Podcast Rukun Beragama

Video

Monday, October 18, 2021

Pemerintahan Manusia Durhaka

 







Janganlah kamu memberi dirimu disesatkan orang dengan cara yang bagaimanapun juga! Sebab sebelum Hari itu haruslah datang dahulu murtad dan haruslah dinyatakan dahulu manusia durhaka, yang harus binasa, yaitu lawan yang meninggikan diri di atas segala yang disebut atau yang disembah sebagai Allah. Bahkan ia duduk di Bait Allah dan mau menyatakan diri sebagai Allah.

2 Tesalonika 1: 3-4)

 

Sejarah berada dalam Tangan Tuhan. Rencana Allah berlaku dalam setiap perjalanan sejarah. Karena itu, drama kehadiran manusia durhaka juga berada dalam kendali Allah. 

Gereja perlu mengusahakan keadilan dan perdamaian di dunia, sampai waktunya dunia tidak bisa menerima kehadiran gereja, dan pada saat itulah Allah akan mengangkat gereja, menyelamatkan gereja dari aniaya pemerintahan manusia durhaka yang menganiaya gereja.

Manusia durhaka dan antikristus

Paulus tidak menggunakan istilah Antikristus dalam surat Tesalonika. Istilah Antikristus hanya digunakan oleh Yohanes. Namun, kata antikristus dalam surat Yohanes menunjuk pada manusia durhaka dalam surat Tesalonika.

 

“Anak-anakku, waktu itu adalah waktu yang terakhir, dan seperti yang telah kamu dengar, seorang antikristus akan datang, sekarang telah bangkit banyak antikristus.Itulah tandanya, bahwa waktu ini benar-benar adalah waktu yang terakhir (I Yohanes 2: 18).

 

Siapakah Pendusta itu? Bukankah dia yang menyangkal bahwa Yesus adalah Kristus? Dia itu adalah antikristus, yaitu dia yang menyangkal baik Bapa maupun Anak.(I Yohanes 2:22).

 

Dan setiap roh, yang tidak mengaku Yesus, tidak berasal dari Allah. Roh itu adalah roh antikristus dan tentang dia telah kamu dengar bahwa ia akan datang dan sekarang ia sudah ada di dalam dunia. (I Yohanes 4:3).

 

Sebab banyak penyesat telah muncul dan pergi ke seluruh dunia, yang tidak mengaku, bahwa Yesus Kristus telah datang sebagai manusia, itu adalah penyesat dan antikristus. (2 Yohanes 7).

Antikristus dalam surat-surat Yohanes itu jelas menunjuk pada apa yang Paulus sebut manusia durhaka. (2 Teslonika 2:3,8). Kehadiran manusia durhaka itu atau antikristus mendahului kedatangan Yesus yang kedua kali.

 

Manusia durhaka ingin disembah dan dilayani seperti Allah

 

Iblis telah berperang dengan Allah dan mencoba mengambil mahkota Allah, tapi, Iblis dikalahkan. Mengenai kejatuhan Iblis ini kitab Yesaya menjelaskan demikian, “Wah, engkau sudah jatuh dari langit, hai Bintang Timur, putera Fajar, engkau sudah dipecahkan dan jatuh ke bumi, hai yang menglahkan bangsa-bangsa! Engkau tadinya berkata dalam hatimu; Aku hendak naik kelangit, aku hendak mendirikan takhtaku mengatasi bintang-bintang Allah, dan hendak duduk di atas bukit pertemuan, jauh disebelh utara. Aku hendak naik mengatasi ketinggian awan-awan, hendak menyamai Yang Maha Tinggi! Sebaliknya, kedalam dunia orang mati engkau diturunkan , ketempat yang paling dalam di liang kubur.” (Yesaya 14: 12-15).

 

Iblis yang telah jatuh itu, dibuang ke bumi, kemudian mencobai Adam dan Hawa, mengakibatkan Adam dan Hawa jatuh di dalam dosa. Kemudian Allah menyatakan perang melawan Iblis dan pengikutnya. Dan pada akhir zaman, Iblis dan pengikut-pengikutnya akan ditaklukkan oleh Allah dan masuk dalam hukuman kekal.

