Friday, September 27, 2024

Aliran sesat

 

 


Aliran Sesat?

Tuduhan sebuah aliran gereja adalah sesat, secara khusus untuk agama dan kepercayaan yang dipeluk masyarakat Indonesia dan di lindungi undang-undang adalah tidak tepat.

Indonesia menempatkan agama pada tempat terhormat. Agama yang berbeda dan beragam itu memiliki kedudukan sama dihadapan hukum. Semua gereja, agama, kepercayaan diakui keberadaannya di Indonesia, dan perlu bergaul dengan semangat persaudaraan.

Tuduhan sesat terhadap gereja Katolik yang disampaikan apologet yang mengaku dari aliran Protestan tentu saja membuat masyarakat Indonesia terlukai.

Katolik adalah agama yang diakui di Indonesia, dan Katolik memiliki Dirjen Bimas Katolik, artinya Katolik keberadaannya di Indonesia dilindungi undang-undang.

Wajar saja jika tuduhan sesat pada Katolik yang dikumandangkan seorang oknum yang menyebut diri apologet Protestan menuai perlawanan, dan memberikan tuduhan balik dengan memberikan label sesat pada aliran Protestan sebagai bidat katolik.

Konflik masa lampau antara Protestan dan Katolik sebenarnya tak perlu diwaris generasi saat ini, apalagi di Indonesia yang menempatkan Katolik dan Protestan sama dihadapan hukum, secara khusus dalam pengakuan sila pertama dari Pancasila, yaitu Ketuhanan Yang Maha Esa.

Kedatangan Paus Fransiskus yang membawa berita perdamaian yang amat memesona dengan kesederhanannya menuai pujian secara luas dari berbagai agama mestinya perlu diteladani,.

Umat Katolik perlu terus mengumandangkan warta damai itu untuk tetap lestari di Indonesia. Demikian juga para apologet yang menyebut diri apologet Protestan perlu belajar dan tidak arogan serat merasa diri paling benar, apalagi merasa memiliki kebenaran dan memiliki kunci pintu keselamatan.

Debat dengan melabelkan yang berbeda sebagai aliran  sesat akan membangkitkan intoleransi agama yang berujung pada konflik antarmereka yang saling menyestkan.

Indonesia tersohor dengan toleransinya, diskusi agama dan perjumpaan agama-agama di Indonesia tidak saling mengalahkan, sebaliknya saling belajar untuk saling memperkaya agama-agama yang berbeda.

 

https://www.binsarinstitute.id/2024/09/aliran-sesat.html 

Thursday, September 26, 2024

Ketuhanan yang maha esa

 

 


Ketuhanan yang maha esa

 

Satu Tuhan banyak agama untuk Indonesia memiliki landasannya pada Pancasila, baik pada sila pertama, Ketuhanan Yang Maha Esa, maupun juga sila-sila lain yang tidak dapat dipisahkan dari sila pertama Pancasila.

Sila-sila dalam Pancasila itu saling kait mengait dan tidak dapat ditafsirkan secara terpisah. Kata bersama masyarakat Indonesia itu tertuang dalam kelima sila Pancasila.

Pancasila negeri ini mengakui Indonesia bukan negara agama, dalam arti hanya mengakui satu agama, tetapi juga bukan negara sekuler yang menolak kehadiran agama pada ruang publik.

Posisi agama-agama yang terhormat di negeri ini terlihat pada perumusan kebijakan public yang umumnya melibatkan semua elemen bangsa, termasuk di dalamnya adalah tokoh-tokoh agama.

Sosialisasi nilai-nilai Pancasila

Meskipun negeri ini telah 79 tahun merdeka, pemahaman terhadap Pancasila masih perlu terus digali bersama dan juga disosialisasikan. Sosialisasi penggalian nilai-nilai dari Pancasila itu penting, karena sila-sila dari Pancasila adalah nilai-nilai yang hidup dalam sanubarinya masyarakat Indonesia yang perlu diwariskan dari generasi ke generasi.

