BAB III. Kebebasan Beragama Dalam Pandangan Kristiani by binsar antoni hutabarat
https://www.binsarinstitute.id/2025/08/kebebsan-beragama-bab-3.html
Mengapa kita harus mengoyakkan persatuan dan kesatuan bangsa dengan tindakan anarkis? Bukankah itu akan menyengsarakan kehidupan kita bersama?
Pelanggaran kebebasan beragama yang menodai perjalanan kehidupan bangsa Indonesia merupakan sesuatu yang tidak bisa tidak berhubungan dengan negara, dalam hal ini pemerintahan yang berkuasa.
Memberi perlindungan bagi umat beragama termasuk dalam kebebasan beribadah, seharusnya menjadi tanggung jawab negara. Memang benar, usaha menciptakan hubungan yang harmonis antarumat beragama harus dilakukan secara bersama oleh pemerintah dan seluruh rakyat Indonesia.
Tetapi tindakan anarki individu atau kelompok tertentu terhadap individu atau kelompok lain harus menjadi tanggung jawab negara, dan tidak boleh ditolerir. Jika tidak, maka tindak pelanggaran tersebut akan terus terjadi.
Persoalan timbul ketika negara bersifat diskriminatif dengan berpihak kepada komunitas kuat yang mendukungnya. Pelanggaran yang dilakukan oleh komunitas tersebut tetap tidak pernah diperdulikan, walaupun melanggar asas keadilan.
Deklarasi Universal HAM bukan hanya menjadi norma dalam kehidupan internasional, tetapi menetapkan negara sebagai penanggung jawab dalam implementasi hak-hak tersebut. Tidaklah mengherankan jika dalam suatu negara pelanggaran HAM diabaikan, maka negara tersebut akan mengalami kesulitan dalam pergaulan internasional.
Mengenai kewajiban negara dalam melindungi hak-hak kebebasan beragama, termasuk dengan hak-hak sipil ini, Yewangoe menerangkan sebagai berikut:
Yang dimaksud dengan hak-hak sipil adalah hak warganegara yang melekat pada warga negara karena ia adalah warga sebuah negara. Dengan demikian, negara berkewajiban melindunginya. Tetapi juga penduduk yang bukan warga negara tetapi bertempat tinggal dalam negara itu, mempunyai hak untuk dilindungi oleh negara.
Padanya melekat sejumlah hak, seperti hak untuk beribadah, hak untuk berkumpul, hak untuk mengekspresikan apa yang diimaninya[ Andreas A. Yewangoe, Agama-Agama dan Perjuangan Hak-Hak Sipil, h. 2.].
Pelanggaran kebebasan beragama di Indonesia adalah pelanggaran yang dilakukan oleh pemerintah. Karena negara wajib melindungi hak-hak individu yang ada di Indonesia, pemerintah tidak dapat berdalih untuk menyalahkan kelompok agama atau individu yang ada.
Karena membiarkan pelanggaran kebebasan beragama terjadi berarti pengabaian tugas kewajiban negara. Kelambanan aparat keamanan untuk mengatasi kerusuhan-kerusuhan yang mengatasnamakan agama merupakan kegagalan negara, secara khusus pemerintah yang berkuasa.
Aparat keamanan tidak boleh lebih setia kepada golongannya dan melepaskan kesetiaan pada negara dengan cara melakukan tindakan diskriminasi dengan melindungi kelompok yang bersalah, dan membiarkan kelompoknya melanggar undang-undang tanpa berusaha menangkap pelaku.
Dalam pandangan Kristen, negara wajib menjaga hak-hak individu. Negara diberikan pedang untuk menindak ketidak adilan. Pada waktu negara membiarkan tindakan yang tidak adil, maka negar tidak menjalankan wewenangnya. Berarti negara tidak berjalan pada kodratnya.
Negara terbentuk juga karena adanya pemberian dari hak-hak individu, walaupun hak-hak individu itu tidak tercabut oleh negara. Kewajiban negara dalam menjaga terlaksananya penghormatan terhadap hak-hak individu memungkinkan setiap individu dapat hidup merdeka sesuai dengan harkat dan martabatnya sebagai manusia.