 

Demikian juga dengan manusia durhaka yang dijelaskan Paulus. Manusia durhaka yang dikendalikan Iblis itu adalah orang yang melawan Allah, dan menempatkan dirinya seperti Allah, ingin disembah dan dilayani seperti Allah.

 

Sebagaimana Iblis ingin disembah dan dilayani seperti Allah, maka demikian juga dengan manusia durhaka atau antikristus. Manusia durhaka itu bukan hanya melawan Allah, tetapi juga menempatkan dirinya sebagai Allah dan ingin disembah dan dilayani seperti Allah.

 

Kemudian, manusia durhaka yang dikendalikan Iblis itu akan  membawa dunia untuk menyembah Iblis, serta percaya terhadap kebohongan Iblis. Karena Iblis adalah Bapa segala dusta. Disini jelas, antikristus bisa merupakan pribadi, tokoh tersohor, pemimpin pemerintahan yang menempatkan diri pada singgasana Allah. Ingin disembah dan dilayani seperti Allah.

 

Mewaspadai kehadiran manusia durhaka

 

Orang percaya yang sudah menerima pengampunan dosa melalui kematian Kristus di kayu salib, menyadari bahwa hidupnya adalah milik Allah. Segala sesuatu yang dilakukan oleh orang percaya adalah untuk memuliakan Allah, dengan hidup dalam keadilan dan kebenaran.

 

Manusia dapat hidup adil, benar dan memuliakan Allah hanya karena anugerah Allah. Karena itu hidup orang percaya harus dikuasai Roh Kudus dan tiap-tiap hari bersandar kepada Kuasa Roh Kudus untuk mengerjakan tugas misi Allah.

 

Gereja yang hidup dalam Allah, dipenuhi Roh Kudus inilah yang menahan kejahatan, baik melalui kehidupan pribadi, keluarga, masyarakat maupun partisipasi gereja dalam pemerintahan, yakni membawa pemerintahan yang menjalankan keadilan Allah.

 

Sedang mereka yang menolak kebenaran, menyerahkan hidup mereka pada kejahatan, atau mengikuti manusia durhaka. Mereka akan menyombongkan dusta dan kejahatan.

 

Ketika waktunya genap, manusia durhaka itu menyatakan diri bersama-sama dengan pengikutnya, dan pada waktu itulah Tuhan akan mengangkat gereja dari dunia yang jahat untuk berjumpa dengan Tuhan, masuk dalam Kota Allah yang kudus, dan pada waktu yang sama, menghukum manusia durhaka dan pengikutnya, beserta Iblis untuk menerima hukuman kekal dari Allah yang maha kuas.

 

 

Dr. Binsar Antoni Hutabarat  

https://www.binsarhutabarat.com/2020/09/drama-pemerintahan-manusia-durhaka.html


Wednesday, October 13, 2021

Pergumulan Hidup Ambasador

 

Pergumulan Hidup Ambasador 



Konflik rohani ada dalam dunia, mengapa tidak mati untuk diri dan membiarkan Kristus memenangkan pertempuran untuk kita dan dalam kita. Perang yang sesungguhnya adalah di dalam kita, di dalam diri kita!


Karya keselamatan dapat diselesaikan oles Yesus Kristus, dan Yesus mengerjakan itu sendiri. Tetapi kesaksian keselamatan ini hanya dapat diselesaikan oleh umat-Nya, yang percaya kepada Yesus dan diselamatkan. 


