Podcast Rukun Beragama

Video

Friday, October 23, 2020

Museum Hagia Sophia Beralih Jadi Masjid


  



Museum Hagia Sophia Beralih Jadi Masjid


Museum Hagia Sophia dalam bahasa Turki Ayasofia adalah magnet wisatawan mancanegara. Pada awalnya adalah sebuah

katedral terbesar dunia pada masa Kaisar Bizantium, Justinian, sekitar 537 Massehi. 


Seiring dengan jatuhnya  Konstantinopel ke tangan Sultan Mehmet II dari Turki Ottoman pada 1435, katedral terbesar itupun beralih fungsi menjadi masjid. Hagia Sophia Menjadi simbol penaklukan Kekaisaran Ottoman Muslim.


Setelah 500 tahun menjadi masjid, Pada tahun 1934, pada masa Mustafa Kemal Ataturk yang merupakan "Bapak Turki Modern,"melalui penetapan pemerintah pada tahun 1934, Hagia Sophia beralih menjadi museum. 

Hagia Sophia tercatat sebagai Situs Warisan Dunia UNESCO. Situs ini menjadi titik fokus dari kekaisaran Bizantium Kristen dan Kekaisaran Ottoman Muslim dan sekarang menjadi salah satu monumen yang paling banyak dikunjungi di Turki. 

Perubahan situs Museum Hagia Sophia menjadi masjid dengan sendirinya menjadi polemik, karena Hagia Sophia bukan lagi menjadi monumen kemajuan Kristen dan Islam pada masa lampau dalam negara Turki yang sekuler, tetapi telah diklaim sebagai situs agama tertentu, dan itulah sebabnya benda-benda bersejarah yang tersimpan dalam situs itu yang bukan warisan Islam perlu disembunyikan, sebagai klaim kejayaan agama tertentu.

Sejak Partai Keadilan dan Pembangunan (AK) dan Presiden Erdogan berkuasa di panggung politik Turki pada 2002, kelompok sekuler di Turki sudah mencemaskan Hagia Sophia difungsikan kembali menjadi masjid, kekuatiran tersebut ternyata beralasan

Presiden Recep Tayyip Erdogan yang mengusulkan untuk memulihkan status masjid dari Situs Warisan Dunia UNESCO, dan juga menandatangani perubahan Situs Museum Hagia Sofia, menurut para kritikus telah memangkas pilar sekuler negara mayoritas Muslim itu. Pada masa-masa sebelumnya, Erdogan berulang kali menyerukan agar bangunan yang menakjubkan itu diganti namanya menjadi masjid.

Sejalan dengan Presiden Erdogan, Asosiasi yang membawa kasus itu kepengadilan mengklaim, Hagia Sophia adalah milik pemimpin Ottoman yang merebut kota pada tahun 1453 dan mengubah gereja Bizantium yang sudah berusia 900 tahun menjadi masjid. 

Kekaisaran Ottoman Muslim membangun menara di samping struktur kubah yang luas, sementara di dalamnya ditambahkan panel kaligrafi besar bertuliskan nama-nama Arab dari para khalifah Muslim awal di samping ikonografi Kristen kuno monumen itu. Itulah sebabnya, Hagias Sofia diklaim milik Muslim. 

Hagia Sophia diubah menjadi museum di masa-masa awal negara Turki sekuler modern di bawah kepemimpinan Mustafa Kemal Ataturk.


Sekilas Tentang Hagia Sofia


Meski mendapatkan banyak tekanan internasional, Turki tetap gigih mengembalikan status Hagia Sophia di Istanbul menjadi masjid yang secara turun-temurun menjadi warisan Sultan Ottoman Muhammad sang penakluk. 

Landasannya adalah agama bukan pada konstitusi negara. Itu terlihat pada pernyataan Menteri Kehakiman Turki Abdulhamit Gul yang menetapkan Hagia Sophia secara hukum dimiliki oleh sebuah yayasan yang didirikan oleh Sultan al-Fatih. “Menurut undang-undang wakaf, apa yang diwakafkan harus difungsikan sesuai tujuannya,” tutur dia. 

Dia menekankan Hagia Sophia telah diwakafkan oleh Muhammad al-Fatih khusus untuk tempat ibadah sebagai masjid. Mengembalikan Hagia Sofia sebagai masjid adalah untuk mengembalikan kebesaran Kekaisaran Ottoman Muslim.

