https://www.binsarinstitute.id/2025/08/landasan-pendidikan-kristen.html
Karena teologi ilmiah yang bersumber dari Alkitab dubatasi oleh peneliti, yaitu manusia yang terbatas, dan validasi dari kebenaran-kebenaran iman itu adalah dari Roh Kudus. Jadi berbagi pengetahuan adalah jalan bijaksana dibandingnkan mengklaim diri sebagai pemilik segala kebenaran.
Pengenalan tentang Allah mungkin karena Allah yang transenden bersedia menyatakan diri-Nya. Iman Kepada Allah yang telah menyatakan diri yang tercatat dalam Alkitab, memungkinkan Allah yang tidak dapat dijangkau dengan panca indra dikenal oleh manusia. Karena Allah berinisiatif menyatakan Diri-Nya.
Firman Tuhan dicatat dalam Alkitab, sehingga dapat dikatakan Alkitab adalah objek dari teologi. Jadi untuk mengetahui siapa Allah, karya Allah, rencana dan kehendak Allah untuk manusia, dapat dibaca dan digali dari dalam Alkitab.
Setidaknya ada dua pemahaman mengenai penyataan Allah yang dicatat dalam Alkitab. Pertama yang mengatakan bahwa Tuhan hanya menyingkapkan fakta atau data-data tentang Allah, dan dari data-data atau informasi dalam Alkitab yang digali dari dalam Alkitab itu, maka manusia menafsirkan apa maksud Allah dengan fakta, data atau informasi dari Alkitab.
Pandangan kedua mengatakan bahwa Tuhan tidak hanya menyatakan tentang data-data atau fakta-fakta tentang dirinya dalam Alkitab, tetapi juga menjelaskan makna fakta-fakta itu menurut Allah. Seperti misalnya, Injil Sinopitik (Matius, Markus, Lukas) menjelaksan data-data atau fakta-fakta Injili. Kemudian Yohanes dan kitab-kitab lain dalam Perjanjian Baru menjelaskan fakta Injil dalam Injil Sinoptik. Jadi manusia hanya menggali saja dari Alkitab. Namun, karena informasi yang dikumpulkan terbatas maak pembaca Alkitab akan menafsirkan berdasarkan data atau informasi Alkitab. Maka sebenarnya semua rumusan doktrin yang merupakan hasil penggalian alkitab itu relatif.
Berdasarkan iman kepada Allah yang menyatakan diri itu Manusia menggunakan akal budinya untuk menggali isi Alkitab untuk mengetahui tentang Allah, Karya, dan kehendaknya sebagaimana dinyatakan dalam Alkitab. Harus diakui usaha manusia mengumpulkan data-data dalam Alkitab itu terbatas, maka sejatinya tidak ada orang atau teolog yang menafsirkan Alkitab dapat mengatakan penafsirannya paling benar, apalagi absolud. Jadi doktrin, atau dogma semua itu harus dibawah Alkitab. Pertanyaannya kemudian apa jaminan seorang yang menggali isi Alkitab itu telah menafsirkannya dengan benar.
Pertama adalah sistem penafsiran yang diwarisi gereja, dan juga rumusan doktrin atau dogma gereja. Artinya penafsiran kita tentang suatu bagian Alkitab harus dibandingkan dengan hasil rumusan doktrin atau dogma yang dirumuskan tokoh-tokoh gereja sebelumnya. Tapi karena penafsiran tokoh gereja sebelumnya juga tidak sempurna atau dibawah Alkitab, bisa saja penafsiran teolog jaman tertentu atau jaman kini memperbaiki penafsiran gereja sebelumnya, tapi sekali lagi itu pun tidak absolud.
Hasil penggalian Alkitab seorang teolog yang dirumuskan menjadi doktrin dan kemudian menjadi dogma itu tetap berada dibawah Alkitab, bahkan pengakuan iman sebagai rumusan dogma juga dibawah Alkitab, dan bisa saja direfisi jika memiliki dasar yang kuat artinya ada temuan yang didasarkan Alkitab dengan demikian perlu adanya pengembangan rumusan pengakuan iman.
Karena doktrin dan dogama tidak absolud, maka jaminan penafsiran seorang teolog yang telah dibandingkan dengan rumusan doktrin dan rumusan dogma gereja yang merupakan warisan sejarah juga tidak absolud atau relatif. Semua hasil penafsiran Alkitab oleh manusia yang terbatas adalah relatif.