Raja perlu ambasador atau utusan untuk membawa berita itu. Dan hingga kini Raja itu masih memerlukan utusan atau pemberita Injil. Siapakah yang akan kuutus, dan siapakah yang pergi untuk Aku? (Yesaya 6:8)


Panggilan Memberitakan Injil

Tidak cukup kita berdoa agar Tuhan mengirim pemberita-pemberita Injil (Matius 9:36-38), Kita mesti juga bersedia melayani Tuhan. Sebelum Yesus mengirim utusan untuk melayani, Yesus mengkhotbahkan khotbah pentahbisan untuk menghiburkan dan mempersiapkan mereka. Dalam khotbah ini Yesus memberikan perkataan kepada semua pelayan-Nya masa lalu, kini dan akan datang, jika tidak maka kita akan membaca pasal ini tampak membingungkan dan tanpa harapan. 



Pergumulan Hidup Ambasador

Saat kita mengatakan kita telah diidentifikasikan dengan Yesus dan mengakui Dia. Kita berada dalam sebuah bagian peperangan. Kita tidak memulai perang itu. Allah yang menyatakan perang terhadap Setan. (Kejadian 3:15). Pada malam Yesus dilahirkan, malaikat-malaikat mengatakan Damai di bumi (Lukas 2:14). Tetapi Yesus tampaknya menyangkali kebenaran ini.( Aku datang bukan untuk membawa damai, melainkan pedang (Matius 10:34). 

Mengapa ada konflik?

Israel tidak menerima Yesus yang memberikan damai. Israel menolak Yesus, dan hasilnya adalah pedang. Bukan damai di bumi yang ada, damai di surga (lukas 19:38). 

Yesus telah menciptakan damai melalui Pengorbanan darahNya di salib. (kolose 1:20)Sehingga manusia dapat didamaikan dengan Allah dan satu dengan yang lainnya. Tetapi orang tidak percaya memusuhi Yesus dan juga murid-murid Yesus.


Mungkinkah bebas dari konflik?

Satu-satunya cara orang percaya dapat bebas dari konflik adalah menyangkali Yesus dan kompromi dalam kesaksian, ini adalah dosa. Demikianlah orang percaya akan berada dalam perang dengan Allah dan dengan dirinya sendiri. Kita akan disalahpahami, dan bahkan dianiaya oleh mereka yang terdekat dengan kita, tetapi kita mesti tidak mengijinkan ini berdampak pada kesaksian kita. 

Adalah penting bahwa kita tahu dengan pasti bahwa kita menderita demi Yesus, demi kebenaran, dan bukan karena kita sendiri sulit untuk hidup dengan orang lain. Ada perbedaan antara kejahatan salib (Galati 5:11), dan penderitaan orang-orang Kristen. Kejahatan salib adalah menyangkali salib, sebaliknya orang-orang Kristen menderita karena pemberitaan tentang salib.


Mengasihi Tuhan 

Tiap orang percaya mesti membuat keputusan satu kali dan untuk mengasihi Kristus sepenuhnya, dan , memikul salib dan mengikut Kristus.Matius 10:37 , Barang siapa mengasihi bapa atau ibunya lebih dari pada-Ku , ia tidak layak bagi-Ku; dan barang siapa mengasihi anaknya laki-laki atau anaknya perempuan lebih dari pada-Ku, ia tidak layak bagi-Ku. 

Kasih dalam Matius 10:37 adalah motivasi bagi salib dalam Matius 10:38, Barangsiapa tidak memikul salibnya dan mengikut Aku, ia tidak layak bagiKu. Membawa salib bukan berarti menempel sticker di motor, mobil atau rumah. Itu berarti mengakui Kristus dan mentaati Kristus meskipun menderita dan malu. Itu berarti mati bagi diri kita tiap-tiap hari. Jika Tuhann pergi ke salib untuk kita, dan setidaknya kita dapat mengerjakan salib itu untuk Kristus. Menerima penderitaan untuk kemuliaan Kristus.


Matius 10:39 menegaskan bahwa, saat ini kita memiliki dua alternatif, menyayangkan hidup kita, atau mempersembahkan hidup kita. Tidak ada titik tengah. 

Jika kita melindungi keinginan kita (cinta diri), kita akan kehilangan nyawa kita. Kita tidak memiliki keselamatan. Jika kita mati untuk diri, dan hidup untuk menyenangkan Kristus, kita akan menjadi pemenang. 