Masalah status Hagia Sophia muncul ketika Yunani keberatan terhadap Turki yang memperingati hari penaklukan Istanbul yang ke-567 pada 29 Mei 2020, dengan membacakan surat Al-Fath di dalam Hagia Sophia. 

Feridun Emecen, dekan Fakultas Sastra Universitas Mayis di Istanbul, mengatakan "Fatih adalah pendiri Kekaisaran Ottoman, dia melakukan ini dengan menaklukkan Istanbul. 

Oleh karena itu, penaklukan, yang merupakan titik balik, sangat penting bagi sejarah Turki." Hagia Sofia adalah simbol penaklukkan Kekaisaran Ottoman Muslim.

Warga Turki memberikan respon beragam terkait kembalinya Hagia Sophia menjadi masjid. Kebanyakan masyarakat Turki memeluk agama Islam, namun sebagian dari mereka ada yang tidak setuju dengan keputusan ini, karena Turki adalah negara sekuler dengan mayoritas penduduk muslim. 

Orhan Pamuk berkomentar, dikembalikannya Hagia Sophia menjadi tempat peribadahan suatu agama menghilangkan kebanggaannya atas negara yang selama ini dikenal sekuler yang  memisahkan urusan agama dan politik. "Ada jutaan orang Turki sekuler seperti saya yang menangis menentang hal ini, tetapi suara mereka tidak terdengar," kata Pamuk.

Sebaliknya, banyak juga warga Turki yang bergembira atas status terbaru dari Hagia Sophia. Terbukti saat azan pertama dikumandangkan dari dalam bangunan itu untuk pertama kalinya tidak lama setelah ditetapkan kembali menjadi masjid, banyak warga yang bersorak-sorai dan mengabadikan momen tersebut dari luar bangunan. 

Hal itu karena Islamis di Turki sudah lama meminta hal ini untuk diwujudkan, namun selalu mendapat tentangan dari anggota oposisi sekuler.

Keputusan Turki yang mengubah monumen era Bizantium, Hagia Sophia kembali menjadi masjid menuai kritik internasional, antara lain datang dari Sri Paus Fransiskus pada Minggu (12/7/2020) yang mengatakan bahwa dia 'sangat sedih' atas keputusan Turki yang mengubah monumen era Bizantium, Hagia Sophia kembali menjadi masjid.

AS, Yunani, dan para pemimpin gereja termasuk di antara mereka yang menyatakan keprihatinan tentang pengubahan status bangunan besar abad ke-6. Hagia Sophia diubah menjadi museum di masa-masa awal negara Turki sekuler modern di bawah kepemimpinan Mustafa Kemal Ataturk.

selama proses ibadah shalat berlangsung Uni Eropa, termasuk Yunani, Perancis dan Amerika Serikat (AS) telah melayangkan kritik serius terhadap keputusan Turki yang mengubah museum Hagia Sophia kembali menjadi masjid. 

Keputusan itu menimbulkan kekhawatiran akan masa depan Hagia Sophia yang pernah menjadi tempat ibadah umat Kristiani itu dan sudah menjadi salah satu situs warisan dunia UNESCO.


Pembangunan Dunia Milik Tuhan


Pembangunan dunia milik Tuhan sejatinya hanya untuk memuliakan Tuhan dan memberikan kebaikan kepada sesama. Pembangunan dunia milik Tuhan harus didasarkan pada kasih kepada Allah, kasih kepada diri sendiri, dan kasih kepada sesama manusia.

Peristiwa Turki sejatinya menjadi pelajaran bagi umat manusia di seluruh dunia. Simbol-simbol agama yang sejatinya menunjukkan kebesaran Tuhan tidak boleh diklaim sebagai kebesaran individu, kelompok, atau agama tertentu. Perjuangan agama sejatinya untuk semua manusia, untuk memuliakan Tuhan pencipta manusia.

Kasih Tuhan yang dicurahkan kepada setiap pribadi, kelompok, agama, tidak boleh diklaim sebagai kesuksesan individu, kelompok, agama tertentu, bahkan negara tertentu, seperti kata Presiden Sosekarno, Nasionalisme Indonesia harus bersemayam dalam taman sarinya Internasionalisme. 

Kesejahteraan individu, kelompok, kelompok agama tertentu, bahkan negara sejatinya untuk kesejahteraan umat manusia.


Kasih Tuhan adalah universal dan untuk kemuliaan Tuhan semata. Tuhan memberi hujan dan panas untuk semua manusia. Maka, kehadiran simbol-simbol agama, apapun agamanya adalah untuk kebaikan bersama, kebaikan umat manusia ciptaan Tuhan.


