuk memelihara kehidupan. 

Apabila para pemimpin negara dikuasai nafsu untuk berperang, dan bukannya mengusahakan kesejahteraan rakyat, maka perjuangan memelihara kehidupan menjadi terabaikan. 

Perang bukan cara untuk melindungi kehidupan, tetapi sebaliknya merampas kehidupan yang adalah milik Tuhan.

Masyarakat dunia sangat berharap terwujudnya perdamaian abadi antara Israel dan  Palestina, bukan hanya sekadar gencatan senjata sementara. 

Para pemimpin kedua bangsa itu mesti berani menyingikirkan kepentingan pribadi dan mengutamakan kesejahteraan rakyat. 

Lihatlah sorak sorai rakyat yang menyambut gencatan senjata. Itu berarti para pemimpin kedua negara perlu berjuang lebih keras untuk mengusakan perdamaian, melindungi rakyat dari perang yang menyengsarakan.

Kiranya perdamaian abadi Palestina dan Israel dapat terwujud dan menjadi inspirasi untuk mewujudkan perdamaian di seantero dunia ini.

 

Dr. Binsar A. Hutabarat

https://www.binsarhutabarat.com/2021/05/perdamaian-abadi-palestina-dan-israel.html

Sunday, May 16, 2021

Diskriminasi terhadap sekolah swasta









 

Perubahan undang-undang memang diperlukan untuk menjawab perubahan jaman, namun prinsip-prinsi dasar pendidikan yang meupakan jati diri bangsa Indonesia mestinya tidak bisa diabaikan begitu saja. Pengabaian terhadap jati diri masyarakat Indonesia yang beragam yang kemudian melahirkan diskriminasi terhadap sekolah-sekolah keagamaan yang berjasa besar dalam pembangunan pendidikan nasional terlihat jelas pada sisdiknas 1989 dan puncaknya sisdiknas 2003.

Undang-undang Pendidikan nasional tahun 1950 merupakan cermin pemikiran bapak pendidikan nasional, Ki hajar Dewantara, maka semestinya undang-undang yang disusun selanjutnya juga tidak melupakan prinsip-prinsip dasar yang telah dibangun sebelumnya, khususnya dalam hal-hal yang berkaitan dengan agama yang  telah dipikirkan secara serius pada waktu sebelumnya.

 

Apabila pemerintah masa kini cukup bijaksana untuk belajar dari masa lalu, maka diskriminasi terhadap sekolah-sekolah swasta agama  tidak perlu terjadi. Penghargaan terhadap pendidikan agama pada masa lalu jelas terlihat dari apa yang dikatakan Dewantara:

 

Alibris: Books, Music, & Movies Meskipun sifat, bentuk, dan laku pendidikan dan pengajaran itu pada dasarnya menjadi hak dan kewajiban tiap-tiap orang tua terhadap anaknya, namun dalam praktiknya tidak mungkin tiap- tiap orang tua menyelenggarakan sendiri segala usaha pendidikan dan pengajaran bagi anak- anaknya tadi, dan terpaksalah mereka itu mempersatukan diri dengan orang-orang, yang bersamaan atau hampir bersamaan aliran hidupnya, untuk bersama-sama mewujudkan sistem pendidikan dan pengajaran sebagai suatu golongan yang khusus; berdirilah dengan begitu “sekolah partikulir” yang disebut private school (Inggris) atau juga bijzondere school (Belanda). Karena hak mendidik dan mengajar itu prinsipil ada pada orang tua, sedangkan kewajiban menyelenggarakannya adalah kewajiban negara, maka segala biaya yang umum dari sekolah partikulir itu sebetulnya harus ditanggung oleh pemerintah menurut peraturan keuangan yang sama dengan sekolah negeri; biaya-biaya yang dipikul oleh masing-masing badan yang menyelenggarakan pendidikan dan pengajaran yang khusus.

 

Pendidikan agama mestinya dihargai karena hak mendidik ada pada orang tua secara kodrati, dan apabila kemudian kelompok agama-agama itu  mendirikan sekolah-sekolah agama sesuai dengan keyakinan mereka, maka pemerintah harus menghargainya, apalagi sekolah-sekolah  agama juga ikut terlibat aktif dalam mencerdaskan kehidupan bangsa, maka pemerintah wajib membiayai sekolah-sekolah swasta sebagaimana juga layaknya sekolah negeri. Sekolah-sekolah negeri berkewajiban memberi pendidikan dan pengajaran yang umum, sebagaimana diwajibkan pula untuk sekolah swasta, dan pendidikan dan pengajaran yang dilaksanakan di sekolah negeri ini menjadi kurikulum minamal pada sekolah swasta, dan pemerintah tidak perlu membelenggu keunikan sekolah-sekolah swasta agama.