Dr. Binsar Antoni Hutabarat

https://draft.blogger.com/blog/post/edit/4658234558399047647/876521209481881593#:~:text=https%3A//www.binsarhutabarat.com/2021/10/pergumulan-hidup-ambasador.html

Saturday, September 18, 2021

Ringkasan dan Ikhtisar

Ringkasan dan Ikhtisar






Baik ringkasan maupun ikhtisar harus disampaikan dalam kalimat-kalimat penulis. Sehingga pembaca mengetahui inti sebuah buku, atau tulisan melalui ringkasan atau ikhtisar tersebut. Karena ringkasan dan ikhtisar adalah tugas dari dosen kepada mahasiswa, maka ringkasan dan ikhtisar berguna bagi dosen untuk mengukur penguasaan materi yang diberikan kepada mahasiswa.
 

 

Beda Ringkasan dan Ikhtisar

Ringkasan dan Ikhtisar perlu dibedakan. Ringkasan adalah sebuah penyajian singkat dari suatu karya tulis tetapi dengan tetap mempertahankan urutan isi dan sudut pandang penulis. Bagian bab dari buku yang diringkas dipertahankan dalam bentuk penyajian singkat. 

Sedang ikhtisar tidak perlu mempertahankan urutan tulisan atau karangan dalam buku asli. Penulis dapat langsung mengemukakan inti masalah yang diapaparkan dalam buku yang diringkas. Penulis ikhtisar dapat mengabaikan bagian-bagian yang dianggap kurang penting.

Untuk membuat sebuah ringkasan, penulis ringkasan dapat langsung menulis ringkasan dalam bentuk kalimat-kalimat atau alinea-alinea, bagian-bagian dari buku yang diringkas. Karena itu untuk menyajikan sebuah ringkasan yang baik dibutuhkan waktu untuk meneliti tulisan atau buku yang yang akan diringkas. Jadi, meringkas adalah sebuah reproduksi, dan juga suatu cara untuk mengetahui apakah seseorang benar-benar memahami isi sebuah buku.

 Membuat Ringkasan

Membuat ringkasan berarti mempelajari bagaimana seorang penulis menyusun tulisan-tulisannya , menyampaikan gagasan, dalam bahasa dan susunan yang baik, bagaimana penulis memecahkan suatu masalah. Karena itu untuk membuat sebuah ringkasan diperlukan kecermatan membaca buku yang akan diringkas.

 

Tahapan menyusun ringkasan yang baik:

1. Penulis ringkasan perlu membaca buku beberapa kali buku yang akan diringkas. Pada tahap awal usahakan membaca buku secara keseluruhan untuk memahami maksud penulis, jika perlu beberapa kali untuk mengetahui kesan umum buku itu, maksud dan tujuan penulisan, serta sudut pandang penulis buku itu.

2. Membaca keseluruhan buku. Setelah membaca keseluruhan buku, bacalah bagian-bagian buku dengan mencatat gagasan utama atau gagasan penting dari buku yang akan diringkas, bisa diberi garis bawah, atau langsung saja kedalam sebuah template draft ringkasan.

3. Membuat reproduksi. Berdasarkan data-data yang dikumpulkan penulis, maka dibuatlah draft ringkasan berdasarkan gagasan-gagasan utama yang telah dicatat penulis. Karena ringkasan adalah sebuah reproduksi, maka penulis harus menyusun kalimat-kalimat baru sehingga inti buku itu dapat tetap tampak dalam ringkasan yang dibuat. Penulis ringkasan tidak boleh menggunakan kalimat asli dari penulis buku, kecuali jika gagasan-gagasan itu penting sekali, atau karya pemikiran penulis buku tersebut.

 

Membuat ringkasan merupakan tugas yang umum diberikan dosen kepada mahasiswa, tujuannya adalah jelas agar dosen mengetahu apakah mahasiswa buku yang dibaca, yang menjadi materi kuliah yang diberikan seorang dosen.

