Podcast Rukun Beragama

Video

Thursday, September 26, 2024

Ketuhanan yang maha esa

 

 


Ketuhanan yang maha esa

 

Satu Tuhan banyak agama untuk Indonesia memiliki landasannya pada Pancasila, baik pada sila pertama, Ketuhanan Yang Maha Esa, maupun juga sila-sila lain yang tidak dapat dipisahkan dari sila pertama Pancasila.

Sila-sila dalam Pancasila itu saling kait mengait dan tidak dapat ditafsirkan secara terpisah. Kata bersama masyarakat Indonesia itu tertuang dalam kelima sila Pancasila.

Pancasila negeri ini mengakui Indonesia bukan negara agama, dalam arti hanya mengakui satu agama, tetapi juga bukan negara sekuler yang menolak kehadiran agama pada ruang publik.

Posisi agama-agama yang terhormat di negeri ini terlihat pada perumusan kebijakan public yang umumnya melibatkan semua elemen bangsa, termasuk di dalamnya adalah tokoh-tokoh agama.

Sosialisasi nilai-nilai Pancasila

Meskipun negeri ini telah 79 tahun merdeka, pemahaman terhadap Pancasila masih perlu terus digali bersama dan juga disosialisasikan. Sosialisasi penggalian nilai-nilai dari Pancasila itu penting, karena sila-sila dari Pancasila adalah nilai-nilai yang hidup dalam sanubarinya masyarakat Indonesia yang perlu diwariskan dari generasi ke generasi.

Apabila penggalian dari nilai-nilai Pancasila itu terus dilakukan secara bersaama, tentu saja dengan semangat kesatuan, maka nilai-nilai bersama yang dituangkan dalam sila-sila Pancasila itu akan terus bersemayam dalam hati masyarakat Indonesia.

Sayangnya nilai-nilai Pancasila yang digali bersama itu tidak tersemaikan secara baik dari generasi ke generasi, apalagi ketika penggalian bersama nilai-nilai Pancasila itu dibekukan dengan menjadikan Pancasila sebagai ideologi tunggal, bahkan jadi alat untuk memenjarakan mereka yang tidak sesuai dengan tafsir penguasa terhadap Pancasila.

 Nilai-nilai dari Pancasila saat ini banyak digugat, usaha bersama menggali nilai Pacasila kerap menimbulkan kontroversi, bahkan menimbulkan pembelahan, karena Pancasila kerap ditafsirkan secara eksklusif menurut agama tertentu, apalagi ketika nilai-nilai eksklusif itu kemudian dipaksakan kepada yang lain, seperti misalnya penolakan mengucapkan selamat hari raya agama tertentu dari mereka yang berbeda agama.

Satu Tuhan satu agama

Pancasila mengakui bahwa rakyat Indonesia adalah rakyat yang beragama, baik mereka yang beragama kebudayaan atau agama suku, agama-agama yang masuk ke Indonesia, atau agama-agama yang merupakan pencampuran agama-agama suku dengan agama-agama yang masuk ke Indonesia.

Pengakuan bahwa manusia Indonesia adalah manusia yang beragama secara bersamaan juga menyatakan bahwa manusia Indonesia adalah manusia yang ber-ketuhanan.

Memang sila Ketuhanan Yang Maha Esa itu bukan menunjuk pada “Tuhan” pada agama tertentu, tapi keyakinan adanya yang disebut “Tuhan” ada pada semua agama dan kepercayaan yang di anut masyarakat Indonesia.

Meskipun keyakinan akan Tuhan agama-agama itu eksklusif, namun terdapat persamaan, yakni adanya pengakuan terhadap pencipta langit dan bumi, yang disebut agama-agama dan kepercayaan sebagai Tuhan dengan berbagai nama.

Berdasarkan sila Ketuhanan Yang Maha Esa itulah bangsa Indonesia mengakui adanya Tuhan dan adanya banyak agama. Jika kita setuju bahwa Pencipta langit dan bumi itu Tuhan yang satu, dan agama-agama yang berbeda itu menunjuk kepada Tuhan yang satu, maka dapat disimpulkan bahwa bangsa Indonesia mengakui adanya Satu Tuhan Banyak Agama.

Pengakuan Satu Tuhan Banyak Agama itu seharusnya memberikann kesadaran untuk semua umat beragama di Indonesia bergaul dengan semangat persaudaraan sebagai satu bangsa yang memiliki ikrar bersama untuk membangun Indonesia yang kuat, untuk kesejahteraan bersama seluruh rakyat Indonesia.

