Penistaan Agama, Belajar dari Kasus Roni Simamora
Medsos bisa menampilkan siapa saja jadi pakar, secara khusus Pakar penciptaan kebenaran kebenaran baru, kebenaran yang dibangun berdasarkan persepsi, seperti yang dilakukan para Buzzer pemburu mammon. Itulah sebabnya kontroversi di medsos sangat keras.
Medsos adalah ruang public, sejatinya medsos menjawab kebutuhan public, tapi semangat pemburu mammon kerap tak malu-malu menggunakan medsos untuk memburu rente.
Kasus penodaan agama yang menyasar oknum berinisial RS di Deli Serdang, dan baru saja ditangkap polisi merupakan salah satu contohnya. Bukan rahasia demi memburu mammon banyak creator menciptaan sensasi dengan menciptakan kebenaran baru berdasarkan persepsi, hadirlah sang creator sebagai pakar ketika video karyanya viral. Apa keuntungannya bagi masyarakat?
Pemburu mammon, menggunakan media apapun, tentu akan merusak orang lain, masyarakat, dan dirinya sendiri, saya tidak paham apa motivasi RS membuat video-video yang menyerang agama tertentu, bukankah agama hanya bisa dipahami oleh pemeluk agama itu.
Debat-debat agama yang layaknya debat-debat dipanggung politik dengan membuktikan klaim agama tertentu itu absolut karena ada konsisitensi, dan agama lain tidak benar, atau diberikan label sesat karena tidak konsisten, atau tidak logis rasional hanya cocok berada dipanggung politik, atau debat ilmiah, bukan debat agama. Apalagi dengan melontarkan kata-kata bodoh, sesat bahkan sumpah serapah. Itulah sebabnya banyak anak muda menjauhi bicara agama, karena bicara agama sulit dilakukan secara santai, apalagi tanpa prasangka buruk.
Agama yang hanya dipahami berdasarkan iman itu boleh saja di didialogkan, tapi bukan dialok yang saling mengalahkan. Iman itu tidak memerlukan bukti, seperti layaknya pencarian kebenaran berdasarkan metode ilmiah. Jadi umat beragama tak perlu berang ketika tak mampu membuktikan apa yang diimani.
Iman agama seseorang tak akan hilang hanya karena orang beragama itu tidak dapat menjawab pertanyaan orang lain mengapa dia beriman kepada agama tertentu. Usaha kaum Ateis ataupun agnotisme yang menolak klaim-klaim agama tak akan mempengaruhi iman orang yang beragama, kecuali mereka yang menganut agama tertentu, tapi tak memiliki iman terhadap agama itu. Mungkin ini yang disasar dalam persaingan marketing agama.
Tapi jika mengamati video RS, dia bukan menolak agama seperti serangan ateisme yang santun, yang hanya meminta bukti kebenaran agama. Bahkan klaim tokoh agama sebagai kebodohan pun dilihat berdasarkan kaca mata riset ilmiah yang berdasarkan data empiris.
Tapi, saya tidak paham kenapa RS mengkritik agama tertentu dan secara bersamaan RS juga beragama. Hal yang perlu diselidiki adalah mengapa dia memaksakan klaim agama tertentu itu salah, padahal agama adalah persoalan iman. Tapi apakah betul RS memiliki motovasi mengejar mammon dengan menghalalkan segala cara?
Memang ada yang mengatakan Tuhan tidak bisa dinista , tapi agama itu di kontruksi oleh manusia, juatru karena agama itu dikonstruksi manusia, maka komunitas agama itu menjadi identitas individu dalam komunitas itu. Maka menista agama, sama saja menista umat beragama, termasuk individu dalam komunitas agama itu.
Menurut saya agama-agama boleh saja meng klaim ajarannya sempurna dari Tuhan, tapi tak perlu menista mereka yang berbeda agama atau kepercayaan.
https://www.binsarinstitute.id/2024/10/penistaan-agama-kasus-roni-simamora.html
No comments:
Post a Comment