Pada masa lalu sekolah-sekolah negeri bersifat netral karena sekolah negeri pada masa lalu hanya mengajarkan pengetahuan umum dan hal-hal yang bersifat pokok saja, dan yang diakui dapat memajukan berkembangnya budi pekerti pada umumnya. Mengenai pelajaran agama disekolah sebenarnya pemerintah pernah menetapkan pemberian pengajaran agama di sekolah negeri sebagai budi pekerti dengan menggunakan bahan dari semua agama, jadi nilai-nilai agama yang dianut masyarakat Indonesia didorong untuk memberikan kontribusinya bagi pembangunan karakter siswa di sekolah-sekolah negeri. Kebijakan pemerintah itu membuat sekolah-sekolah negeri bersifat netral, atau bisa dikatakan menerima pluralisme agama-agama. Kebijakan tersebut ditetapkan karena sejak lampau pemerintah menyadari bahwa soal pengajaran agama tidak mungkin mendapatkan persetujuan yang utuh dan sempurna.

Semangat demokrasi pendidikan terlihat jelas pada ketetapan pemerintah yang menetapkan bahwa sekolah-sekolah agama pada masa itu tidak diwajibkan untuk menyelenggarakan pengajaran agama yang berbeda dengan lembaga penyelenggara pendidikan swasta. Pendidikan dan pengajaran terhadap anak-anak adalah hak orang tua secara kodrati, maka orang tua yang memasukkan anak mereka ke sekolah agama tertentu tentu saja telah memahami bahwa sekolah tersebut memiliki keunikan tersendiri berdasarkan agama tertentu, dan tentunya kurikulum yang disajikan pada sekolah tersebut jelas diketahui didasarkan pada semangat lembaga agama yang mendirikan sekolah tersebut. Jadi, sangatlah tidak beralasan jika lembaga pendidikan agama itu harus mengajarkan pengajaran agama yang berbeda dengan lembaga itu.

Demikian juga hal nya sekolah-sekolah Kristen yang dianggap memiliki sekolah-sekolah berkualitas, dan diminati banyak orang tua pada masa itu, semua isi pelajaran yang disajikan pada kurikulum sekolah tentu saja memiliki landasan teologi Kristen, karena itu sekolah-sekolah swasta agama itu tidak bisa dipaksa oleh pemerintah untuk menyelenggarakan pelajaran agama lain, dan itu sama saja mencampuri ruang privat lembaga agama itu. Pada sisi lain, pada sekolah-sekolah negeri pelajaran agama lebih diarahkan pada pelajaran budi pekerti yang merupakan nilai-nilai yang diterima semua agama. Kalaupun disekolah-sekolah negeri diajarkan pelajaran agama, maka pelajaran agama itu tidak boleh dipaksakan  

Pancasila merupakan nilai-nilai moral minimal, artinya tidak ada agama-agama di negeri ini yang menolak nila-nilai sebagaimana tercantum pada sila-sila dalam Pancasila, karena itu pelajaran budi pekerti atau pelajaran agama di sekolah-sekolah negeri sepatutnya tidak bertentangan dengan nilai-nilai Pancasila.

Jadi, perdebatan mengenai pelajaran agama di sekolah bukan hanya problematika masa kini, tapi telah ada sejak lama, hanya saja pemerintah pada masa lalu konsisten berpegang pada pancasila dengan jalan demokrasinya, sehingga semua individu dan kelompok terlindungi. Sekolah-sekolah agama tidak dipaksakan untuk menyelenggarakan pelajaran agama yang berbeda dengan agama lembaga penyelenggara pendidikan itu. Demikian juga hal nya yang terjadi pada sekolah-sekolah negeri, keragaman agama diterima dengan memberikan kesempatan agama-agama memberikan nilai-nilai universalnya dalam bentuk pelajaran budi pekerti.

