Podcast Rukun Beragama

Wednesday, September 25, 2024

Penutupan rumah ibadah

 

 


Penutupanrumah ibadah dampak labelisasi sesat

 Menurut saya penutupan rumah ibadah dan juga larangan ibadah di rumah yang mewajibkan adanya ijin adalah karena masih tingginya kecurigaan antar agama karena adanya labelisasi sesat terhadap agama yang berbeda.

Pada saat saya melakukan penelitian terkait toleransi agama individu ada temuan menarik, pada waktu ditanyakan, apakah anda percaya agama lain toleran terhadap agama anda, jawaban pada umumnya adalah tidak percaya atau tergolong skala rendah. Tetapi ketika responden ditanya, apakah anda keberatan jika ada tempat ibahadah agama lain di sekitar tempat anda, mengagetkan jawabannya adalah tidak berkeberatan, atau skala sedang. Pertanyaannya kemudian, mengapa masih banyak penutupan rumah ibadah?

Mengamati alasan penutupan rumah ibadah, seperti yang berlangsung baru-baru ini adalah, keberatan masyarakat terhadap ibadah di rumah yang sebenarnya tidak perlu ijin, tetapi ternyata pada beberapa tempat di tolak dengan alasan tidak mendapatkan ijin, dapat diduga, bahwa penolakan terhadap ibadah agama lain dapat di duga disebabkan adanya kecurigaan terhadap agama lain yang intoleran.

Kemudian pertanyaannya dari mana munculnya kecurigaan bahwa agama-agama yang berbeda itu intoleran terhadap agama lain?

Intoleransi agama tertentu terhadap agama lain dipengaruhi oleh klam-klaiam eksklusif agama tertentu. Mereka yang memeluk agama-agama suku kerap diajadikan lading misi agama-agama misi, tetapi karena intoleransi agama-agama suku itu tinggi, masuknya agama-agama misi pada masyarakat yang memeluk agama-agama suku tak banyak menimbulkan retensi. Apalagi ketika kemudian agama-agama suku itu bercampur dengan agama-agama misi.

Persoalan muncul, ketika agama-agama misi itu kemudian melancarkan gerakan pemurnian agama, mereka yang menerima agama-agama misi tanpa melepaskan kepercayaan lamanya dianggap sinkretis, atau tidak murni. Geraakan pemurnian agama-agama itu kemudian menimbulkan retensi dari mereka yang dituduh tidak murni.

Gerakan pemurnian agama itu kerap mempropagandakan diri mereka sebagai agama yang paling benar, murni dan tidak bisa menerima yang berbeda dengan doktrin komunitas gerakan pemurnian agama itu. Lebih parah lagi, gerakan pemurnian agama itu tidak jarang melebelkan yang berbeda dengan mereka sesat.

Labelisasi sesat pada mereka yang berbeda itu kemudian menimbulkan stigma atau sangka buruk, bahwa agama-agama yang mereka lebel kan sesat akan menggunakan segala cara untuk membuat mereka tidak murni. Apalagi ketika terjadi perpindahan agama. Tidak jarang perpindahan agama itu menimbulkan konflik antar agama.

Apabila labelisasi sesat pada agama yang berbeda tetap dilakukan, maka kita akan terus melihat usaha-usaha penutupan rumah ibadah terus terjadi, alasannya sederhana masyarakat tidak percaya toleransi beragama akan ada dalam perjumpaan agama yang berbeda.

https://www.binsarinstitute.id/2024/09/penutupan-rumah-ibadah.htm 

Indoktrinasi agama

 



Indoktrinasi agama yang dilandasi semangat memurnikan agama tak memiliki landasan kuat dan perlu disudahi.

 Soal klaim agama yang murni

Mengakui sebuah keyakinan agama berasal dari Tuhan sah-sah saja, tetapi klaim bahwa hanya agama tertentu adalah murni dan berasal dari Tuhan, tentu saja tidak memiliki landasan. Semua pengalaman agama dengan Tuhan yang transenden adalah subyektif.

Bisakah kita membayangkan, dan memikirkan secara jernih, bagaimana Allah yang transenden yang tak terbatas dapat dipahami oleh yang terbatas?

Kita tentu bisa menerima bahwa Allah yang maha kuasa dapat menjelaskan dirinya dalam kemahakuasaannya untuk dikenal oleh ciptaan melalui berbagai cara. Tapi, apakah mungkin, individu yang terbatas itu dapat mengkonstruksi pengetahuan tentang Allah seperti Allah sendiri memahami diriNya?

Pengetahuan itu di konstruksi, bukan di transfer, jika pengetahuan tentang Allah itu di transfer maka tidak ada keterlibatan manusia untuk mengkonstruksi pengetahuan tentang Allah. Pada konteks ini klaim agama yang murni menghadapi kesulitan.

Jika manusia tidak dapat merespon apapun terhadap pengetahuan tentang Allah, maka manusia seperti robot yang mengatakan apa saja dari pembuat robot itu.

Indoktrinasi agama

Indoktrinasi agama sudah waktunya ditinggalkan, karena indoktrinasi agama membelenggu kebebasan berpikir seseorang untuk memilih agama dengan kebebasan.

Parahnya lagi, indoktrinasi agama hanya akan menghadirkan pasukan pelindung doktrin agama tertentu, yang kerap menimbulkan konflik anatar agama, padahal yang melindungi agama itu Tuhan. Bukan manusia yang melindungi Tuhan, tapi manusialah yang bergantung pada Allah yang berdaulat.