Pengakuan Satu Tuhan Banyak Agama sejatinya memberikan kesadaran pada umat beragama di Indonesia tidak saling menyesatkan, atau memberikan label sesat pada agama tertentu, demikian juga denominasi atau komunitas yang mengajarkan ajaran yang berbeda dengan denominasi ata komunitas lain dalam satu agama.

Apabila agama-agama itu dibiarkan sang pencipta dunia hadir, maka taka da seorangpun yang boleh membelenggu kebebasan beragama, bukankah ketika negeri ini menetapan konstitusi dan undang-undang dibawahnya semua elemen bangsa terlibat. Dan kebijakan itu dapat menjadi acuan sebagai kata bersama yang menjadi dasar hidup bersama masyarakat Indonesia yang beragam. 

https://www.binsarinstitute.id/2024/09/ketuhanan-yang-maha-esa.html 

Marilah kita behenti memberikan label sesat pada yang berbeda, dan kemudian berdialog untuk lebih memahami satu dengan yang lain, dan juga memahami iman dan kepercayaan masing-masing secara lebih mendalam.

https://www.binsarinstitute.id/2024/09/label-sesat-pada-yang-berbeda.html 

Wednesday, September 25, 2024

Penutupan rumah ibadah

 

 


Penutupanrumah ibadah dampak labelisasi sesat

 Menurut saya penutupan rumah ibadah dan juga larangan ibadah di rumah yang mewajibkan adanya ijin adalah karena masih tingginya kecurigaan antar agama karena adanya labelisasi sesat terhadap agama yang berbeda.

Pada saat saya melakukan penelitian terkait toleransi agama individu ada temuan menarik, pada waktu ditanyakan, apakah anda percaya agama lain toleran terhadap agama anda, jawaban pada umumnya adalah tidak percaya atau tergolong skala rendah. Tetapi ketika responden ditanya, apakah anda keberatan jika ada tempat ibahadah agama lain di sekitar tempat anda, mengagetkan jawabannya adalah tidak berkeberatan, atau skala sedang. Pertanyaannya kemudian, mengapa masih banyak penutupan rumah ibadah?

Mengamati alasan penutupan rumah ibadah, seperti yang berlangsung baru-baru ini adalah, keberatan masyarakat terhadap ibadah di rumah yang sebenarnya tidak perlu ijin, tetapi ternyata pada beberapa tempat di tolak dengan alasan tidak mendapatkan ijin, dapat diduga, bahwa penolakan terhadap ibadah agama lain dapat di duga disebabkan adanya kecurigaan terhadap agama lain yang intoleran.

Kemudian pertanyaannya dari mana munculnya kecurigaan bahwa agama-agama yang berbeda itu intoleran terhadap agama lain?

Intoleransi agama tertentu terhadap agama lain dipengaruhi oleh klam-klaiam eksklusif agama tertentu. Mereka yang memeluk agama-agama suku kerap diajadikan lading misi agama-agama misi, tetapi karena intoleransi agama-agama suku itu tinggi, masuknya agama-agama misi pada masyarakat yang memeluk agama-agama suku tak banyak menimbulkan retensi. Apalagi ketika kemudian agama-agama suku itu bercampur dengan agama-agama misi.

Persoalan muncul, ketika agama-agama misi itu kemudian melancarkan gerakan pemurnian agama, mereka yang menerima agama-agama misi tanpa melepaskan kepercayaan lamanya dianggap sinkretis, atau tidak murni. Geraakan pemurnian agama-agama itu kemudian menimbulkan retensi dari mereka yang dituduh tidak murni.

Gerakan pemurnian agama itu kerap mempropagandakan diri mereka sebagai agama yang paling benar, murni dan tidak bisa menerima yang berbeda dengan doktrin komunitas gerakan pemurnian agama itu. Lebih parah lagi, gerakan pemurnian agama itu tidak jarang melebelkan yang berbeda dengan mereka sesat.

Labelisasi sesat pada mereka yang berbeda itu kemudian menimbulkan stigma atau sangka buruk, bahwa agama-agama yang mereka lebel kan sesat akan menggunakan segala cara untuk membuat mereka tidak murni. Apalagi ketika terjadi perpindahan agama. Tidak jarang perpindahan agama itu menimbulkan konflik antar agama.

