Wednesday, November 8, 2023

Politik Rekonsiliasi Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi

 Politik Rekonsiliasi Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi






Keputusan Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi yang menetapkan  ketua Mahkamah Konstitusi Anwar Usman bersalah dan melakukan pelanggaran berat, namun tidak mencopotnya sebagai anggota Mahkamah Konstitusi dan hanya memberhentikan Anwar Usman sebagai  Ketua Mahkamah Konstitusi menurut saya adalah penerapan dari politik rekonsiliasi. 

Alasan Jimly jelas, agar Anwar Usman tidak dapat melakukan banding, maka Anwar Usman tidak dipecat sebagai anggota mahkamah konstitusi, yang mengakibatkan tidak berlakunya keputusan majelis kehormatan mahakamah konstitusi. Lebih jauh Jimly mengatakan, keputusan itu untuk mengamankan pemilu tahun 2024, agar ada kepastian hukum.

Disenting opinion yang dinyatakan Bintan Saragih meneguhkan hal itu, karena jika memang Anwar Usman melakukan pelanggaran berat, seharusnya Anwar Usman dilengserkan dari jabatannya sebagai anggota Mahkamah Konstitusi. 

Keputusan itu pun membuat Anwar Usman meradang. Ternyata politik rekonsiliasi bisa meminggirkan individu tertentu. Apa untungnya untuk Anwar Usman tidak dipecat dan dijadikan tontonan masyarakat Indonesia dengan tetap bertengger di Mahkamah Konstitusi?

Pada konteks keputusan Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi saya melihat adanya keterbatasan hukum. Jika kita ibaratkan hukum sebagai peta untuk menuju kehidupan damai dalam kehidupan bersama, maka hukum yang adalah produk manusia yang terbatas itu kadang tak mampu memberikan kebaikan bersama. 

 Ketika kita melihat kehidupan publik dalam perpektif kebijakan “game theory” , hukum, kebijakan sebagai aturan permainan yang adil tetap saja tidak memuaskan semua. Bukan hanya hukum yang mampu memuaskan semua pihak itu tidak ada, tetapi Individu atau kelompok-kelompok yang ada diruang publik itu kerap berusaha memaksakan pandangannya yang diklaimnya absolut, demi mempertahankan eksistensinya. Ibarat pertarungan kejahatan dan kebenaran yang tak pernah selesai hingga berakhirnya dunia ini.

Demokrasi ternyata bisa menghadirkan individu atau kelompok-kelompok yang kerap ingin menunjukkan hegemoninya. Demokrasi yang dimimpikan dapat memberikan keadilan kepada semua pihak, layaknya sebuah permainan, ternyata hanya utopia. 

Ada yang mengatakan keputusan MK berpihak kepada Gibran, padahal hukum berlaku untuk semua orang. Kemudian Keputusan MKMK berpihak kepada siapa? Apakah tidak mungkin keputusan MKMK hanyalah hasil dari tekanan publik? Pertanyaannya kemudian, siapa publik yang ingin dipuaskan dengan mengorbankan Anwar Usman?

Politik rekonsiliasi dalam keterbatasan aturan dan hukum memang tak bisa memberikan  kepuasan kepada semua elemen bangsa ini. Apakah masih ada diantara kita yang merasa memiliki solusi tunggal untuk negeri ini? 


https://www.binsarinstitute.id/2023/11/politik-rekonsiliasi-majelis-kehormatan.html


No comments:

Post a Comment

Agama Global

  Agama Global Katolik VS Protestan: Indiferentisme dan Non-Indiferentisme agama Agama global menurut saya bisa muncul dengan pemaksaan,...