Apakah yang dimaksud agama yang murni? Apakah agama yang dihakimi Tuhan sebagai agama yang murni? Bukankah saat ini Tuhan masih membebaskan agama apapun ada di bumi?

Menurut saya klaim suatu agama itu murni dari Tuhan hanyalah sebuah keyakinan iman, dan tak seorangpun dapat membuktikan agama yang diyakininya murni dari sang pencipta.

Apalagi menuduh  agama-agama lain memanipulasi agama yang murni. Anggapan adanya agama yang memanipulasi agama lain itu pun tak dapat dibuktikan, lagi-lagi itu hanya klaim subyektif individu.

Lantas untuk apa debat atau pertarungan individu atau kelompok yang saling mengklaim diri sebagai agama yang murni?

Bukankah semua argument untuk membenarkan klaim sebuah agama itu murni tidak ada landasannya? Klaim hanya benar sebatas argumentasi yang mendukung klaim itu. Jika kita tidak tahu segala sesuatu bagaimana mungkin ada klaim yang absolut?

Menurut saya kerinduan untuk mentaati Tuhan dengan menjaga ajaran agama yang murni boleh-boleh saja, asalkan dimaknai sebagai sebuah perjalanan untuk mengenal kebenaran agama lebih baik, artinya tidak pernah ada pada suatu saat tertentu hadir agama yang murni sebelum Tuhan sendiri menghakiminya.

Untuk menjaga kemurnian agama menurut saya justru kita perlu terbuka dengan agama-agama  lain dan berdialog dengan jujur untuk saling belajar, karena dengan saling belajar kita bukan hanya lebih memahami agama-agama lain, tetapi juga memahami agama yang kita anut. Karena itu Indoktrinasi adanya agama yang murni perlu dihindari.

Satu Tuhan banyak agama memiliki landasan dalam Pancasila, karena itu dialog agama-agama memiliki landasan di bumi Pancasila bukannya usaha-usaha untuk melakukan indoktrinasi agama.

https://www.binsarinstitute.id/2024/09/indoktrinasi-agama.html 


Tuesday, September 24, 2024

Jangan memberikan Lebel sesat pada yang berbeda




http://dlvr.it/TDcZ7t

Label sesat pada yang berbeda?

 


Jangan memberikan label sesat

 

Memberikan lebel sesat pada yang berbeda, secara khusus terkait agama, merupakan bentuk menghakimi yang bebeda yang tak patut dilakukan tokoh-tokoh agama. Mereka yang memberikan label sesat kepada yang berbeda sama saja memberikan kesempatan kepada yang lain untuk melakukan hal yang sama.

Pemberian lebel sesat kepada yang berbeda sama saja menempatkan diri sebagai pemilik kebenaran, dan menempatka diri pada posisi yang maha tahu, padahal tak da seorangpun yang tahu segalanya, maka tak seorang pun memiliki kemampuan menjadi hakim atas sesamanya.

Berhati-hatilah dengan cara labelisasi sesat yang kita lakukan pada yang lain, maka lebelisasi sesat yang sama akan dilebelkan kepada mereka yang gemar memberikan lebel sesat itu.

Seiring dengan kehadiran Paus Fransiskus yang memesona Indonesia dan juga negara-negara yang dikunjungi Paus Fransiskus, kehadiran Paus Fransiskus di Indonesia seakan memberikan gairah baru Romo Katolik untuk memberikan label sesat pada kelompok Protestan yang gemar memberikan lebel sesat pada ajaran katolik.

Youtube terkait pelebelan protestan sebagai bidat katolik mulai marak, dan tidak tanggung-tanggung serangan kadang ada yang yeleneh, bukan nya pada penjelasan keyakinan Katolik semata, tetapi tidak sedikit serangan yang justru menimbulkan polemik berkelnjutan.

Menurut saya, untuk mencari kelemahan sebuah ajaran agama, atau denominasi itu tidak sulit, apalagi untuk mereka yan terbiasa melakukan penelitian, atau gemar melakukan olah pikir.

Yang terbatas tak mungkin menghasilkan yang absolut, artinya rumusan apapun tentang iman dan kepercayaan itu bisa saja dipertanyakan, tapi tak perlu jatuh pada sikap nyeleneh, yang memojokkan yang berbeda, cukup menjelaskan keterbatasan masingmasing, untuk kemudian dapat berdialog dan saling belajar.

Saling memaki sesat juga kerap dipertontonkan tokoh-tokoh agama dalam denominasi Kristen, mereka saling mengklaim ajaran mereka paling murni. Meski arti murni itu sendiri mereka kerap tidak memiliki definisi yang sama.

Marilah kita behenti memberikan label sesat pada yang berbeda, dan kemudian berdialog untuk lebih memahami satu dengan yang lain, dan juga memahami iman dan kepercayaan masing-masing secara lebih mendalam.

https://www.binsarinstitute.id/2024/09/label-sesat-pada-yang-berbeda.html 

Deklarasi kampanye damai Pilkada 2024




http://dlvr.it/TDcGhx

Contoh Penulisan Metodologi Penelitian

  METODOLOGI PENELITIAN   A. Tujuan Penelitian Penelitian evaluasi kebijakan ini secara umum memiliki tujuan sesuai dengan apa...