Mahasiswa perlu mengerjakan tugas meringkas buku dengan serius untuk menjadi materi kuliah sebagai pengetahuan, yang akhirnya mewujud dalam kompetensi lulusan.  

 

Dr. Binsar Antoni Hutabarat


https://www.binsarhutabarat.com/2020/09/ringkasan-dan-ikhtisar.html

Thursday, September 9, 2021

Bijak Memaknai Etika Global

TEMPAT MENULIS KARYA ILMIAH, JURNAL AKADEMIK, KLIK DISINI!


 



 

Bijak memaknai "Etika Global" adalah sebuah kebutuhan penting untuk tidak membawa kita jatuh pada mimpi mewujudnya sebuah dunia tanpa persoalan

 

Hidup bersama selalu saja menghadirkan persoalan, meski pada saat bersamaan juga menghadirkan kebaikan bersama. Bagaimanakah dalam keterbatasan manusia, relasi antar sesama itu bisa menghadirkan kebaikan, dan kedamaian bersama. Mungkinkah sebuah etika global dapat mewujud dalam hidup bersama manusia yang terbatas itu?

 

Berbicara terkait etika global, bisa jadi kita hanya akan terjebak pada sebuah mimpi indah, yaitu mimpi tentang kedamaian antarsesama manusia yang tak mungkin mewujud. Kita hanya berandai-andai, jika ada aturan bersama, dan semua individu mengikuti aturan itu, surga tentu akan hadir di bumi ini.

 

Mimpi indah itu juga diutarakan kaum yang percaya akan keadilan pasar. Pemerintah tidak boleh campur pada urusan pasar, dan pasar akan punya keadilan pasar, Seperti kata John Adam Smith, ada tangan Tuhan yang mengendalikan pasar.

 

Nyatanya, negara maju terus maju, dan negara miskin tetap merana. Mereka yang  kaya bisa lebih mudah menumpuk kekayaan yang jauh lebih besar lagi, sedang mereka yang miskin terseok-seok keluar dari kemiskinan. Pasar sesungguhnya tak memiliki keadilan. Pasar tak mungkin mewujudkan etika global yang dapat diaati bersama.

 

Dunia bisnis tak pernah menghadirkan keadilan, mesti ada aturan yang berada di atasnya untuk mengatur, tapi, dunia bisnia tak akan peduli dengan aturan itu, kecuali aturan itu bisa mempertahankan dan mengembangkan para pebisnis itu. Istilah “win-win solution”sebenarnya hanya sebatas ungkapan kosong, seperti candu untuk membungkam mereka yang miskin.

 

Bagaimana dengan pemerintahan bangsa-bangsa?

Lihat saja Myanmar, mereka yang berambisi untuk berkuasa tak pernah peduli dengan nasib rakyat. Berapa banyak nyawa rakyat yang dikorbankan untuk sebuah kekuasaan.

 

Janji kesejahteraan untuk rakyat hanya slogan, politik hanya bisa dipuaskan dengan kekuasaan. Adakah etika bersama yang bisa mengaturnya?

 

Paradoks Global dan Lokal

 

Global dan lokal itu suatu paradoks, mendamaikannya tentu saja tidak mudah. Soekarno pernah berusaha mendamaikan internasionalisme dan nasionalisme, dengan kalimatnya yang tersohor, “Nasionalisme Indonesia harus bertumbuh dalam taman sarinya internasionalisme.”Maksudnya adalah jangan buang “Nasionalisme” dan jangan tidak peduli dengan “Internasionalisme.” jangan jadi metropolitanisme dan jangan jadi chauvinisme.

 

Menurut saya etika global dan lokal adalah sebuah paradoks, etika global tidak boleh menelan etika pada komunitas tertentu, demikian juga etika komunitas tertentu jangan tidak peduli dengan etika global. Berarti etika global mestinya suatu meta etika, yang mengacu pada prinsip-prinsip universal.

 

Persoalannya, dalam teori kebijakan dipahami bahwa batasan publik dan privat itu tidak memiliki batasan yang tegas. Artinya nilai-nilai privat bisa menjadi nilai-nilai publik, demikian juga nilai-nilai publik bisa jadi hanya sekadar nilai privat.