Apabila labelisasi sesat pada agama yang berbeda tetap dilakukan, maka kita akan terus melihat usaha-usaha penutupan rumah ibadah terus terjadi, alasannya sederhana masyarakat tidak percaya toleransi beragama akan ada dalam perjumpaan agama yang berbeda.

https://www.binsarinstitute.id/2024/09/penutupan-rumah-ibadah.htm 

Indoktrinasi agama

 



Indoktrinasi agama yang dilandasi semangat memurnikan agama tak memiliki landasan kuat dan perlu disudahi.

 Soal klaim agama yang murni

Mengakui sebuah keyakinan agama berasal dari Tuhan sah-sah saja, tetapi klaim bahwa hanya agama tertentu adalah murni dan berasal dari Tuhan, tentu saja tidak memiliki landasan. Semua pengalaman agama dengan Tuhan yang transenden adalah subyektif.

Bisakah kita membayangkan, dan memikirkan secara jernih, bagaimana Allah yang transenden yang tak terbatas dapat dipahami oleh yang terbatas?

Kita tentu bisa menerima bahwa Allah yang maha kuasa dapat menjelaskan dirinya dalam kemahakuasaannya untuk dikenal oleh ciptaan melalui berbagai cara. Tapi, apakah mungkin, individu yang terbatas itu dapat mengkonstruksi pengetahuan tentang Allah seperti Allah sendiri memahami diriNya?

Pengetahuan itu di konstruksi, bukan di transfer, jika pengetahuan tentang Allah itu di transfer maka tidak ada keterlibatan manusia untuk mengkonstruksi pengetahuan tentang Allah. Pada konteks ini klaim agama yang murni menghadapi kesulitan.

Jika manusia tidak dapat merespon apapun terhadap pengetahuan tentang Allah, maka manusia seperti robot yang mengatakan apa saja dari pembuat robot itu.

Indoktrinasi agama

Indoktrinasi agama sudah waktunya ditinggalkan, karena indoktrinasi agama membelenggu kebebasan berpikir seseorang untuk memilih agama dengan kebebasan.

Parahnya lagi, indoktrinasi agama hanya akan menghadirkan pasukan pelindung doktrin agama tertentu, yang kerap menimbulkan konflik anatar agama, padahal yang melindungi agama itu Tuhan. Bukan manusia yang melindungi Tuhan, tapi manusialah yang bergantung pada Allah yang berdaulat.

Apakah yang dimaksud agama yang murni? Apakah agama yang dihakimi Tuhan sebagai agama yang murni? Bukankah saat ini Tuhan masih membebaskan agama apapun ada di bumi?

Menurut saya klaim suatu agama itu murni dari Tuhan hanyalah sebuah keyakinan iman, dan tak seorangpun dapat membuktikan agama yang diyakininya murni dari sang pencipta.

Apalagi menuduh  agama-agama lain memanipulasi agama yang murni. Anggapan adanya agama yang memanipulasi agama lain itu pun tak dapat dibuktikan, lagi-lagi itu hanya klaim subyektif individu.

Lantas untuk apa debat atau pertarungan individu atau kelompok yang saling mengklaim diri sebagai agama yang murni?

Bukankah semua argument untuk membenarkan klaim sebuah agama itu murni tidak ada landasannya? Klaim hanya benar sebatas argumentasi yang mendukung klaim itu. Jika kita tidak tahu segala sesuatu bagaimana mungkin ada klaim yang absolut?

Menurut saya kerinduan untuk mentaati Tuhan dengan menjaga ajaran agama yang murni boleh-boleh saja, asalkan dimaknai sebagai sebuah perjalanan untuk mengenal kebenaran agama lebih baik, artinya tidak pernah ada pada suatu saat tertentu hadir agama yang murni sebelum Tuhan sendiri menghakiminya.

Untuk menjaga kemurnian agama menurut saya justru kita perlu terbuka dengan agama-agama  lain dan berdialog dengan jujur untuk saling belajar, karena dengan saling belajar kita bukan hanya lebih memahami agama-agama lain, tetapi juga memahami agama yang kita anut. Karena itu Indoktrinasi adanya agama yang murni perlu dihindari.

Satu Tuhan banyak agama memiliki landasan dalam Pancasila, karena itu dialog agama-agama memiliki landasan di bumi Pancasila bukannya usaha-usaha untuk melakukan indoktrinasi agama.

https://www.binsarinstitute.id/2024/09/indoktrinasi-agama.html 


Teologi Gereja Versus Teologi Jemaat

                                     Teologi Gereja Versus Teologi Jemaat   Teologi gereja yang dinyatakan dalam pengakuan iman sebuah den...