Validasi doktrin seharusnya didasarkan kofirmasi Roh Kudus. Karena hasil penggalian Alkitab tidak otomatis membuat kita percaya pada rumusan hasil penggalian Alkitab itu, meski pun langkah-langkah penggalian Alkitab sudah kita lakukan dengan cara benar. Keyakinan bahwa rumusan doktrin itu benar dihasilkan dan harus dihidupi dalam kehidupan penafsir validasinya dari Roh Kudus.
Doktrin mengarahkan orang untuk hidup sesuai dengan kehendak Allah. Roh kudus berkarya dalam diri seseorang yang bertekad untuk hidup dalam rencana Allah sebagaimana dinyatakan dalam Alkitab, dan pengalaman orang itu kemudian akan mengakui bahwa benar pengetahuan yang di dapat dalam Alkitab itu benar. Inilah yang disebut pengakuan iman. Jadi keabsoludan doktrin terjadi ketika orang itu hidup dalam pengetahuan yang dia yakini benar dan itu karena konfirmasi dari roh kudus. Pengakuan iman ini bukan untuk menghakimi tetapi untuk menyaksikan Tuhan yang hidup, Firman Tuhan yang benar.
Kedua, sebagian orang menggali isi Alkitab dengan menekankan pada pengalamannya dengan Tuhan. Orang itu mengalami pengalaman-pengalaman dengan Tuhan yang luar biasa, seperti dipakai Tuhan melakukan mujizat. Mujizat itu sendiri sangat sulit dijelaskan. Maka tidak heran penjelasan orang itu tentang mujizat, yang disebut juga doktrin tentang mujizat penjelasannya sangat terbatas, dan tentu saja penjelasan tentang mujizat bergantung pada pengalaman orang itu.
Pengalaman orang itu adalah benar adanya, absolud untuk dirinya, karena faktanya memang demikian. Tapi, interpretasi tentang pengalaman atau penjelasan tentang pengalaman orang itu dipakai Tuhan dalam mujizat adalah relatif. Orang itu tidak boleh memberikan jaminan absolud bahwa pengalaman yang dialami akan terjadi dengan cara yang sama pada orang lain. Dia cukup menyaksikan pengalamannya dipakai dalam melakukan mujizat yang diyakininya atas kehendak Allah.
Dengan demikian jelaslah membangun doktrin dari penggalian Alkitab dengan eksegese yang luar biasa tetap saja harus dibandingkan dengan doktrin atau dogma gereja lain, dan itu pun tetap relatif. Demikian juga membangun doktin dari pengalaman dengan Tuhan, secara khusus dalam pengalaman melakukan mujizauntuk kemuliaan Tuhan, semua penjelasan tentang pengalaman itu relatif, jadi tidak boleh dipaksakan kepada yang lain.
Gereja harusnya dapat saling belajar satu dengan yang lain. Tidak boleh ada gereja yang mengklaim gerejanya paling mendekati Tuhan, atau mendekati kebenaran. Gereja memerlukan saudara-saudara yang lain untuk bertumbuh bersama menjadi seperti Kristus.
Dr. Binsar Antoni Hutabarat
https://www.binsarinstitute.id/2020/09/penelitian-teologi-ilmiah.html
Masyarat Indonesia tidak boleh terpecah dengan maraknya perbedaan pendapat, demikian juga tokoh agama tak perlu mempertentangkan sains dan ilmu pengetahuan.
Kita tentu paham, pendapat adalah pengetahuan yang tidak pasti maupun
terbukti. Jika kita ingin menulis opini atau pendapat, tentu saja kita akan
melakukan riset sederhana untuk mengetahui dan memahami sebuah kejadian atau
peristiwa. Data-data tentang kejadian itu kita kumpulkan sehingga kita memahami
apa, mengapa dan bagaimana peritiwa itu bisa terjadi. Setelah itu berdasarkan
sudut pandang yang kita ingin sampaikan dan didukung dengan bidang keahlian
kita, maka kita memberikan pendapat atas kejadian atau peristiwa itu.
Riset pendapat atau opini yang kita lakukan bukanlah sebuah riset untuk
membuktikan suatu kebenaran seperti ketika kita melakukan Penelitian empiris.