Perdebatan mengenai pelajaran agama di sekolah  sebenarnya tidak perlu terjadi di negeri ini, apalagi rakyat Indonesia adalah rakyat yang beragama, sehingga tidak ada yang menentang agama, namun memaksakan pelajaran agama di sekolah adalah sesuatu yang tidak diperlukan, apalagi memaksakan diadakannya pengajaran agama yang berbeda dengan lembaga agama sekolah-sekolah yang bernapaskan agama itu. Pendidikan nasional sepatutnya dibangun pada dasar kebangsaan bukan berdasarkan agama yang beragam dan berbeda. Hal ini dapat dipahami, karena untuk Indonesia yang beragam agama, suku dan budaya, usaha untuk terus mempererat rasa kebangsaan merupakan hal yang amat penting. Sebagaimana dijelaskan dalam pasal 31 UUD 1945, bahwa tiap-tiap warga negara berhak mendapat pengajaran, maka dengan demikian pemerintah wajib mengusahakan dan menyelenggarakan satu sistem pengajaran nasional yang diatur dengan undang-undang. Jelaslah bahwa segala usaha pendidikan dan pengajaran harus didasarkan pada dasar kebangsaan.

Semangat demokrasi dalam bidang pendidikan pada awalnya telah melahirkan penghargaan terhadap sekolah-sekolah swasta agama yang secara jujur diakui oleh pemerintah memiliki jasa yang besar dalam membantu perluasan pendidikan dan pengajaran bagi segenap rakyat Indonesia. Tiap aliran ideologis yang tidak bertentangan dengan Pancasila terkait dengan agama dan kemasyarakatan di lindungi haknya untuk membangun dan memelihara pendidikan yang didasarkan keyakinan dan kepercayaan masing-masing.

Pemerintah harus melindungi sekolah-sekolah agama, karena ada banyak orang tua yang memilih sekolah itu didasarkan kekuatiran terhadap moralitas anak. Keyakinan orang tua bahwa sekolah agama itu bisa memberikan harapan bagi pembentukan moral dan karakter anak bukan hanya ada di Indonesia, tapi juga di negara-negara yang sudah maju, seperti Amerika Serikat misalnya, karena itu pilihan orang tua, dan seharusnya dihargai. 

Melihat pentingnya kedudukan pendidikan agama dalam gerakan pendidikan nasional seharusnya pemerintah juga mampu memanfaatkan kekuatan pendidikan agama itu dalam mencapai tujuan pendidikan nasional. Pemerintah tidak perlu memaksakan pendidikan agama yang berbeda dengan agama penyelenggara pendidikan agama itu, sebaliknya pada sekolah-sekolah negeri, keragaman agama-agama harus diakomodasi. Pendidikan agama harus diintegrasikan pada nilai-nilai Pancasila yang adalah karakter bangsa Indonesia.

Untuk mencari jalan tengah dari kontroversi yang terjadi pada sisdiknas 2003 terkait dengan pelajaran agama, pemerintah bisa memfasilitasi sekolah-sekolah swasta yang mendasarkan pendidikannya di atas dasar pluralisme agama, demikian juga hal nya pada sekolah-sekolah negeri. Pada pendidikan swasta dan negeri tersebut diajarkan agama-agama yang dipeluk oleh masyarakat Indonesia, namun, pelajaran agama itu harus didasarkan pada Pancasila. “Pendidikan agama lebih tepat  disebut pendidikan keagamaan karena mencakup nilai-nilai  dari semua agama yang hidup dalam masyarakat Indonesia yang bhineka itu.”

Pelajaran agama di sekolah dalam sisdiknas 2003 tidak akan melahirkan kontroversi apabila tidak dijadikan alat untuk membelenggu kebebasan sekolah agama. Demikian juga dalam sekolah-sekolah negeri, karena nilai-nilai agama ada dalam ruang publik, maka nilai-nilai itu diterima oleh seluruh masyarakat Indonesia, sehingga tidak ada yang menolak diajarkannya pelajaran agama di sekolah. 


Perwujudan penerimaan nilai-nilai publik agama tersebut terlihat dengan diterimanya Pancasila sebagai dasar hidup bersama bagi semua agama yang ada di Indonesia. Penerimaan semua agama-agama terhadap Pancasila seharusnya menyadarkan pemerintah mengenai peran strategis sekolah-sekolah agama dalam mencapai tujuan pendidikan nasional, karena itu sekolah-sekolah agama itu harus dihargai keunikannya, dan pemerintah hanya perlu mengawasi mutu sekolah tersebut demi ketertiban umum. 

Pemerintah juga wajib memberikan subsidi pada sekolah-sekolah itu karena memiliki peran yang sama dalam mencerdaskan kehidupan bangsa. 


https://www.binsarhutabarat.com/2020/07/diskriminasi-terhadap-sekolah-swasta.html


Metode Penelitian (1)

Metode Penelitian kualitatif by binsar antoni hutabarat https://www.binsarinstitute.id/2025/08/metode-penelitian-1.html