Apabila penggalian dari nilai-nilai Pancasila itu terus dilakukan secara bersaama, tentu saja dengan semangat kesatuan, maka nilai-nilai bersama yang dituangkan dalam sila-sila Pancasila itu akan terus bersemayam dalam hati masyarakat Indonesia.

Sayangnya nilai-nilai Pancasila yang digali bersama itu tidak tersemaikan secara baik dari generasi ke generasi, apalagi ketika penggalian bersama nilai-nilai Pancasila itu dibekukan dengan menjadikan Pancasila sebagai ideologi tunggal, bahkan jadi alat untuk memenjarakan mereka yang tidak sesuai dengan tafsir penguasa terhadap Pancasila.

 Nilai-nilai dari Pancasila saat ini banyak digugat, usaha bersama menggali nilai Pacasila kerap menimbulkan kontroversi, bahkan menimbulkan pembelahan, karena Pancasila kerap ditafsirkan secara eksklusif menurut agama tertentu, apalagi ketika nilai-nilai eksklusif itu kemudian dipaksakan kepada yang lain, seperti misalnya penolakan mengucapkan selamat hari raya agama tertentu dari mereka yang berbeda agama.

Satu Tuhan satu agama

Pancasila mengakui bahwa rakyat Indonesia adalah rakyat yang beragama, baik mereka yang beragama kebudayaan atau agama suku, agama-agama yang masuk ke Indonesia, atau agama-agama yang merupakan pencampuran agama-agama suku dengan agama-agama yang masuk ke Indonesia.

Pengakuan bahwa manusia Indonesia adalah manusia yang beragama secara bersamaan juga menyatakan bahwa manusia Indonesia adalah manusia yang ber-ketuhanan.

Memang sila Ketuhanan Yang Maha Esa itu bukan menunjuk pada “Tuhan” pada agama tertentu, tapi keyakinan adanya yang disebut “Tuhan” ada pada semua agama dan kepercayaan yang di anut masyarakat Indonesia.

Meskipun keyakinan akan Tuhan agama-agama itu eksklusif, namun terdapat persamaan, yakni adanya pengakuan terhadap pencipta langit dan bumi, yang disebut agama-agama dan kepercayaan sebagai Tuhan dengan berbagai nama.

Berdasarkan sila Ketuhanan Yang Maha Esa itulah bangsa Indonesia mengakui adanya Tuhan dan adanya banyak agama. Jika kita setuju bahwa Pencipta langit dan bumi itu Tuhan yang satu, dan agama-agama yang berbeda itu menunjuk kepada Tuhan yang satu, maka dapat disimpulkan bahwa bangsa Indonesia mengakui adanya Satu Tuhan Banyak Agama.

Pengakuan Satu Tuhan Banyak Agama itu seharusnya memberikann kesadaran untuk semua umat beragama di Indonesia bergaul dengan semangat persaudaraan sebagai satu bangsa yang memiliki ikrar bersama untuk membangun Indonesia yang kuat, untuk kesejahteraan bersama seluruh rakyat Indonesia.

Pengakuan Satu Tuhan Banyak Agama sejatinya memberikan kesadaran pada umat beragama di Indonesia tidak saling menyesatkan, atau memberikan label sesat pada agama tertentu, demikian juga denominasi atau komunitas yang mengajarkan ajaran yang berbeda dengan denominasi ata komunitas lain dalam satu agama.