Riset yang dilakukan untuk membuat sebuah pendapat itu hanya sampai pada
perumusan sebuah hipotesis yang masih perlu dilakukan Penelitian lebih lanjut.
Itulah sebabnya pendapat itu pengetahuan yang tidak pasti, dan juga belum
memiliki pembuktian ilmiah. Tapi, kita perlu belajar mengemukakan pendapat
untuk mengasah otak.
Kontroversi pendapat yang bertebaran di berbagai media sejatinya tidak
perlu membuat bingung masyarakat, juga pemerintah. Sebaliknya pemerintah dan
masyarakat perlu memilah-milah mana pendapat yang dapat diteruskan untuk masuk
kepada penelitian yang mendalam untuk mencari strategi-strategi cerdas
membendung Covid-19.
Masyarakat juga jangan memaksakan pandangannya pada pemerintah apalagi
mengucapkan kata-kata kasar, karena pendapat itu sendiri sangat tidak pasti dan
memerlukan penelitian yang lebih mendalam. Demikian juga perbedaan pendapat
para tokoh publik tidak perlu disikapi terlalu berlebihan, apalagi sampai
mengganggu persatuan dan kesatuan bangsa memerangi wabah corona.
Demikian juga tokoh-tokoh agama di negeri ini perlu mendukung kebijakan
pemerintah, khususnya dalam pelaksanaan menjaga jarak fisik dengan beribadah di
rumah atau menghindari perhimpunan dalam bentuk apapun yang mengatas namakan
agama. Kita percaya Yang Maha Kuasa bisa saja mengenyahkan virus corona, tapi
temuan risat ilmiah umembendung corona dengan menjaga jarak fisik harus
dilaksanakan lebih dulu.
Di Indonesia agama-agama mengakui pentingnya sains, pengetahuan yang
memiliki kepastian dan pembuktian. Sains tidak perlu dipertentangkan dengan
agama. Bahkan agama-agama mengakui ada persesuaian iman dengan ilmu
pengetahuan. Meski riset teologi berbeda dengan riset empiris yang memerlukan
pembuktian.
Berbeda dengan iman yang memiliki kepastian namun tidak dapat
dibuktikan. Bahkan iman memiliki kepastian jauh lebih kuat dari sains. Banyak
orang berani menderita bahkan mati demi imannya, tetapi sedikit orang yang
memilih menderita atau mati untuk mempertahankan temuan sains. Itulah sebabnya
konflik antar agama kerap meluas dengan melibatkan para pengikut tokoh agama
itu.
Sains memiliki kepastian dan juga pembuktian. Berdasarkan riset ilmiah,
virus corona dapat menyebar dari seorang yang positif corona kepada orang lain
melalui hubungan dengan orang yang terinfeksi virus corona, bahkan orang yang
terpapar virus corona meski tidak menunjukkan gejala-gejala sakit dapat menjadi
media penyeberan virus corona.
Penyebaran virus corona menjadi sulit dikendalikan karena orang yang
terpapar virus corona yang tidak menunjukkan gejela-gejala sakit, meski tidak
disadari dapat menjadi media untuk menyebarkan virus corona. Bahkan,
benda-benda yang disentuh oleh orang positif terinfeksi corona dapat menjadi
media penyebaran virus corona. Itulah sebabnya penyebaran virus corona yang
tidak berdampak besar itu dapat menular dengan cepat keberbagai penjuru dunia,
dan mengakibatkan korban meninggal yang tidak sedikit.
Berdasarkan temuan sains itulah maka pemerintah memberikan imbauan
sampai pada pelarangan untuk ibadah pada tempat ibadah yang membentuk sebuah
perhimpunan yang dapat menjadi media penyebaran virus corona.
Dengan demikian kita perlu menempatkan pendapat, iman dan ilmu
pengetahuan secara tepat untuk dapat bekerja bersama memerangi wabah virus
corona tanpa harus terpecah karena pendapat yang berbeda, demikian juga semua
umat beragama perlu menghargai sains untuk bersama membendung corona tanpa harus melepaskan iman atau
kepercayaan umat beragama.
Dr. Binsar A. Hutabarat
Anti Kristus Jaman Now: PGI, PGLII, PGPI, Aras Nasional Gereja Perlu Waspada! Gereja pada awalnya adalah sebuah komunitas misioner...