Podcast Rukun Beragama

Video

Friday, August 1, 2025

Mazmur: Harta Karun Umat.

 

 


 

 "Inilah perkataanKu, yang telah Kukatakan kepadamu ketika Aku masih bersam-asama dengan kamu, yakni bahwa harus digenapi semua yang ada tertulis tentang Aku dalam kitab Taurat Musa dan kitab nabi-nabi dan kitab Mazmur.” Lalu Ia membuka pikiran mereka, sehingga mereka mengerti Kitab Suci. KataNya kepada mereka: “Ada tertulis demikian: Mesias harus menderita dan bangkit dari antara orang mati pada hari yang ketiga, dan lagi: dalam namaNya berita tentang pertobatan dan pengampunan dosa harus disampaikan kepada segala bangsa, mulai dari Yerusalem. (Lukas 24:4447) 

Bayangkan Anda hadir saat pelajaran Alkitab itu (yi., Perjanjian Lama) diberikan oleh Yesus yang telah bangkit dengan diriNya sendiri sebagai penggenapannya? Lukas 24:44 memberi tahu kita: “kitab Taurat Musa dan kitab nabi-nabi dan kitab Mazmur” (penekanan ditambahkan). Dalam Perjanjian Lama Ibrani, Taurat Musa (atau torah Musa) menunjuk ke lima kitab pertama Perjanjian Lama. Kemudian, “kitab para nabi” merujuk ke kitab Yosua, Hakim hakim, Samuel, Rajaraja, Yesaya, Yeremia, Yehezkiel, dan Dua Belas (Nabi-nabi Kecil). Yang ketiga dan bagian terakhir dari Perjanjian Lama Ibrani mengandung semua kitab selebihnya, dan yang pertama iakah kitab Mazmur dan Kristus, 

Dalam pemikiran Ibrani, satu cara merujuk ke keseluruhannya ialah dengan menyebut nama yang pertama dalam daftar. Dengan merujuk ke “kitab Mazmur” dalam konteks ini, mungkin sekali Lukas merujuk ke seluruh kitab Perjanjian Lama selebihnya, mulai dari kitab Mazmur. Perikop ini memberitahu kita sesuatu yang luar biasa: seluruh Perjanjian Lama, dari awal sampai akhir, digenapi di dalam Yesus. Dan andai kita ragu, kitab Mazmur secara jelas didaftar sebagai satu di antara semua kitab itu yang digenapi di dalam Yesus. Menurut Yesus, bila kita membaca kitab Mazmur, hendaknya kita mencari nasnas yang menunjuk ke depan ke Yesus sebagai penggenapan utamanya.

Perikop ini memberitahu kita sesuatu yang luar biasa: seluruh Perjanjian Lama, dari awal sampai akhir, digenapi di dalam Yesus. Dan andai kita ragu, kitab Mazmur secara jelas didaftar sebagai satu di antara semua kitab itu yang digenapi di dalam Yesus. Menurut Yesus, bila kita membaca kitab Mazmur, hendaknya kita mencari nasnas yang menunjuk ke depan ke Yesus sebagai penggenapan utamanya. Di pasal ini kita akan mulai perjalanan kita dari Perjanjian Lama sebagai konteks kitab Mazmur, ke penggenapannya dalam Perjanjian Baru dalam Kristus (pasal 6, 7, dan 8), serta aplikasinya ke kehidupan Kristen (pasal 9). Kita telah melihat bahwa Yesus mengajarkan para pengikutNya untuk melakukan ini, juga Paulus. Bicara tentang Al kitab Perjanjian Lama, rasul besar itu menyebut demikian: “Seluruh Kitab Suci diilhamkan Allah dan bermanfaat untuk mengajar, untuk menyatakan kesalahan, untuk memperbaiki kelakuan, dan untuk mendidik orang dalam kebenaran. Dengan demikian tiap-tiap manusia kepunyaan Allah diperlengkapi untuk setiap perbuatan baik” (2 Timotius 3:1617). Menurut rasul Paulus, jika kita membaca mazmur (atau bagian Perjanjian Lama mana pun, karena itu) dan menyimpulkan bahwa itu tidak praktis atau ketinggalan zaman, masalahnya bukan dengan mazmur itu tetapi diri kita.    

Mazmur: Harta Karun Umat. Bagaimana Membaca Nyanyian yang Membentuk Jiwa Gereja, Secara Kanonik, Kristologis, Aplikatif. 
Terbit medio / akhir September yad. Pesan s/d j 13:00 WIB taggal 7 Agustus yad. Sesudah itu tidak tersedia stok ekstra.

https://www.binsarinstitute.id/2025/08/mazmur-harta-karun-umat.html 

Soal Kebebasan Berekspresi

 










Kebebasan berekspresi dan berpendapat bukan tanpa batas, tetapi kebebasan berekspresi itu dapat dibatasi dengan undang-undang agar pemenuhan kebebasan individu tidak mengganggu kebebasan individu lainnya.


Kebebasan berekspresi dan berpendapat bukanlah pengesahan bahwa setiap individu bisa bertindak secara liar tanpa menghormati martabat individu lainnya, yakni mengabaikan akibat penggunaan kebebasan berekspresi itu bagi individu lainnya.