Orientasi beragama yang hanya untuk kepentingan individu atau kelompok akan berdampak buruk bagi agama itu sendiri. 

Politisasi agama yang menggunakan agama untuk kepentingan individu atau kelompok merupakan contoh orientasi beragama yang bukan untuk kemuliaan agama itu. Akibatnya, agamalah yang paling dirugikan dalam politisasi agama itu.

Wajah garang agama kerap hadir dalam politisasi agama yang sejatinya bukan penampilan diri agama itu sendiri, tapi agama telah diperalat untuk kepentingan tertentu yang tak ada manfaatnya bagi agama apapun. 

Sebaliknya pemuasan kepentingan individu, kelompok dengan meminta kekhususan serta menampilkan hegemoniya, akan melemahkan kebersamaan dan persatuan umat manusia.

Orientasi beragama sejatinya tertuju untuk memuliakan Tuhan, bukan untuk kemuliaan individu atau kelompok tertentu. Dalam Kristen orientasi beragama yang benar harus tertuju pada kerinduan untuk mengasihi Allah dan mengasihi sesama."

Kasihilah Tuhan, Allahmu dengan segenap hatimu dan dengan segenap jiwamu dan dengan segenap kekuatanmu dan dengan segenap akal budimu, dan kasihilah sesamamu manusia seperti dirimu sendiri."

Orientasi beragama yang memuliakan Tuhan itu terlihat pada praktik beragama yang memuliakan Tuhan dan mengasihi sesama. Pada praktiknya, mengasihi sesama manusia harus lebih dulu dilakukan. 

Melalui tindakan mengasihi sesama itu seseorang akan tahu apakah dia mengasihi Allah atau tidak. 

Agama itu untuk manusia, maka pengetahuan akan Tuhan sejatinya akan membawa seorang Kristen mengasihi sesamanya. 

Membawa kebaikan semua manusia, untuk kemudian bersama-sama merawat dunia ciptaan Tuhan untuk kemuliaan Tuhan.

Mengasihi sesama itu sendiri adalah sebuah tindakan aktif bukan pasif atau dengan menunggu untuk dikasihi. "Segala sesuatu yang kamu kehendaki supaya orang  perbuat kepadamu, perbuatlah demikian juga kepada mereka."

Orang Kristen, mengasihi sesamanya karena Tuhan lebih dulu mengasihi manusia. Karena kemurahan Tuhan, maka Yesus mati di kayu salib untuk menebus dosa manusia. 

Kemurahan Allah itu menjadi dasar bagi manusia untuk mengasihi sesamanya sekaligus sebagai ungkapan mengasihi Tuhan.

Kehadiran Hagia Sofia nampaknya sarat dengan simbol manusia yang mencari kemuliaan untuk diri sendiri, atau kelompok tertentu. 

Apabila umat Kristen memaknai kehadiran Hagia sofia sebagai simbol kebesaran Kristen adalah salah besar, karena betatapapun besar dan megahnya Hagia Sofia, bangunan buatan manusia itu tidak pernah menambah kebesaran Tuhan, kecuali memuaskan nafsu manusia untuk menyamai Allah.

Dosa menara Babel, dosa manusia yang mencari nama, bukan memuliakan Tuhan, adalah perlawanan kepada Allah, dan sekaligus sumber perpecahan persekutuan manusia di dunia. 

Umat Kristen tidak perlu marah, sebaliknya perlu mengingatkan bahwa kebijakan pemerintahan Turki sejatinya perlu diarahkan kepada kebaikan semua masyarakat Turki tanpa kecuali dan semua umat manusia di bumi ini.

Lihatlah Bangunan Bait Allah yang akhirnya diijinkan untuk dihancurkan menjadi bukti bahwa kemuliaan Tuhan tidak bergantung pada bangunan megah yang dibuat manusia, sekalipun pernah digunakan untuk memuliakan Tuhan, apalagi jika itu sekadar dibangun untuk menujukkan kebesaran manusia.

Kita berharap agama-agama di Indonesia mampu melepaskan diri dari sejarah kelam masa lampau. Agama-agama di Indonesia yang tersohor dengan toleransinya tak perlu mencontoh pemerintah Turki.

Di Indonesia juga banyak situs yang terkait keragaman agama dengan jatuh kerajaan-kerajaan yang banyak di indonesia yang mewarisi kejayaan sejarah kerajaan-kerajaan itu.