Timbulnya tindakan anarki dalam penutupan gereja maupun pelarangan terhadap bidat-bidat menjadi tanggung jawab negara. Ketika negara tidak peduli dengan semuanya itu, maka eskalasi kekerasan atas nama agama terus meningkat. Dan itulah yang terjadi di Indonesia.
Munculnya kelompok-kelompok yang ingin membantu pemerintah untuk mengakkan hukum dan undang-undang dalam negara Indonesia merupakan bukti keterlibatan masyarakat untuk terciptanya supremasi hukum.
Namun, tindakan main hakim yang dilakukan kelompok-kelompok untuk menegakkan hukum dan undang-undang yang satu dengan melanggar hukum dan perundang-undangan yang lain, merupakan tindakan anarki yang harus dihentikan oleh pemerintah.
KASIH YANG MENGAMPUNI.
Bacaan: Hosea 11:8-9 (sesuai SBU).
Nas : “Bagaimana mungkin Aku mengabaikan engkau, hai Efraim, menyerahkan engkau, hai Israel?” (ay.8a).
1.Allah menyatakan kasih-Nya secara luar biasa, sekalipun umat-Nya berdosa. Karena dosa-dosanya, manusia pantas di hukum, tetapi Allah tidak melakukan itu. Allah mengalami pergolakan batin. Keberdosaan manusia menuntut hukuman yang harus diberlakukan bagi manusia berdosa. Tetapi kasih Allah lebih dari pada murka-Nya (ay.8).
2.Walaupun Israel tidak setia, AIlah tetap setia. Ia, Allah yang penuh dengan kasih dan sudi mengampuni. Sebab Allah bukan manusia yang datang dengan murka. Manusia suka murka, menghakimi dan enggan untuk mengampuni, tetapi Allah datang dengan kasih yang mengampuni (ay.9).
3.Untuk manusia berdosa, Yesus rela mengorbankan diri-Nya, sebagai korban pengampunan dosa. Kasih-Nya melebihi bahkan mengatasi murka-Nya. Tidak seperti kita manusia, yang penuh dengan kemarahan dan tidak sedia mengampuni. Biarlah kasih Tuhan mendorong kita mrnjadi orang yang rela mengampuni, karena kita hidup hanya oleh pengampunan-Nya.
4.Orang-orang yang sungguh-sungguh telah mengalami kasih-Nya yang mengampuni, pasti rela untuk mengampuni sesama. Adalah orang-orang yang belum bahkan tidak merasakan kasih pengampunan-Nya, mereka hidup dalam murka, dendam dan kemarahan terhadap sesama. Untuk dapat melakukan itu dibutuhkan kesediaan untuk berkorban, seperti yang telah diteladankan Yesus.
Doa: Tuhan Yesus, terima kasih, karena Engkau rela mengampuni kami yang berdosa. Tolong kami agar dengan kasih-Mu bersedia mengampuni sesama kami. AMIN.
Sumber: Sealthiel Izaak
https://www.binsarinstitute.id/2025/08/kasih-yang-mengampuni.html
BELAJAR DARI PENGELOLAAN DANA GEREJA
Semalam dalam acara Pemahaman Alkitab GKI KARAWACI, Pdt. Em. Robby Chandra dengan jelas menguraikan tema: UANG, Alat Untuk Berkat atau Perangkap Jiwa. Sangat menarik, sehingga acara baru selesai sekitar jam 21.30, karena dalam tanya jawab banyak ditanyakan: Bolehkah Gereja menanam saham, boleh gereja menerima persembahan dari usaha yang haram dll.
Mengikuti diskusi tsb. saya diingatkan pada apa yang dilakukan Tuhan Yesus yang tercatat dalam Injil Matius 21:12-13, "Lalu Yesus masuk ke Bait Allah dan mengusir semua orang yang berjual beli di halaman Bait Allah. Ia membalikkan meja-meja penukar uang dan bangku-bangku pedagang merpati dan berkata kepada mereka: "Ada tertulis: rumah-Ku akan disebut rumah doa. Tetapi kamu menjadikannya sarang penyamun."