 

Deklarasi universal HAM yang diagungkan sebagai piagam mulia, saat ini menjadi polemik, dan tidak semua negara bisa menerimanya, ambil contoh, instrumen hak-hak azasi universal itu yang turunannya ada pada konvensi-konvensi, tidak semua negara meratifikasinya, artinya tidak semua negara bisa menerapkan etika global itu pada batas-batas negara mereka.

 

Menurut saya, etika global itu bukan suatu kondisi tertentu, tapi sebuah pencapaian yang terus menerus berlangsung, etika global itu tidak pernah berhenti pada titik tertentu. Karena etika berbicara relasi antar manusia, maka sejatinya ketika global itu harus memanusiakan manusia.

 

Manakala ada aturan yang tidak memanusiakan mansia, maka aturan itu perlu diperbaiki. Etika global itu bukan kitab suci, bukan sebuah standar absolut, meski etika global itu mesti mengacu pada yang absolud, dan yang basolut itu hanya Tuhan.

 

Memaknai Etika Global secara benar.

 

Sebuah etika global, adalah sebuah pencapaian umat manusia dalam bersama-sama mengambil keputusan bersama untuk kebaikan bersama.

 

Etika global bukan produk orang cerdik pandai, meski keterlibatannya diperlukan, tapi kaum cerdik pandai itu tidak bisa menghasilkan etika global dari kepala mereka yang terbatas.

 

Para cerdik pandai itu, juga tokoh-tokoh agama, jangan pernah merasa memiliki solusi tunggal untuk semua persoalan umat manusia. Sebaliknya, para cerdik pandai, tokoh agama perlu mengakui keterbatasannya, untuk saling mendengarkan dan kemudian menghasilkan aturan yang lebih baik untuk semua.

 

Jadi, Merumuskan sebuah etika global, seperti juga sebuah kebijakan publik perlu melibatkan semua pemangku kepentingan, dan tidak boleh seorangpun merasa paling tahu yang terbaik untuk semua.

 

Karena itu saling mendengarkan dan menghargai keragaman pandangan perlu terus didengungkan untuk hadirnya sebuah etika yang menjadi jawaban bagi semua, meski itu sendiri tak pernah mencapai titik akhir.

 

Dr. Binsar Antoni Hutabarat

https://amzn.to/3v50VlM

https://www.binsarhutabarat.com/2021/04/bijak-memaknai-etika-global.html

Sunday, August 29, 2021

Soal Pelabelan Teroris




   

Baru-baru ini saya membaca surat dengan kop surat Persekutuan Gereja-Gereja di Indonesia (PGI) terkait pelabelan teroris terhadap Kelompok Kriminal Bersenjata (KKB)) sebagai kelompok teroris. 

Status pelabelan teroris terhadap KKB Papuan tersebut diumumlan oleh Menko Politik Hukum dan Keamanan Republik Indonesia pada 29 April 2021.

 

Dalam surat yang berisi siaran pers PGI itu tertulis kekuatiran PGI bahwa Pelabelan itu berdampak psikososial pada msyarakat Papua. Menurut PGI menyikapi rentetan peristiwa kekerasan yang terjadi di pegunungan tengah Papua pemerintah sebaiknya mengutamakan pendekatan humanis dan kultural.

 

Saya setuju dengan imbauan PGI kepada pemerintah agar menggunakan cara-cara damai untuk menyelesaikan masalah-masalah di Papua. Pemerintah sebaiknya mempelajari hasil-hasil penelitian yang telah dilakukan untuk Papua.

 

Pada era informasi saat ini, dimana informasi begitu cepat menyebar, maka kemampuan mengolah informasi secara benar menjadi kebutuhan yang amat penting. Kemampuan berpikir tingkat tinggi diperlukan untuk membandingkan kejadian-kejadian yang memiliki relasi, tapi pada setiap kejadian-kejadian tersebut tentu saja ada teori yang mendasarinya.