Tapi, jika kita melihat situs sebagai monumen, peringatan untuk manusia lebih memanusiakan manusia, maka pertimbangan kita adalah kemanusiaan, bukan kepentingan individu atau kelompok tertentu. 

Biarlah kita saling belajar dari keragaman agama-agama yang ada untuk bersama membangun dunia yang satu, yang adalah milik Tuhan, bagi kesejahteraan sesama, dan untuk kemuliaan Tuhan pencipta dunia dan segala isinya.


Kiat Menentukan State of The Art Naskah Jurnal Akademik

 




Bingung Menentukan State of The Art Naskah Jurnal Akreditasi?

Tanpa kebaruan, sebuah naskah jurnal tentu akan mengalami penolakan. Mengingat jurnal adalah catatan harian para ilmuwan. Membaca jurnal berarti membaca jejak para ilmuwan dalam mendedikasikan ilmuanya untuk kesejahteraan masyarakat. Jadi seorang cendikiawan bukanlah sekadar bergelar doktor, tapi sejauh mana ia dapat memainkan perannya dalam pembangunan kehidupan masyarakat yang lebih baik.

 

 

Panitia penyelenggara, Binsar Hutabarat Institute meyakini, Indonesia bisa menghasilkan artikel-artikel bermutu yang memberikan kontribusi penting, bukan hanya untuk kemajuan Indonesia tapi juga dalam lingkup yang lebih luas, yakni dalam hubungan antar bangsa, jika antusias meneliti dan menulis karya ilmiah terawat dengan baik.

 

Pembahasan Kiat Menentukan Topik Karya Ilmiah untuk Jurnal Akademik dimulai dengan memaparkan topik-topik yang bisa dipilih oleh peserta dalam menulis artikel ilmiah akademik. Mulai dari topik yang umum, sampai pada topik yang khusus ditampilkan oleh pembicara.

 

Mengenai pentingnya pemilihan topik yang tepat ini juga dilukiskan oleh pembicara dengan menampilkan topik-topik yang diminta jurnal-jurnal ilmiah ketika memberikan undangan penulisan. Narasumber memaparkan bahwa undangan penulisan jurnal selalui disertai pilihan topik.

 

Penulis jurnal perlu melihat kemampuan atau keahliannya ketika menetapkan topik tulisan. Keahlian penulis bisa terlihat dari karya ilmiah pada karya akhir penulis. Pilihan topik juga mesti disesuaikan dengan mata kuliah yang diajarkan, jika penulis adalah seorang dosen, karena itu berhubungan dengan persyaratan kenaikan jabatan fungsional.

 

Dr. Binsar Hutabarat menjelaskan bahwa, jika penulis mampu membuat ikhtisar atau abstrak yang memenuhi persyaratan sebuah abstrak yang baik, maka ada jaminan bahwa penulis menguasai topik yang akan di tulis.

 

Binsar Hutabarat juga menjelaskan bahwa sebaiknya peserta menuliskan ikhtisar terlebih dulu, baru kemudian menulis abstrak. Setelah itu untuk memastikan bahwa data-data tersedia, maka penulis memasukkan data-data yang kedalam template jurnal yang disediakan pengelola jurnal.

 

Apabila seluruh template yang berisi bab dan sub bab itu dapat ditemukan data yang memadai dari hasil bacaan penulis atau riset awal, maka dapat dipastikan bahwa topik karya ilmiah akademik yang ditentukan itu akan dapat dituntaskan penulis.

 



https://www.binsarhutabarat.com/2020/10/hari-kedua-pertemuan-pelatihan-menulis.html

Dr. Binsar Antoni Hutabarat

https://www.binsarhutabarat.com/2020/10/kiat-menentukan-state-of-art-naskah.html


Tuesday, October 20, 2020

Kepemimpinan Yang Melayani










 

Kepemimpinan yang melayani didasarkan pada panggilan Allah, bukan dari manusia atau organisasi. 

Pemimpin yang melayani melaksanakan tugas dalam lingkup agenda/rencana Allah, dengan berdasarkan karakter Kristus, dan menuntun kepada tujuan yang Allah kehendaki, bukan tujuan manusiawi.

Misi harus diresapi dengan spiritualitas yang kuat, spiritualitas yang membangun karakter besar, dan terbentuk pada landasan hidup dalam hubungan cinta dengan Kristus. Sebuah misi tanpa jenis  spiritual-pasti gagal. Itulah inti dari kepemimpinan yang melayani.