Tuhan Yesus sangat marah, mengusir dan membalikkan meja-meja semua orang yang berjualan dan mencari keuntungan di
Bait Allah atau di gereja. Mengapa,? Karena Bait Allah atau gereja adalah tempat berdoa, tempat ibadah, tempat untuk mendengarkan firman Tuhan, tempat untuk bersekutu dengan jemaat. Bukan tempat mencari harta kekayaan! Karena itu kalau gereja memiliki banyak saldo seharusnya dipertanyakan program pelayanannya. Bukankah pada saat kita mengibarkan bendera merah putih selama satu bulan mulai pagi hari ini untuk menyambut hari kemerdekaan Republik Indonesia yang ke 80 kenyataannya masih banyak warga negara yang belum dapat menikmati hasil pembangunan? Bukankah masih banyak yang hidup di bawah garis kemiskinan, mengalami PHK dan belum mendapatkan pekerjaan, guru-guru honorer yang gajinya di bawah standar, anak-anak yang tidak dapat melanjutkan sekolah? dll.
Dana yang terkumpul di gereja adalah untuk pelayanan. Dan bukan untuk disimpan dan mencari keuntungan! Dana yang tersimpan di rekening bank berpotensi untuk menjadi sarang penyamun untuk dikorupsi dan bahan rebutan.
Bagaimana dengan kita? Untuk apakah dana yang terkumpul di gereja?
SAUDARAKU, DANA PERSEMBAHAN DI GEREJA ADALAH UNTUK PELAYANAN DAN MEMULIAKAN TUHAN
Selamat mengibarkan bendera Merah Putih di awal bulan Agustus dan kiranya Tuhan memberkati.
Teriring salam dan doa,
Sudomo.
https://www.binsarinstitute.id/2025/08/pengelolaan-dana-gereja.html
"Inilah perkataanKu, yang telah Kukatakan kepadamu ketika Aku masih bersam-asama dengan kamu, yakni bahwa harus digenapi semua yang ada tertulis tentang Aku dalam kitab Taurat Musa dan kitab nabi-nabi dan kitab Mazmur.” Lalu Ia membuka pikiran mereka, sehingga mereka mengerti Kitab Suci. KataNya kepada mereka: “Ada tertulis demikian: Mesias harus menderita dan bangkit dari antara orang mati pada hari yang ketiga, dan lagi: dalam namaNya berita tentang pertobatan dan pengampunan dosa harus disampaikan kepada segala bangsa, mulai dari Yerusalem. (Lukas 24:4447)
Bayangkan Anda hadir saat pelajaran Alkitab itu (yi., Perjanjian Lama) diberikan oleh Yesus yang telah bangkit dengan diriNya sendiri sebagai penggenapannya? Lukas 24:44 memberi tahu kita: “kitab Taurat Musa dan kitab nabi-nabi dan kitab Mazmur” (penekanan ditambahkan). Dalam Perjanjian Lama Ibrani, Taurat Musa (atau torah Musa) menunjuk ke lima kitab pertama Perjanjian Lama. Kemudian, “kitab para nabi” merujuk ke kitab Yosua, Hakim hakim, Samuel, Rajaraja, Yesaya, Yeremia, Yehezkiel, dan Dua Belas (Nabi-nabi Kecil). Yang ketiga dan bagian terakhir dari Perjanjian Lama Ibrani mengandung semua kitab selebihnya, dan yang pertama iakah kitab Mazmur dan Kristus,
Dalam pemikiran Ibrani, satu cara merujuk ke keseluruhannya ialah dengan menyebut nama yang pertama dalam daftar. Dengan merujuk ke “kitab Mazmur” dalam konteks ini, mungkin sekali Lukas merujuk ke seluruh kitab Perjanjian Lama selebihnya, mulai dari kitab Mazmur. Perikop ini memberitahu kita sesuatu yang luar biasa: seluruh Perjanjian Lama, dari awal sampai akhir, digenapi di dalam Yesus. Dan andai kita ragu, kitab Mazmur secara jelas didaftar sebagai satu di antara semua kitab itu yang digenapi di dalam Yesus. Menurut Yesus, bila kita membaca kitab Mazmur, hendaknya kita mencari nasnas yang menunjuk ke depan ke Yesus sebagai penggenapan utamanya.