Pada kondisi itu kemampuan pakar peneliti sangat dibutuhkan untuk menganalisis sebuah kejadian, mengevaluasi, membandingkan, bahkan mencari metode-metode atau terapan-terapan baru dalam penyelesaian masalah di Papua.

 

Sebagai seorang peneliti saya perihatin, kejadian yang sama terus berulang pada penanganan kasus-kasus di Papua. Padahal masyarakat Papua kerap memproklamirkan diri Papua sebagai tanah damai, itulah sebabnya penyelesaian kasus-kasus di Papua perlu mengedepankan cara-cara damai sebagaimana komitmen masyarakat Papua yang menyatakan diri sebagai tanah damai?

 

Kiranya kasus-kasus di Papua dapat diselesaikan dengan damai, Papua adalah indonesia, maka persoalan Papua adalah persoalan semua masyarakat Indonesia, PGI, dan kita semua.

 

 Dr. Binsar Antoni Hutabarat

 

Siaran Pers

Pelabelan Teroris : PGI Meminta Pemerintah Berhati-hati

 

Persekutuan Gereja-Gereja di Indonesia (PGI) meminta Pemerintah berhati-hati terhadap keputusan yang dikeluarkan yang menetapkan Kelompok Kriminal Bersenjata (KKB) sebagai kelompok teroris. Status itu diumumkan oleh Menko Politik Hukum dan Keamanan Republik Indonesia pada pada 29 April 2021 lalu. Pelabelan itu pula dikhawatirkan akan berdampak psiko- sosial pada masyarakat Papua. Juga bagi warga Papua yang berada di daerah perantauan.

 

Menyikapi Rentetan peristiwa kekerasan yang terjadi di Pegunungan Tengah Papua, PGI berpendapat;

 

1. Meminta negara lebih hati-hati mengenai keputusan tersebut. Pendekatan kekerasan dan security approach yang digunakan selama ini terbukti tidak menyelesaikan masalah Papua, selain hanya makin menimbulkan kebencian di kalangan rakyat.

2. Pemerintah agar fokus kepada akar masalah Papua dengan pendekatan humanis dan kultural menuju Papua Tanah Damai. Sudah banyak hasil kajian yang menunjukkan upaya menuju ini, semisal “Road Map Papua”, yang dikeluarkan oleh LIPI, sebagai hasil studi dan kajian secara komprehensif bertahun-tahun.

3. Menyelesaikan masalah Papua dengan solusi damai adalah jauh lebih bijaksana daripada menambah rumit upaya damai yang terus disuarakan oleh Gereja-gereja di Indonesia. Pemerintah harus tetap optimis bahwa jalan damai bagi Papua itu langkah yang benar dan tepat seperti pengalaman yang sukses di Aceh.

4. Meningkatnya eskalasi kekerasan di Pegunungan Tengah Papua akhir akhir ini perlu dievaluasi Pemerintah secara menyeluruh. Peran Pemerintah Daerah dan para pemangku kepentingan di daerah perlu ditingkatkan secara signifikan utk memediasi danmengakhirikekerasan di Pegunungan Tengah Papua. Hasil evaluasi tersebut dapat dijadikan dasar untukmembuat keputusan baru yang lebih manusiawi bagi masyarakat Papua, dan wibawa negara dihormati karena bijak menyikapi situasi Papua.

5. Pemerintah perlu memberikan perhatian penuh terhadap ribuan warga di pengungsian yang terpaksa mengungsi dan meninggalkan kampung halaman mereka sebagai akibat dari operasi militer di Nduga, Intan Jaya dan Puncak Papua.


Jakarta, 1 Mei 2021 Humas PGI,

Philip Situmorang




https://www.binsarhutabarat.com/2021/05/soal-pelabelan-teroris.html

Anti Kristus Jaman Now

  Anti Kristus Jaman Now: PGI, PGLII, PGPI, Aras Nasional Gereja Perlu Waspada!   Gereja pada awalnya adalah sebuah komunitas misioner...