 

Spiritualitas Kristen adalah hadiah dan tugas. Hal ini membutuhkan persekutuan dengan Allah (kontemplasi) serta aksi di dunia (praksis). Ketika dua elemen ini dipisahkan, maka kehidupan dan misi gereja akan sangat terpengaruh.

 

Kontemplasi tanpa tindakan adalah pelarian dari realitas konkret; tindakan tanpa kontemplasi adalah aktivisme kurang makna transenden.

 

spiritualitas Kristen dan misi Kristen adalah dua sisi dari mata uang yang sama. Hanya ketika saya tumbuh dalam iman, harapan, dan cinta, saya  bisa  melayani semua yang dipercayakan pada saya. Tuhan yang pergi ke tempat yang tenang untuk berdoa adalah pekerja yang sama ajaibnya dengan pekerjaan memberi makan lima ribu orang dengan lima roti dan dua ikan (Markus 6: 30-44).

 

Panggilan tertinggi pemimpin yang melayani adalah melayani Allah dan untuk melayani orang-orang yang dipercayakan kepadanya. "Bukan kamu yang memilih Aku, tetapi Akulah yang memilih kamu bahwa Anda harus pergi dan menghasilkan buah dan buah kehidupan Kristen adalah  mematuhi Allah."

Tiga peran pemimpin yang melayani:

1. Menunjukkan jalan. Pemimpin berjalan di depan dan pengikut mengikutinya.

2. Menolong kelompok yang dipimpinnya untuk menyelesaikan tugasnya. Setia dalam perkaran kecil, Matius 25:21

3. Seorang pemimpin akan melatih yang dipimpinnya untuk menjadi pemimpin.

 

Jenis pemimpin yang melayani:

1.  Peminpin yang memiliki Karakter, kompetensi dan berpusat pada Kristus (Memiliki pengetahuan, karakter dan skill

2. Dipanggil untuk menjadi serupa dengan Kristus

 

Pemimpin yang melayani dan Keserupaan dengan Kristus :

1. Keserupaan dalam karakter

2. Keserupaan dalam tujuan

3. Keserupaan dalam strategi

4. Kepemimpinan seperti Kristus dalam konteks budaya

 

Tuntutan Kepemimpinan Melayani:

1. Berkerohanian baik

2. Bermoralitas tinggi

3. Bertalenta mantap

4. berdedikasi penuh

5. Berpengertian dalam

6. Bereputasi indah, seorang yang terhormat, tanpa aib, noda dan cacat cela

 

 

 

PENGEMBANGAN KEPEMIMPINAN YANG MELAYANI

 


Panggilan untuk melipatgandakan pemimpin Kristen

 

1. Pengembangan kepemimpinan sebagai sebuah prioritas

2. Fokus pada Kristus

3. Menghargai konteks budaya

4. Membentuk partnership

5. Mengingat tujuan

 

Elemen kunci pengembangan kepemimpinan yang melayani:


1. Belajar dalam interaksi dengan sesama. Pengembangan kepemimpinan yang efektif terjadi dalam program belajar dalam komunitas orang percaya. Yohanes 10:14

2. Belajar dengan melakukan(praktek langsung)

 

 

Tuntutan latihan karakter yang harus di kejar pemimpin yang melayani:

1. Visi

2. hikmat

3. tegas

4. berani

5. humoris

6. pembela yang benar

7. tekun dan sabar

8. ramah bergaul

9.  Mengalah dan rendah hati

10. cekatan

11. Penuh daya kreatif

12. Dapat mempercayai orang lain

13. hidup suci

14. penuh iman

 

Penutup

 

Kita tentu setuju, seorang pemimpin yang melayani akan memperoleh kehormatan karena pemimpin tersebut telah meneladani kepemimpinan Kristus. Pemimpin yang mewujudnyatakan karakter-karakter Kristus dalam pelayananya baik dalam perkataan maupun perbuatan akan mendapatkan seperti apa yang Kristus katakan dalam Matius 7: 12 “Segala sesuatu yang kamu kehendaki supaya orang perbuat kepadamu, perbuatlah demikian juga kepada mereka

 

 

Dr.  Binsar A. Hutabarat, M.Th.


https://www.binsarhutabarat.com/2020/10/kepemimpinan-yang-melayani.html

Implementasi Nilai-Nilai Pancasila Menguatkan Persatuan Indonesia

 




Implementasi Nilai-Nilai Pancasila Menguatkan Persatuan Indonesia


Absennya implementasi nilai-nilai Pancasila dalam kehidupan berbangsa dan bernegara telah menjadikan Pancasila hanya sebagai slogan kosong. 