Perikop ini memberitahu kita sesuatu yang luar biasa: seluruh Perjanjian Lama, dari awal sampai akhir, digenapi di dalam Yesus. Dan andai kita ragu, kitab Mazmur secara jelas didaftar sebagai satu di antara semua kitab itu yang digenapi di dalam Yesus. Menurut Yesus, bila kita membaca kitab Mazmur, hendaknya kita mencari nasnas yang menunjuk ke depan ke Yesus sebagai penggenapan utamanya. Di pasal ini kita akan mulai perjalanan kita dari Perjanjian Lama sebagai konteks kitab Mazmur, ke penggenapannya dalam Perjanjian Baru dalam Kristus (pasal 6, 7, dan 8), serta aplikasinya ke kehidupan Kristen (pasal 9). Kita telah melihat bahwa Yesus mengajarkan para pengikutNya untuk melakukan ini, juga Paulus. Bicara tentang Al kitab Perjanjian Lama, rasul besar itu menyebut demikian: “Seluruh Kitab Suci diilhamkan Allah dan bermanfaat untuk mengajar, untuk menyatakan kesalahan, untuk memperbaiki kelakuan, dan untuk mendidik orang dalam kebenaran. Dengan demikian tiap-tiap manusia kepunyaan Allah diperlengkapi untuk setiap perbuatan baik” (2 Timotius 3:1617). Menurut rasul Paulus, jika kita membaca mazmur (atau bagian Perjanjian Lama mana pun, karena itu) dan menyimpulkan bahwa itu tidak praktis atau ketinggalan zaman, masalahnya bukan dengan mazmur itu tetapi diri kita.
Mazmur: Harta Karun Umat. Bagaimana Membaca Nyanyian yang Membentuk Jiwa Gereja, Secara Kanonik, Kristologis, Aplikatif.
Terbit medio / akhir September yad. Pesan s/d j 13:00 WIB taggal 7 Agustus yad. Sesudah itu tidak tersedia stok ekstra.
https://www.binsarinstitute.id/2025/08/mazmur-harta-karun-umat.html
Kebebasan berekspresi dan
berpendapat bukan tanpa batas, tetapi kebebasan berekspresi
itu dapat dibatasi dengan undang-undang agar pemenuhan kebebasan individu tidak
mengganggu kebebasan individu lainnya.
Kebebasan berekspresi dan
berpendapat bukanlah pengesahan bahwa setiap individu bisa bertindak secara
liar tanpa menghormati martabat individu lainnya, yakni mengabaikan akibat penggunaan
kebebasan berekspresi itu bagi individu lainnya.
Kebijakan publik yang mengatur
kehidupan bersama sejatinya adalah sebuah konsensus bersama. Karena itu hukum,
kebijakan publik sejatinya harus melindungi setia individu
atau kelompok tanpa dekriminasi.
Apabila implementasi kebijakan
publik terindikasi menegasikan individu atau kelompok tertentu, pastilah ada yang salah dalam rumusan kebijakan publik itu.
Setiap agama itu unik dan absolud bagi pemeluknya. Maka, tak seorangpun boleh menghina agama apapun. Menghina agama apapun sama saja dengan menghina martabat manusia beragama.
Berdasarkan hal tersebut jelaslah setiap individu beradab wajib menghargai
dan menghormati apapun kepercayaan yang di anut oleh seseorang, dan juga
menjauhi usaha-usaha untuk menghakimi agama-agama yang beragam dan berbeda itu.
Sebab itu terhinalah mereka yang menghina agama yang dianut manusia yang bermartabat,
karena perbuatan tersebut menghianati kewajibab asasi manusia. Setiap orang
tentu boleh saja menyaksikan agama yang diyakininya itu tanpa perlu melecehkan
keyakinan agama dan kepercayaan lain.