Apabila agama-agama itu dibiarkan sang pencipta dunia hadir, maka taka da seorangpun yang boleh membelenggu kebebasan beragama, bukankah ketika negeri ini menetapan konstitusi dan undang-undang dibawahnya semua elemen bangsa terlibat. Dan kebijakan itu dapat menjadi acuan sebagai kata bersama yang menjadi dasar hidup bersama masyarakat Indonesia yang beragam. 

https://www.binsarinstitute.id/2024/09/ketuhanan-yang-maha-esa.html 

Marilah kita behenti memberikan label sesat pada yang berbeda, dan kemudian berdialog untuk lebih memahami satu dengan yang lain, dan juga memahami iman dan kepercayaan masing-masing secara lebih mendalam.

https://www.binsarinstitute.id/2024/09/label-sesat-pada-yang-berbeda.html 

Wednesday, September 25, 2024

Penutupan rumah ibadah

 

 


Penutupanrumah ibadah dampak labelisasi sesat

 Menurut saya penutupan rumah ibadah dan juga larangan ibadah di rumah yang mewajibkan adanya ijin adalah karena masih tingginya kecurigaan antar agama karena adanya labelisasi sesat terhadap agama yang berbeda.

Pada saat saya melakukan penelitian terkait toleransi agama individu ada temuan menarik, pada waktu ditanyakan, apakah anda percaya agama lain toleran terhadap agama anda, jawaban pada umumnya adalah tidak percaya atau tergolong skala rendah. Tetapi ketika responden ditanya, apakah anda keberatan jika ada tempat ibahadah agama lain di sekitar tempat anda, mengagetkan jawabannya adalah tidak berkeberatan, atau skala sedang. Pertanyaannya kemudian, mengapa masih banyak penutupan rumah ibadah?

Mengamati alasan penutupan rumah ibadah, seperti yang berlangsung baru-baru ini adalah, keberatan masyarakat terhadap ibadah di rumah yang sebenarnya tidak perlu ijin, tetapi ternyata pada beberapa tempat di tolak dengan alasan tidak mendapatkan ijin, dapat diduga, bahwa penolakan terhadap ibadah agama lain dapat di duga disebabkan adanya kecurigaan terhadap agama lain yang intoleran.

Kemudian pertanyaannya dari mana munculnya kecurigaan bahwa agama-agama yang berbeda itu intoleran terhadap agama lain?

Intoleransi agama tertentu terhadap agama lain dipengaruhi oleh klam-klaiam eksklusif agama tertentu. Mereka yang memeluk agama-agama suku kerap diajadikan lading misi agama-agama misi, tetapi karena intoleransi agama-agama suku itu tinggi, masuknya agama-agama misi pada masyarakat yang memeluk agama-agama suku tak banyak menimbulkan retensi. Apalagi ketika kemudian agama-agama suku itu bercampur dengan agama-agama misi.

Persoalan muncul, ketika agama-agama misi itu kemudian melancarkan gerakan pemurnian agama, mereka yang menerima agama-agama misi tanpa melepaskan kepercayaan lamanya dianggap sinkretis, atau tidak murni. Geraakan pemurnian agama-agama itu kemudian menimbulkan retensi dari mereka yang dituduh tidak murni.

Gerakan pemurnian agama itu kerap mempropagandakan diri mereka sebagai agama yang paling benar, murni dan tidak bisa menerima yang berbeda dengan doktrin komunitas gerakan pemurnian agama itu. Lebih parah lagi, gerakan pemurnian agama itu tidak jarang melebelkan yang berbeda dengan mereka sesat.

Labelisasi sesat pada mereka yang berbeda itu kemudian menimbulkan stigma atau sangka buruk, bahwa agama-agama yang mereka lebel kan sesat akan menggunakan segala cara untuk membuat mereka tidak murni. Apalagi ketika terjadi perpindahan agama. Tidak jarang perpindahan agama itu menimbulkan konflik antar agama.

Apabila labelisasi sesat pada agama yang berbeda tetap dilakukan, maka kita akan terus melihat usaha-usaha penutupan rumah ibadah terus terjadi, alasannya sederhana masyarakat tidak percaya toleransi beragama akan ada dalam perjumpaan agama yang berbeda.

https://www.binsarinstitute.id/2024/09/penutupan-rumah-ibadah.htm 

Agama Global

  Agama Global Katolik VS Protestan: Indiferentisme dan Non-Indiferentisme agama Agama global menurut saya bisa muncul dengan pemaksaan,...