Pancasila dibicarakan tetapi hanya dimulut saja, menjadi lips sevice semata. Maraknya konflik yang mengatas namakan kelompok dan agama di negeri ini merupakan bukti miskinnya implementasi dari nilai-nilai Pancasila yang anti diskriminasi.

 

Kondisi ini sebenarnya jauh-jauh hari telah diingatkan oleh Eka Darmaputera, “Dalam praktik kita bangun memang bukan masyarakat Pancasila. Masing-masing kelompok sibuk membangun masyarakatnya sendiri. Alhasil, yang terbangun bukanlah masyarakat Pancasila, melainkan satu masyarakat (Pancasila) yang merupakan kumpulan atau penjumlahan dari masyarakat-masyarakat tadi. Satu masyarakat yang merupakan kumpulan umat-umat. Bagaikan sebuah kepulauan yang terdiri dari ratusan pulau, yang satu sama lain tersekat-sekat oleh ribuan selat.”

 

Karena itu tepatlah, solusi untuk menyelesaikan persoalan yang kini dihadapai bangsa Indonesia adalah revitalisasi dan aktualisasi Pancasila sebagai dasar negara dan ideologi negara, tanpa harus menjadikan Pancasila sebagai dogma kaku yang dikeramatkan, atau menjadikannya ideologi tertutup. Pancasila adalah ideologi terbuka yang mampu mengatasi dan melintasi dimensi ruang dan waktu.

 

Pancasila bukan sesuatu yang diberikan (given), tetapi itu adalah sebuah pencapaian. Soekarno mengatakan bahwa Pancasila bukanlah ide baru, tapi digali dari bumi Indonesia dan merupakan kristalisasi dari nilai-nilai yang berkembang dalam kehidupan rakyat Indonesia yang beraneka ragam.  Karena itu Pancasila merupakan dasar filosofis yang masih perlu terus digali seiring dengan perkembangan terbaru saat ini untuk menghadapi permasalahan-permasalahan relevan saat ini.

 

Kita tentu setuju dengan apa yang dikatakan oleh Mahfud MD, “Pancasila telah termarginalisasi dari kehidupan masyarakat Indonesia bukan karena Pancasila tidak mampu menyesuaikan dengan perkembangan zaman, melainkan karena masyarakat tidak memosisikan pancasila sebagai garis dan pedoman bermasyarakat.”  Dapat dibayangkan, betapa berbahayanya apabila Pancasila tidak lagi menjadi nilai-nilai bersama, yang menjadi landasan etik dan moral bangsa Indonesia, setiap orang memiliki landasannya sendiri-sendiri. Pada kondisi ini dapat dikatakan, Indonesia sedang menghadapi bahaya disintegrasi, masing-masing individu, kelompok mengambil jalannya sendiri-sendiri, bukan jalan Pancasila. Ini mengakibatkan kaburnya norma-norma apa yang baik dan yang jahat, apa yang boleh dan apa yang tidak boleh, apa yang benar dan apa yang salah, bisa disebut, telah terjadi krisis moral.

 

Kita berharap Pusat Pendidikan Pancasila yang telah diresmikan itu menjadi wadah penting dalam mengimplementasikan dan melembagakan nilai-nilai Pancasila secara lebih efektif.

 

Pancasila dan persatuan bangsa

 

Lahirnya NKRI merupakan suatu mujizat yang luar biasa. Sebagai negara yang paling terpecah-pecah di bumi ini mustahil untuk dapat mempersatukannya. Indonesia memiliki ribuan buah pulau. Belum lagi kemajemukan agama, budaya dan bahasa. Dari segi budaya dan bahasa Indonesia adalah negara yang paling majemuk di dunia. Indonesia memiliki 250 bahasa dan kira-kira 30 kelompok etnis. Wajarlah apabila terjadinya proses penyatuan dari pulau-pulau yang sangat terserak dan memiliki agama, budaya, dan bahasa yang sangat bergama, dianggap sebagai suatu mujijat. Dan Pancasila dalam hal ini adalah alat pemersatunya. Secara historis Pancasila mampu memenuhi tuntutan persatuan untuk melawan kolonialisme tanpa melenyapkan keanekaragaman yang bersemayam lama di negeri ini.