Harus
diakui bahwa penghinaan terhadap salah satu agama, bukan hanya menyakiti hati
penganut agama itu, tapi juga menyakiti hati semua umat beragama. Karena
itu penghinaan pada salah satu agama
sepatutnya diposisikan sebagai penghinaan terhadap semua agama, yang patut diwaspadai oleh semua
umat beragama.
Kebenaran itu adalah milik Tuhan, interpretasi yang absolud tentang apapun yang kita percayai sesungguhnya hanya ada pada Tuhan. Karena itu tak seorang pun berhak memaksakan apa yang diyakininya kepada orang lain.
Menjadikan diri hakim atas sesamanya dalam menentukan tafsir yang benar tentang kepercayaan
agama-agama lain adalah kesombongan, itu sama saja dengan memposisikan diri sebagai Tuhan, sebuah tindakan yang tidak mungkin dilakukan oleh manusia yang menyadari keterbatasannya.
Apabila kita percaya, di dalam hati nuraninya yang terdalam manusia sesungguhnya mencintai kebenaran, maka manusia sepatutnya diberikan kebebasan untuk melakukan apa yang sesuai dengan nuraninya, dan itu juga berarti, kebebasan adalah semata-mata untuk melaksanakan kebenaran.
Marthin Luther dengan tegas mengatakan, “di dalam hati nuraninya manusia adalah raja, tidak boleh ada orang lain yang menjadi raja atas sesamanya. Suara nurani adalah suara Tuhan, meski tidak mutlak, mengingat keterbatasan manusia. Meneguhkan hal itu, Os Guinnes mengatakan, “kebebasan hati nurani adalah dasar bagi kebebasan beragama dan kebebasan berbicara.” Sebagaimana tertuang dalam deklarasi universal hak-hak asasi manusia(DUHAM). Karena
itu pelaksanaan kebebasan berekspresi mestinya didasarkan pada nurani manusia
yang terdalam, yakni mengusahakan kebaikan untuk sesamanya.
Apabila kebebasan hati nurani ini menjadi landasan dalam menjalankan hak kebebasan berekspresi, maka
kebebasan berekspresi pastilah akan menciptakan kehidupan yang harmonis dalam masyarakat. Sebaliknya, pelaksanaan
kebebasan berekspresi tanpa hati nurani akan mengakibakan kekacauan dan
ketidaktertiban. Itulah sebabnya, penghinaan atas agama yang bertentangan
dengan suara hati nurani itu telah mengakibatkan kekacauan di banyak tempat.
Proteksi atas kebebasan hati nurani mestinya akan
menciptakan ruang publik yang sehat, dimana setiap anggota masyarakat memiliki kerelaan untuk saling memberi dan menerima terhadap sesamanya. Negara yang sehat tentu saja memerlukan ruang publik yang sehat, yang tampak dari adanya warga bangsa yang memiliki kerelaan untuk membantu sesama warganya, bukannya saling
menyakiti sesamanya.
Penghinaan terhadap agama tidak boleh ditolerir
meski itu dengan alasan untuk mengagungkan hak kebebasan berekspresi. Kebebasan itu tidak liar. Kebebasan bernaung dalam ketaatan pada hukum. Siapapun yang melaksanakan kebebasannya dengan melanggar hukum, harus menerima ganjaran hukum yang setimpal.
Jika kita setuju bahwa kerukunan adalah sebuah kerelaan yang keluar dari nurani manusia yang menghargai kebenaran tentang martabat manusia yang adalah sederajat itu, dan selayaknya hidup harmonis dalam perbedaan di bumi yang satu ini, maka kerukunan tidak mungkin dihadirkan dengan mendewakan“keliaran”. Demikian juga, memaknai kebebasan sebagai kondisi dimana setiap individu boleh melakukan apa saja sangatlah tidak berdasar. Kondisi itu lebih patut disebut “keliaran.” Kebebasan semata-mata diberikan untuk melaksanakan kebenaran yang memuliakan
martabat manusia.
Binsar A. Hutabarat
BAB III. Kebebasan Beragama Dalam Pandangan Kristiani by binsar antoni hutabarat https://www.binsarinstitute.id/2025/08/kebebsa...