Akankah Prabowo-Gibran menyatukan Indonesia?
Hirup pikuk hadirnya Gibran sebagai Bacawapres Prabowo kian panas, bahkan cenderung tidak produktif. Saya mencoba mencari teori untuk membaca realitas yang menimbulkan hirup pikuk bukan hanya di dalam negeri, tapi juga mendapatkan respon dari mancanegara dengan jargon "Politik Dinasti".
Aksi Jokowi memasukkan Prabowo yang adalah pesaing Pilpres dalam kabinet nya sempat menimbulkan tanda Tanya besar, mengapa Jokowi membuka peluang pesaing beratnya itu duduk nyaman dalam kabinetnya. Beberapa tahun berjalan pemerintahan rekonsiliasi Jokowi-Prabowo justru membuat khalayak terpana, ternyata Prabowo teman setia Jokowi. Prabowo sangat mengagungkan Jokowi.
Jika awalnya Jokowi yang memberikan kursi empuk untuk Prabowo, kini beralih Prabowo yang memberi kursi empuk wakil Presiden kepada Gibran. Keakraban Gibran dan Prabowo tergambar lewat tayangan Gibran yang sedang menunggang kuda koleksi Prabowo yang keren dan apik dan ditayangka televisi berulang-ulang.
Teori rekonsiliasi nasional juga bisa terbaca dengan banyaknya partai pendukung Prabowo dan Gibran, meski ada ombak-ombak kecil yang sempat menghalangi pasangan Prabowo-Gibran, ternyata partai pendukung Prabowo-Gibran sepakat mengusung Prabowo-Gibran.
Kalau saja benar kehadiran pasangan Prabowo-Gibran ini merumpakan rembuk nasional untuk menghdirkan rekonsiliasi nasional yang menguatkan persatuan dan kesatuan Indonesia mungkin kita memiliki peluang untuk menjadi bangsa yang kuat.
Pada sisi lain, pemilu kali ini bisa terhindar dari sentimen radikalisme yang selalu saja membayangi pertarungan politik negeri ini. Indonesi butuh persatuan dan kesatuan untuk menjadi negara yang kuat.
Semoga saja Pemilu yang sejatinya menjadi alat perubahan secara damai ini bisa berlangsung secara demokratis dan damai untuk menghadirkan pemimpin yang mampu mempersatukan Indonesia sebagai bangsa yang besar.