 

Pancasila bisa disebut sebagai fitrah bangsa karena tanpa Pancasila negeri ini sulit untuk dipersatukan. Itu juga terlihat dalam penetapan Pancasila sebagai dasar ideologi negara yang sudah final dan tidak tergantikan. Pancasila ada dalam sanubarinya masyarakat Indonesia. Perdebatan tentang Pancasila lebih kepada persoalan implementasinya dan bukan persoalan konseptual.

 

Adalah wajar jika di tengah kemajemukan yang tinggi dan juga kebebasan yang relatif baru, di era reformasi ini , munculnya banyak ketegangan dan konflik-konflik antar kelompok dengan pandangan-pandangan yang berbeda. Namun di tengah keperbedaan-keperbedaan yang ada itu Pancasila sebagai filosofi bangsa yang merupakan dasar hidup bersama  perlu terus digali untuk menjawab permasalahan-permasalahan sosial yang ada, bukan malah mengabaikannya.

 

Soekarno mengatakan bahwa Pancasila bukanlah ide baru, tapi digali dari bumi Indonesia dan merupakan kristalisasi dari nilai-nilai yang berkembang dalam kehidupan rakyat Indonesia yang beraneka ragam.  Karena itu Pancasila merupakan dasar filosofis yang masih perlu terus digali seiring dengan perkembangan terbaru saat ini untuk menghadapi permasalahan-permasalahan relevan saat ini. Pengamalan Pancasila dalam hal ini harus mengarah pada dialog terus menerus mengenai bermacam-macam bentuk pengamalan sila-sila Pancasila mengenai masalah-masalah yang dihadapi secara bersama oleh semua kelompok di dalam masyarakat. Dan Pusat Pendidikan Pancasila dan Konstitusi dalam hal ini memiliki peran strategis untuk mewujudkan hal tersebut.

 

Terciptanya komunalisme agama dan budaya yang menghambat lahirnya masyarakat Pancasila juga sangat dipengaruhi oleh sikap pemerintah. Pemerintahan yang tidak adil menyebabkan terjadinya diskriminasi suku budaya dan agama. Pembangunan yang tidak merata, membuat Indonesia menjadi beragam dalam kehidupan sosial ekonomi. Akibatnya pertumbuhan suku, budaya dan agama yang pada awalnya merupakan perlawanan terhadap sikap pemerintah yang tidak adil, kemudian mengarah pada konflik antar kelompok yang ada.

Pusat pendidikan Pancasila dan Konstitusi akan sangat memiliki fungsi strategis jika pemerintah memiliki komitmen yang kuat untuk berpegang pada Pancasila, dan mengimplementasikan nilai-nilai Pancasila tersebut dalam menjalankan roda pemerintahan di negeri ini. Tanpa itu, Pendidikan Pancasila dan Konstitusi MK  tak akan berperan banyak.

 

 

Dr. Binsar A. Hutabarat

https://www.binsarhutabarat.com/2020/10/implementasi-nilai-nilai-pancasila.html

Monday, October 19, 2020

Bertumbuh Bersama Menjadi Seperti Kristus





 Bertumbuh Bersama Menjadi Seperti Kristus

 Bertumbuh Bersama Menjadi Seperti Kristus hanya mungkin kita lakukan dengan bergandeng tangan dalam kekuatan Tuhan.



Orang percaya memiliki iman yang sama terhadap Alkitab sebagai Firman Allah. Karena itu orang percaya menggali isi Alkitab yang sama untuk makin mengenal Allah. Perbedaan yang terjadi dalam menafsirkan Alkitab sejatinya menolong orang percaya untuk memahami perlunya saling belajar satu dengan yang lain untuk makin mengenal Allah secara benar. Kristus, Firman Hidup yang bangkit dari kematian, dan menjadi dasar kekuatan gereja adalah Firman yang esa. Gereja yang minum dari sumber air hidup yang sama yaitu Firman Tuhan perlu bertumbuh bersama menjadi seperti Kristus.

 

Berdasarkan iman bahwa Alkitab adalah Firman Allah, orang percaya menggunakan akal budinya untuk menggali isi Alkitab untuk mengetahui tentang Allah, Karya, dan kehendak-Nya sebagaimana dinyatakan dalam Alkitab. Usaha manusia mengumpulkan data-data dalam Alkitab itu terbatas, maka sejatinya tidak ada orang atau tokoh Kristen yang dapat mengklaim penafsirannya paling benar, apalagi absolud.