 

Kebijakan publik yang mengatur kehidupan bersama sejatinya adalah sebuah konsensus bersama. Karena itu hukum, kebijakan publik sejatinya  harus melindungi setia individu atau kelompok tanpa dekriminasi.


Apabila  implementasi kebijakan publik terindikasi menegasikan individu atau kelompok tertentu, pastilah ada yang salah dalam rumusan kebijakan publik itu.

Kebebasan beragama

Setiap agama itu unik dan absolud bagi pemeluknya. Maka, tak seorangpun boleh menghina agama apapun. Menghina agama apapun sama saja dengan menghina martabat manusia beragama.

Berdasarkan hal tersebut jelaslah setiap individu beradab wajib menghargai dan menghormati apapun kepercayaan yang di anut oleh seseorang, dan juga menjauhi usaha-usaha untuk menghakimi agama-agama yang beragam dan berbeda itu.

Sebab itu terhinalah mereka yang menghina agama yang dianut manusia yang bermartabat, karena perbuatan tersebut menghianati kewajibab asasi manusia. Setiap orang tentu boleh saja menyaksikan agama yang diyakininya itu tanpa perlu melecehkan keyakinan agama dan kepercayaan lain.

Harus diakui bahwa penghinaan terhadap salah satu agama, bukan hanya menyakiti hati penganut agama itu, tapi juga menyakiti hati semua umat beragama. Karena itu  penghinaan pada salah satu agama sepatutnya diposisikan sebagai penghinaan terhadap semua agama, yang patut diwaspadai oleh semua umat beragama.

Kebenaran itu adalah milik Tuhan, interpretasi yang absolud tentang apapun yang kita percayai sesungguhnya hanya ada pada Tuhan. Karena itu tak seorang pun berhak memaksakan apa yang diyakininya kepada orang lain.

Menjadikan diri hakim atas sesamanya dalam menentukan tafsir yang benar tentang kepercayaan agama-agama lain adalah kesombongan, itu sama saja dengan memposisikan diri sebagai Tuhan, sebuah tindakan yang tidak mungkin dilakukan oleh manusia yang menyadari keterbatasannya.

Apabila kita percaya, di dalam hati nuraninya yang terdalam manusia sesungguhnya mencintai kebenaran, maka manusia sepatutnya diberikan kebebasan untuk melakukan apa yang sesuai dengan nuraninya, dan itu juga berarti, kebebasan adalah semata-mata untuk melaksanakan kebenaran.

Marthin Luther dengan tegas mengatakan,di dalam hati nuraninya manusia adalah raja, tidak boleh ada orang lain yang menjadi raja atas sesamanya. Suara nurani adalah suara Tuhan, meski tidak mutlak, mengingat keterbatasan manusia.  Meneguhkan hal itu, Os Guinnes mengatakan, “kebebasan hati nurani adalah  dasar bagi kebebasan beragama dan kebebasan berbicara.” Sebagaimana tertuang dalam deklarasi universal hak-hak asasi manusia(DUHAM). Karena itu pelaksanaan kebebasan berekspresi mestinya didasarkan pada nurani manusia yang terdalam, yakni mengusahakan kebaikan untuk sesamanya.

 

Apabila kebebasan hati nurani ini menjadi landasan dalam menjalankan hak kebebasan berekspresi, maka kebebasan berekspresi pastilah akan menciptakan kehidupan yang harmonis dalam masyarakat. Sebaliknya, pelaksanaan kebebasan berekspresi tanpa hati nurani akan mengakibakan kekacauan dan ketidaktertiban. Itulah sebabnya, penghinaan atas agama yang bertentangan dengan suara hati nurani itu telah mengakibatkan kekacauan di banyak tempat.

Proteksi atas kebebasan hati nurani mestinya akan menciptakan ruang publik yang sehat, dimana setiap anggota masyarakat memiliki kerelaan untuk saling memberi dan menerima terhadap sesamanya. Negara yang sehat tentu saja memerlukan ruang publik yang sehat, yang tampak dari adanya warga bangsa yang memiliki kerelaan untuk membantu sesama warganya, bukannya saling menyakiti sesamanya.

Penghinaan terhadap agama tidak boleh ditolerir meski itu dengan alasan untuk mengagungkan hak kebebasan berekspresi. Kebebasan itu tidak liar. Kebebasan bernaung dalam ketaatan pada hukum. Siapapun yang melaksanakan kebebasannya dengan melanggar hukum, harus menerima ganjaran hukum yang setimpal.

Jika kita setuju bahwa kerukunan adalah sebuah kerelaan yang keluar dari nurani manusia yang menghargai kebenaran tentang martabat manusia yang adalah sederajat itu, dan selayaknya hidup harmonis dalam perbedaan di bumi yang satu ini, maka kerukunan tidak mungkin dihadirkan dengan mendewakankeliaran. Demikian juga, memaknai kebebasan sebagai kondisi dimana setiap individu boleh melakukan apa saja sangatlah tidak berdasar. Kondisi itu lebih patut disebutkeliaran.Kebebasan semata-mata diberikan untuk melaksanakan kebenaran yang memuliakan martabat manusia.

Binsar A. Hutabarat

https://www.binsarinstitute.id/2020/12/soal-kebebasan-berekspresi.html

Metode Penelitian (1)

Metode Penelitian kualitatif by binsar antoni hutabarat https://www.binsarinstitute.id/2025/08/metode-penelitian-1.html