 

Penafsiran kita tentang suatu bagian Alkitab harus dibandingkan dengan hasil rumusan doktrin atau dogma yang diwariskan tokoh-tokoh gereja sebelumnya. Tapi karena penafsiran tokoh gereja sebelumnya juga tidak sempurna atau dibawah Alkitab, bisa saja penafsiran teolog jaman tertentu atau jaman kini memperbaiki penafsiran gereja sebelumnya, tapi sekali lagi itu pun tidak absolud.

 

Hasil penggalian Alkitab seorang teolog yang dirumuskan menjadi doktrin dan kemudian menjadi dogma itu tetap berada dibawah Alkitab, bahkan pengakuan iman sebagai rumusan dogma juga dibawah Alkitab, dan boleh saja direvisi, tentu jika memiliki dasar yang kuat artinya ada temuan yang didasarkan Alkitab tentang perlunya pengembangan rumusan pengakuan iman.

 

Validasi doktrin seharusnya didasarkan kofirmasi Roh Kudus. Karena hasil penggalian Alkitab tidak otomatis membuat kita percaya pada rumusan hasil penggalian Alkitab, meski pun langkah-langkah penggalian Alkitab sudah kita lakukan dengan cara benar. Keyakinan bahwa rumusan doktrin itu benar hanya karena konfirmasi Roh Kudus,

 

Doktrin mengarahkan orang untuk hidup sesuai dengan kehendak Allah. Roh kudus berkarya dalam diri seseorang yang bertekad untuk hidup dalam rencana Allah sebagaimana dinyatakan dalam Alkitab, dan pengalaman orang itu kemudian akan mengakui bahwa benar pengetahuan yang di dapat dalam Alkitab itu benar. Inilah yang disebut pengakuan iman secara pribadi.

 

Doktrin penting untuk menunjuk pada kehidupan yang benar, dan keabsoudan itu terjadi terjadi ketika orang itu hidup dalam pengetahuan yang dia yakini benar, dan itu juga karena  konfirmasi dari roh kudus. Pengakuan iman bukan untuk menghakimi tetapi untuk menunjuk kepada Tuhan yang hidup, Firman Tuhan yang benar.

 

Sebagian orang menggali isi Alkitab dengan menekankan pada pengalamannya dengan Tuhan. Orang itu mengalami pengalaman-pengalaman dengan Tuhan yang luar biasa, seperti dipakai Tuhan melakukan mujizat.

 

Mujizat itu sendiri sangat sulit dijelaskan. Maka tidak heran penjelasan orang percaya tentang mujizat, yang disebut juga doktrin tentang mujizat, penjelasannya sangat terbatas, dan tentu saja penjelasan tentang mujizat bergantung pada pengalaman orang itu. Jadi doktrin tentang mujizat itu juga relatif.

 

Pengalaman orang itu adalah benar adanya, absolud untuk dirinya, karena faktanya memang demikian. Tapi, interpretasi tentang pengalaman atau penjelasan tentang pengalaman orang itu dipakai Tuhan dalam mujizat adalah relatif. Orang yang mengalami mujizat tidak boleh memberikan jaminan absolud bahwa pengalaman yang dialami akan terjadi dengan cara yang sama pada orang lain. Dia cukup menyaksikan pengalamannya dipakai dalam melakukan mujizat yang diyakininya atas kehendak Allah. Karena pengalaman setiap orang tentu berbeda.

 

Dengan demikian jelaslah membangun doktrin dari penggalian Alkitab dengan eksegese yang luar biasa tetap saja harus dibandingkan dengan doktrin atau dogma gereja lain, dan itu pun tetap relatif. Demikian juga membangun doktin dari pengalaman dengan Tuhan, secara khusus dalam pengalaman melakukan mujizat untuk kemuliaan Tuhan juga relatif, jadi tidak boleh dipaksakan kepada yang lain.

 

Gereja harusnya dapat saling belajar satu dengan yang lain. Tidak boleh ada gereja yang mengklaim gerejanya paling mendekati Tuhan, atau mendekati kebenaran. Gereja memerlukan saudara-saudara yang lain untuk bertumbuh bersama menjadi seperti Kristus.

 

 Binsar Antoni Hutabarat

https://www.binsarhutabarat.com/2020/10/bertumbuh-bersama-menjadi-seperti-kristus.html

Teologi Gereja Versus Teologi Jemaat

                                     Teologi Gereja Versus Teologi Jemaat   Teologi gereja yang dinyatakan dalam pengakuan iman sebuah den...